Kai mengangguk pelan, menunjukkan bahwa ia mengerti. "Yah, aku tidak keberatan," katanya, "Malahan menurutku aneh kalau kau tidak menanyakan hal ini." Ia tersenyum tipis, menunjukkan bahwa ia memahami pentingnya pertanyaan-pertanyaan Seraphina. Ia siap untuk menceritakan apa yang terjadi, meskipun ingatannya masih sedikit kabur.
Seraphina mengangguk, menunjukkan rasa terima kasihnya. "Baiklah," katanya, suaranya tenang dan serius. "Jadi, bisa kau jelaskan apa yang terjadi sebelumnya?" Ia menatap Kai dengan penuh perhatian, siap untuk mendengarkan penjelasan Kai dengan seksama.
Kai menghela napas panjang, mencoba untuk mengingat detail-detail kejadian tersebut. "Waktu itu, aku berniat pulang ke penginapan dan sol— ah, tidak, maksudku aku merasakan energi yang aneh, dan tiba-tiba aku mendengar suara teriakan wanita," katanya menjelaskan. Ia mengerutkan keningnya, mencoba untuk mengingat dengan lebih jelas.
Seraphina mengangguk, menunjukkan bahwa ia mengerti. "Ini menjelaskan kenapa ada wanita yang tergeletak di sana," katanya, Kai melanjutkan ceritanya, "Itu benar," katanya, "aku ingin mengabaikannya karena tidak ingin menimbulkan keributan. Tapi tiba-tiba aku mencium darah yang kuat dan tidak sengaja melihat vampir sedang menghisap wanita itu." Ia berhenti sejenak, mencoba untuk mengendalikan emosinya.
Kai menggigit bibir bawahnya, mencoba untuk mengendalikan emosinya. "Aku tersulut emosi setiap kali melihat mereka, jadi aku menyerangnya," katanya, Seraphina mengangguk, memahami perasaan Kai. "Ini aneh, kenapa tiba-tiba ada vampir di sini," katanya, suaranya serius. "Oh iya, Kai, apa kau ingat bagaimana ciri-ciri detailnya? Seperti kasta atau semacamnya, kau tahu itu kan?" Ia menatap Kai dengan penuh perhatian, mengharapkan informasi yang lebih detail.
Kai menggeleng pelan, "Yah, aku tidak banyak tahu," jawabnya, "tapi kurasa dia memiliki kesadaran." Seraphina mengerutkan keningnya, "Berarti kemungkinan, itu vampir di atas vampir liar," katanya, menganalisis informasi yang diberikan Kai. Kemudian dia melirik Kai yang tampak kebingungan, , "Vampir liar awalnya manusia, namun dia meminum darah vampir dan memulai meminum darah manusia lalu kehilangan kesadarannya. Yah, walaupun ada manusia yang meminum darah vampir yang memulai meminum darah manusia masih memiliki akal sehatnya."
Kai terdiam sejenak, mencerna informasi yang diberikan Seraphina. "Itu berarti, aku akan menjadi seperti itu jika meminum darah manusia," katanya, suaranya sedikit khawatir. "Untunglah aku tidak melakukannya." Ia merasa lega karena ia masih memiliki kesadaran dan kendali atas dirinya sendiri. Seraphina menatap Kai dengan tatapan yang penuh arti, "Yah, walaupun ada yang bisa menahannya, tapi biasanya itu sangat kemungkinan kecil terjadi," katanya, nada suaranya sedikit serius. Ia memperhatikan Kai dengan seksama.
Seraphina mengerutkan keningnya, "Apa itu saja?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit tidak puas. Ia mengamati ekspresi Kai dengan seksama, mencari petunjuk apakah ada informasi penting yang belum diungkapkan. Ia menggerakkan jari-jarinya dengan pelan, menunjukkan sedikit kegugupan meskipun ia berusaha untuk tetap tenang.
Kai tampak ragu-ragu sejenak, menatap lantai sebelum akhirnya mengangkat wajahnya. "Sebenarnya...," katanya, suaranya sedikit pelan, "ada sesuatu yang belum kusebutkan." Ia menghela napas panjang, mencoba untuk menenangkan dirinya sebelum melanjutkan.
"Vampir yang kutemui ada dua," lanjut Kai, suaranya sedikit bergetar. "Dan... aku mengenal salah satu dari mereka." Ia berhenti sejenak, mencoba untuk mengatur kata-kata yang tepat. Ia merasa sedikit takut untuk mengungkapkan informasi tersebut, karena itu berkaitan dengan masa lalunya yang kelam.
"Aku tidak tahu banyak tentang mereka," kata Kai, suaranya masih sedikit bergetar. "Yang pasti, salah satu vampir itu adalah vampir yang menghancurkan desaku dulu." Ia mengingat kembali kejadian mengerikan di masa lalunya, suaranya semakin bergetar.
Seraphina terdiam sejenak, mencerna informasi baru tersebut. Pikirannya bekerja keras untuk memproses informasi tersebut. Jika itu mereka... berarti yang kukhawatirkan tidak terjadi di sini... pikirnya, merasa sedikit lega. Ia menyadari bahwa informasi ini sangat penting, dan ia harus melaporkannya kepada komandan segera. Ia menghela napas panjang, mencoba untuk tetap tenang.
"Begitu ya," katanya, suaranya terdengar lebih tenang sekarang, namun tetap serius. "Ini informasi yang menarik. Aku akan melaporkannya ke komandan nanti." Ia menatap Kai dengan tatapan yang penuh perhatian, menunjukkan rasa terima kasih dan penghargaan atas informasi yang diberikan.
Setelah jeda singkat, Seraphina melanjutkan, "Oh iya, boleh aku bertanya sekali lagi? Dari mana kau mendapat pedang itu? Itu senjata bukan dari akademi kan?" Ia menatap Kai dengan tatapan yang penuh selidik, mencoba untuk membaca ekspresi wajah Kai.
"Yah, kurasa kau tidak bisa menjawab pertanyaan ini," Seraphina menambahkan dengan nada sedikit menggoda, mencoba untuk meredakan suasana tegang. "Aku akan menunggumu menceritakannya nanti." Ia tersenyum tipis, menunjukkan bahwa ia tidak akan memaksa Kai untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Kai terkejut, "Eh?" katanya, suaranya terdengar sedikit bingung. Ia tidak menyangka bahwa Seraphina akan menanyakan hal tersebut lagi. "Kenapa? Huh, sudah kubilang, aku ini juga menghargai privasi orang, tahu!" Seraphina menaikkan alisnya, Ia sedikit membuang muka.
Suasana tegang antara Seraphina dan Kai tiba-tiba buyar oleh suara gaduh dari luar ruangan. Pintu kayu yang semula tertutup rapat mendadak terbuka dengan keras, menampilkan sosok Glaen yang berdiri tegap di ambang pintu, diikuti oleh Lilia yang melangkah masuk dengan anggun namun tegas. Glaen menyeringai, "Wah wah, apa ini? Aku tidak sengaja mendengar informasi yang menarik," katanya, suaranya terdengar sedikit mengejek. Ia melirik ke arah Kai dan Seraphina bergantian, senyumnya semakin lebar. "Ngomong-ngomong, apa ini? Kalian tidak tahu ya kalau perempuan dan laki-laki itu tidak boleh berada di ruangan yang sama cuma berdua?" Ia menambahkan kalimat terakhir dengan nada bercanda namun tetap menunjukkan otoritasnya.
Seraphina dan Kai sama-sama terkejut. Seraphina langsung berdiri, "Komandan, Nona Lilia?! Kenapa tiba-tiba ada di sini?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit panik. Ia sedikit membungkuk, menunjukkan rasa hormat kepada Glaen dan Lilia.
Glaen tertawa kecil, "Ahaha, aku mendengar dari bawahanmu kau sedang berada di sini," katanya, suaranya masih terdengar sedikit mengejek. "Kau tidak segera melaporkan misimu jadi aku menyusulmu di sini." Ia menoleh ke arah Kai, "Yo, Kai. Sudah lama tidak bertemu." Ia menyeringai, menunjukkan bahwa ia sudah lama tidak bertemu dengan Kai.
Lilia, yang berdiri di samping Glaen, menambahkan dengan tenang, "Tidak aneh kan aku di sini? Lagipula ini rumahku." Ia menatap Seraphina dan Kai bergantian, menunjukkan bahwa ia tidak merasa ada yang salah dengan kehadirannya.
Seraphina, mencoba untuk tetap tenang, "Saya rencananya ingin melaporkan ini kepada Anda, Komandan," katanya, suaranya terdengar sedikit formal. Ia berusaha untuk mengendalikan emosinya, mencoba untuk tetap profesional meskipun ia merasa sedikit terkejut dan panik dengan kehadiran Glaen dan Lilia.
"Ngomong-ngomong, ini aneh," kata Glaen, suaranya serius. "Kenapa tiba-tiba ada vampir di sini? Apa pengamanan di kota ini semakin berkurang?" Ia menatap Seraphina dan Kai bergantian, menunjukkan bahwa ia juga merasa aneh dengan kejadian tersebut. Ia mengerutkan keningnya, menunjukkan bahwa ia sedang berpikir keras.
Setelah Glaen selesai berbicara, Kai terdiam sejenak, pikirannya melayang. Tidak kok, kalian yang tidak menyadarinya. Ada vampir yang bersembunyi di kota ini, pikirnya. Ia mengingat kembali pertemuannya dengan Kaelus pertama kali. Kemampuan vampir itu untuk bersembunyi tanpa terdeteksi selama ini membuatnya merenungkan sesuatu. Kalau dia tidak terdeteksi selama ini... apa Kael jangan-jangan sehebat itu?! pikirnya lagi, merasa sedikit terkejut dan kagum dengan kekuatan Kael.
Lilia, yang sedari tadi mengamati interaksi antara Glaen, Seraphina, dan Kai, menyilangkan tangannya dan menyandarkan tubuhnya pada dinding. Senyum tipis terukir di bibirnya, menunjukkan bahwa ia sedang menikmati situasi menegangkan tersebut. "Tidak, sebelumnya aku juga mendapat laporan, bahwa ada vampir juga terdeteksi beberapa hari yang lalu?" tanyanya, suaranya tenang namun penuh arti. Ia menatap Glaen, menunggu reaksi dari pemimpin pasukan tersebut.
Glaen mengerutkan keningnya. "Benarkah? Aku tidak menerima laporan apapun tentang itu." Ia tampak sedikit terkejut, menunjukkan bahwa informasi ini baru baginya. Ketidaktahuan Glaen tentang laporan sebelumnya menunjukkan adanya celah dalam sistem pelaporan pasukannya.
Lilia mengangguk pelan. "Yah, untungnya tidak ada korban waktu itu jadi aku menyuruh mereka untuk tidak melaporkannya. Aku menilai situasinya tidak terlalu genting saat itu." Ia menjelaskan, menunjukkan bahwa ia telah mengambil keputusan sendiri untuk tidak memperkeruh suasana.
Glaen mengangguk mengerti, wajahnya tampak sedikit lebih serius sekarang. "Yah, kurasa pengamanan harus ditingkatkan sekarang. Terimakasih atas informasinya Lilia." Ia tampak berpikir sejenak. "Kurasa tidak baik terlalu banyak menyita waktu orang beristirahat kan? Kalau begitu aku permisi." Ia memberi hormat singkat kepada Kai sebelum berbalik lalu meninggalkan ruangan.
Seraphina, yang sedari tadi memperhatikan percakapan tersebut, dengan cepat menyusul Glaen. "Kurasa aku juga harus istirahat karena baru saja tiba, kalau begitu aku permisi Kai." Ia tersenyum kecil kepada Kai sebelum mengikuti Glaen keluar ruangan, meninggalkan Kai dan Lilia berdua.
Lilia menatap ke arah pintu keluar yang baru saja dilalui Glaen dan Seraphina. "Bukankah dia terlalu terburu-buru?" tanyanya, merasa ada yang janggal dengan sikap Glaen. Mungkin, ia berpikir, keputusan untuk pergi begitu cepat bisa jadi mengindikasikan sesuatu yang lebih dalam.
Namun, setelah sejenak merenung, ia mengalihkan pandangannya ke Kai. "Kalau begitu, aku permisi juga." Lilia berkata tegas. Dengan itu, ia melangkah menuju pintu, meninggalkan Kai sendirian.
Kai hanya mengangguk pelan sebagai balasan, pandangannya masih tertuju pada pintu yang tertutup. Sejenak, ia terdiam, kemudian sebuah pertanyaan muncul di benaknya. Ia bergumam pelan, suaranya hampir tak terdengar, "Solon, bisa jelaskan apa yang terjadi sebelum aku berada di sini?" Ia merujuk pada kejadian sebelum ia kehilangan kesadaran.
Sebuah suara dingin dan mekanis menjawab dari dalam pikirannya, "Anda hampir kehilangan akal tuan, jadi aku menyuruh gadis berambut merah itu untuk mengambil darah yang anda buru sebelumnya. Itu adalah satu-satunya cara untuk menstabilkan kondisi Anda saat itu." Kai mengerutkan keningnya, rasa terkejut dan sedikit kemarahan memenuhi hatinya. "Eh? Kau yang menyuruhnya?"
(To be Continued)