Chereads / Chronicles of the Crimson Prophecy / Chapter 32 - ARC 1, 32

Chapter 32 - ARC 1, 32

Setelah selesai memilih spesialisasi, seperti biasa para siswa pelatihan Akademi Acies melanjutkan proses belajar mereka. Kelas teori dan pelatihan fisik silih berganti mengisi hari-hari mereka. Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa hari hampir berakhir, dengan begitu kelas hari ini pun juga berakhir.

Sore itu di hari yang sama, Kai berjalan santai di alun-alun kota, menikmati udara segar setelah seharian bergelut dengan teori dan latihan yang biasa dilakukan. Matahari mulai condong ke barat, langit berubah warna menjadi oranye keemasan yang indah. Ia memutuskan untuk segera kembali ke penginapan sebelum malam benar-benar tiba.

Tiba-tiba, suara teriakan memecah kesunyian sore itu. Suara perempuan, tinggi dan penuh kepanikan, menggelegar dari arah pasar yang tak jauh dari tempatnya berada. Kai mengerutkan dahi, berhenti sejenak untuk mendengarkan. Teriakan itu terdengar semakin dekat, dicampur dengan suara gaduh orang-orang yang berlarian. Ada sesuatu yang tidak beres.

"Tuan, saya merasakan energi Mana yang sama seperti sebelumnya. Getarannya samar, namun saya yakin itu berasal dari sumber yang sama dengan serangan di gerbang Akademi beberapa waktu lalu," Solon, suara dalam pikiran Kai, memberitahunya dengan nada mendesak. Kai hampir terpeleset saat mendengarnya, segera menyeimbangkan tubuhnya.

"Apa?" Kai bergumam pelan, mencoba untuk tidak menunjukkan kepanikannya. "Iya, Tuan," jawab Solon, "tetapi energi Mana yang saya rasakan sekarang jauh lebih lemah daripada yang sebelumnya. Sepertinya mereka bukan kekuatan utama, melainkan hanya kaki tangan." Informasi itu sedikit meringankan beban di pikiran Kai, tetapi tidak sepenuhnya.

Sementara itu, Kai berada dalam kebimbangan. Di satu sisi, ia merasa terpanggil untuk mencari tahu sumber teriakan itu, yang mungkin merupakan tanda bahaya bagi orang-orang di sekitarnya. Namun, di sisi lain, matahari mulai tenggelam. Efek ramuan yang digunakannya untuk menyembunyikan mata dan taringnya hampir sepenuhnya memudar.

"Sial, aku ingin mencari tahu itu, tetapi efek ramuan itu hampir hilang," gumam Kai frustasi. "Bisa jadi itu bukan masalah besar, lagipula Hunter pasti akan mengatasinya, jadi mari coba abaikan untuk kali ini," batinnya mencoba meyakinkan diri sendiri. Ia melirik sekilas ke arah kerumunan yang masih panik, kemudian kembali menatap jalan menuju penginapannya.

"Ini benar-benar di luar dugaan, Tuan. Kupikir Anda akan mengejar mereka dan mencari tahu apa yang terjadi," kata Solon, suaranya terdengar sedikit kecewa. Ia memahami dilema Kai, tetapi tetap saja merasa sedikit kecewa karena Kai memilih untuk tidak bertindak.

"Itu benar, tetapi aku tidak bisa melakukan itu," jawab Kai, suaranya terdengar berat. Ia menghela napas panjang, menatap langit yang semakin gelap. Kenangan akan kejadian beberapa waktu lalu kembali menghantuinya.

Di sebuah gang sempit dan gelap,Kai menghirup udara dalam-dalam, dan sebuah aroma anyir menusuk hidungnya. Aroma darah, kental dan segar, menggelitik indra penciumannya. "Bau ini...!" Kai bergumam, suaranya hampir tak terdengar. Ia mengerutkan dahi, mencoba untuk menentukan sumber aroma tersebut. Di ujung gang, ia melihat sesosok tubuh yang tampak tergesa-gesa. Pria itu berpakaian hitam, napasnya tersengal-sengal, dan tangannya memegang sesuatu yang tampak seperti kain yang basah dan berwarna merah gelap. Aroma darah itu semakin kuat, berasal dari arah pria tersebut. Ia adalah bawahan Fred yang merupakan mata-mata yang dikirim oleh Alfred. Pria itu tampak tergesa-gesa, napasnya tersengal-sengal, dan tangannya memegang sesuatu yang tampak seperti kain yang basah dan berwarna merah gelap. Bau anyir darah memenuhi hidung Kai.

Pria itu tampak terkejut melihat Kai, dan matanya menyipit tajam, mengukur ancaman yang ada di depannya. "Oh? Apa ini, kupikir ini adalah Tuan Fred atau Yang Mulia karena ini bau yang sama dengan mereka," ujarnya dengan nada sarkastis, senyumnya menyeringai seolah ia menangkap permainan ini. "Tapi ternyata itu tidak benar ya." Ucapnya, ka tersenyum sinis.

Kai merasakan gelombang kemarahan yang membara saat melihat pria itu. "Kau, sialan! Bagaimana bisa vampir ada di sini...!" teriaknya, suaranya penuh kebencian. Ia menegakkan punggungnya, seketika gelang di tangan kirinya berubah menjadi pedang yang berada di genggaman tangan kanannya. Ia menatap tajam pria itu.

"Dasar manusia itu sangat tidak sabaran ya, padahal aku sudah mencoba sebisa mungkin untuk tidak membuat keributan," gerutu pria itu, nada suaranya berubah menjadi lebih serius. Ia mundur sedikit, menjaga jarak aman dari Kai yang sudah siap menyerang. "Hei, aku tidak mengerti kenapa bau Yang Mulia berada di tubuhmu, tetapi sepertinya kau melakukan kesalahan besar sekarang." Ia mengamati Kai dengan seksama, mencoba untuk memahami situasi yang sebenarnya.

Pria itu memperhatikan perubahan yang terjadi pada mata Kai. Warna merah menyala mulai muncul di iris matanya, menunjukkan bahwa efek ramuan penyamarannya mulai benar-benar memudar. Taringnya juga mulai menonjol dengan jelas. Ekspresi wajah pria itu berubah, "Oh, kurasa aku tahu," gumamnya, "Ini tidak sepenuhnya menjawab pertanyaanku, tetapi..." Ia terdiam sejenak, mencoba untuk mencerna informasi baru ini.

"Hei bung, aku tidak tau bagaimana kau melakukan sihir penyamaran itu tapi," pria itu menggaruk kepalanya. matanya masih menatap Kai dengan rasa penasaran. "Maaf saja jika kau ingin meminta mangsaku, aku tidak bisa membaginya." Ia mengangkat bahu, mencoba untuk bersikap santai.

Kai memperhatikan reaksi pria itu, dan ia menyadari bahwa penampilannya telah berubah. Ia merasakan gelombang amarah yang membara di dalam dirinya. "Sialan, kalian semua masih sama saja..." teriaknya, suaranya penuh dengan amarah dan kebencian. Dengan gerakan cepat, Kai mengarahkan tangannya ke arah pria itu, mengeluarkan sihir angin yang kuat. Angin berputar-putar di sekelilingnya, membentuk tornado kecil yang langsung menerjang pria itu.

Tornado angin yang Kai ciptakan menerjang pria itu dengan dahsyat, menghasilkan suara desisan dan benturan yang keras. Pria itu, walaupun terkejut, berhasil menangkis sebagian serangan dengan sihir pertahanan yang ia gunakan. "Hei, kenapa kau tiba-tiba menyerangku?!" teriaknya di sela-sela serangan angin, suaranya terdengar panik dan tak percaya. Ia tidak menyangka bahwa Kai akan menyerang dengan kekuatan sebesar itu.

Kai menghentikan serangan anginnya, memberikan kesempatan bagi pria itu untuk mengatur napas. Namun, itu hanyalah kesempatan sesaat. Dengan gerakan cepat dan tepat, ia menghunus pedangnya, menyerang pria itu dengan serangan cepat dan mematikan. Pedangnya menari-nari di udara, membentuk pola serangan yang rumit dan sulit diprediksi. "Diamlah, aku tidak ingin membuat keributan karena aku akan mengalahkanmu sekarang," ujar Kai, suaranya dingin dan tegas. Setiap ayunan pedangnya mengandung kekuatan yang luar biasa, menunjukkan keahlian bertarungnya yang mumpuni. Ia tidak akan memberikan kesempatan bagi pria itu untuk melarikan diri.

Pria itu, masih terhuyung-huyung dan napasnya tersengal-sengal akibat serangan angin sebelumnya, dengan sigap menggerakkan tangan kanannya. ang ia keluarkan untuk melakukan sihir ini. Dari ujung jari-jarinya, sejumlah darah segar menyembur keluar, bukan dari luka, tetapi seakan-akan keluar dari pori-pori kulitnya sendiri. Darah itu berkumpul di udara, berputar-putar membentuk pusaran kecil yang semakin lama semakin padat dan mengental. Warna merah pekat darah itu perlahan berubah menjadi merah tua yang hampir hitam, berkilat dengan aura yang dingin dan menyeramkan. Dengan kecepatan yang luar biasa, pusaran darah itu membentuk sebuah pedang yang panjang dan ramping, berdenyut dengan energi gelap yang kuat, ia segera menangkis serangan Kai.Suara benturan logam dan darah beradu menghasilkan dentuman yang menggema di gang sempit itu, menunjukkan kekuatan dahsyat dari kedua senjata tersebut.

"Aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba menyerangku!" Pria itu membentak, menggerakkan pedang darahnya untuk menangkis serangan Kai berikutnya. Serangannya cepat dan tepat, menunjukkan keahlian bertarung yang tak kalah mumpuni. Ia memanfaatkan pedang darahnya dengan lincah, menghindari serangan Kai sambil mencari celah untuk membalas.

Darah yang membentuk pedang itu berdenyut-denyut, menunjukkan energi yang terus dialirkan ke dalamnya. Ia menggunakan sihir vampir untuk memperkuat dan memperpanjang durasi pedang darahnya, mencoba untuk mengimbangi kekuatan Kai. Kai menangkis serangan balik pria itu dengan pedangnya, suara benturan logam beradu kembali menggema di gang sempit itu.

"Ah sialan, aku tidak tau kau dari faksi mana. Tapi sepertinya kau berniat serius bertarung denganku." Pria itu terkekeh, pedang darahnya berputar-putar di tangannya, menciptakan lingkaran cahaya merah yang menakutkan. "Baiklah, aku akan bersenang-senang denganmu bung." Pria itu menjawab dengan tenang, matanya berbinar dengan semangat juang. Ia mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh, menghalau serangan pria itu.

Di tengah pertarungan sengit antara Kai dan pria berpedang darah itu, tiba-tiba sebuah bayangan besar menghalangi sinar bulan. Sosok tinggi dan tegap, Fred, menyerbu masuk ke antara mereka. Gerakannya cepat dan tepat, seperti angin puyuh yang menerjang. Sebelum Kai atau pria itu menyadari, Fred sudah berada di antara mereka, menghalangi serangan pedang Kai yang hampir mengenai pria itu.

"Dasar, aku mencarimu kemana-mana, ternyata kau sedang di sini, Lacius." Fred berkata dengan suara rendah, tatapannya tajam tertuju pada pria yang sebelumnya bertarung dengan Kai. Ia melangkah maju, mendekati Lacius dengan langkah pasti. Aura kuat yang terpancar dari tubuhnya membuat Lacius sedikit gemetar. "Kau sudah membuat banyak masalah lagi." Fred menambahkan, nada suaranya sarat dengan ketidaksukaan.

"Oh, Tuan Fred. Bagaimana, apa urusanmu sudah selesai?" Lacius menjawab dengan nada sedikit gugup, mencoba untuk bersikap tenang di hadapan Fred. Ia menurunkan kepalanya, menunjukkan rasa hormat dan sedikit takut kepada Fred.

"Dasar, bagaimana dengan dirimu sendiri?" Fred menatap Lacius dengan tajam. padahal sudah kubilang untuk tidak membuat keributan." Fred menghela napas, tampak lelah menghadapi ulah Lacius.

"Untuk sekarang, kita kembali. Aku menemukan sesuatu yang membuatku penasaran, ada yang menarik perhatianku di organisasi para manusia itu, ayo kembali dan laporkan ini kepada Yang Mulia." Fred berkata, tatapannya masih tertuju pada Lacius, namun sebuah kilatan cahaya aneh melintas di matanya. Ia mengisyaratkan kepada Lacius untuk mengikutinya. "Kita harus segera kembali dan melaporkan ini."

Saat berbalik, mata Fred bertemu dengan mata Kai. Sebuah ekspresi terkejut terukir di wajah Fred. Yang didepannya ini adalah seseorang yang dia ikuti beberapa jam yang lalu, Kai juga terkejut. Ia merasakan aura yang familiar dari Fred, aura yang membuatnya merasa ngeri dan takut. Ingatan akan kejadian lima tahun lalu muncul di benaknya, ingatan akan serangan vampir ke desanya, serangan yang dipimpin oleh Alfred dan seorang vampir kuat lainnya. Ia menyadari bahwa Fred adalah vampir kuat yang pernah menyerang desanya itu. Wajahnya berubah menjadi tegang, tangannya dengan reflek meraih pegangan pedangnya.

Kai, didorong oleh amarah dan ingatan akan tragedi lima tahun lalu, menyerang Fred tanpa ragu-ragu. Namun, Fred, dengan kecepatan dan kekuatan yang tak kalah menakjubkan, dengan mudah menangkis serangan itu. Pedang Kai beradu dengan tangan Fred, yang terlihat sangat kuat dan kokoh. Suara benturan logam beradu menggema di udara malam, menunjukkan kekuatan dahsyat dari kedua petarung itu. Meskipun serangan Kai kuat, Fred menangkisnya dengan gerakan yang terlihat santai, tanpa sedikitpun menunjukkan tanda-tanda kesulitan. Setelah menangkis serangan itu, Fred menatap Kai dengan tatapan dingin dan mengancam. "Kebetulan kita bertemu di sini, ada hal yang ingin aku tanyakan padamu," kata Fred, suaranya dingin dan mengancam, menunjukkan kekuatan dan kepercayaan dirinya yang luar biasa. Ia menahan pedang Kai dengan satu tangan, sementara tangan lainnya tergantung longgar di samping tubuhnya, menunjukkan betapa santainya ia menghadapi serangan Kai.

Fred, sementara masih menahan pedang Kai dengan satu tangan, tiba-tiba mengerutkan kening. Ekspresinya berubah, dari tenang menjadi waspada. Ia merasakan sesuatu, sesuatu yang tidak terlihat tetapi sangat nyata. "Sialan, aku merasakan tikus-tikus itu berada di sekitar sini," Fred menggeram, suaranya rendah dan mengancam. "Seperti kata Yang Mulia, aku tidak bisa menyebabkan keributan di sini. Ini bukan tempat yang tepat untuk bertarung." Ia melepaskan pegangan pedang Kai, mundur selangkah untuk menjaga jarak aman.

"Kau beruntung untuk sekarang, aku tidak punya waktu untuk saat ini, tapi aku akan bertemu denganmu lagi, jadi sampai jumpa." Fred berkata, matanya menyapu sekeliling, ia bergegas pergi dari tempat itu. "Sampai jumpa lagi, bung." Lacius berkata, suaranya terdengar sedikit dingin dan sinis. Ia mengikuti Fred dan menghilang dari hadapannya Kai.

"Sialan, apa yang dilakukan bawahan Alfred di sini?" Kai menggerutu, suaranya tertahan oleh amarah dan kebingungan. Ia menyaksikan kepergian Fred dan Lacius dari kejauhan, perasaan curiga dan waspada memenuhi hatinya.

( To be continued)