Fred mengamati gerbang Akademi Acies dengan penuh kebingungan dan frustrasi. Penghalang energi itu tampak kokoh dan tak tergoyahkan. "Sial, bahkan perlindungan nya lebih kuat dibandingkan perlindungan yang ada di gerbang kota." bisiknya pada dirinya sendiri. Ia melangkah mundur sejenak, mencoba memikirkan rencana.
"Tidak ada pilihan lain, aku akan mengamati daerah lain, jika ditakdirkan bertemu dengan anak itu, maka kami akan bertemu lain kali." Dengan tekad baru, Fred memutuskan untuk menjelajahi area di sekitar Akademi, Ia berbalik dan mulai bergerak menjauh dari gerbang, matanya mengamati setiap detail di sekitarnya.
Sementara itu, di dalam Akademi, Kai merasa semakin gelisah. Ia duduk di bangku di ruang kelas. Ia menghela nafas panjang, berusaha memfokuskan pikirannya pada pelajaran yang akan datang. Ia melirik ke arah bangku kosong di depannya, tempat Seraphina biasanya duduk.
"Dia tidak ada di penginapan tadi jadi kupikir langsung datang ke sini," gumam Kai pelan, lebih kepada dirinya sendiri. "Yah, kurasa tidak ada hal apa pun yang terjadi," lanjutnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Tiba-tiba suara Claire terdengar. Ia mendekat, duduk di bangku di samping Kai, menatapnya dengan ekspresi yang sedikit khawatir. "Kau hari ini datang cukup terlambat, ya?" tanya Claire, suaranya lembut namun penuh perhatian. Ia memperhatikan ekspresi wajah Kai yang tampak tegang.
Kai terdiam sejenak, "Ya, begitulah," jawab Kai akhirnya. Ia menghela nafas, mencoba untuk merangkai kata-kata yang tepat. "Ada sesuatu yang membuatku tidak bisa bangun tepat waktu tadi pagi.
"Kenapa kau tidak bilang saja kalau terlambat bangun, Tuan?" Suara Solon tiba-tiba bergema di pikiran Kai, membuat Kai tersentak. Ia mengerutkan dahi, merasa sedikit kesal. "Diamlah," gerutu Kai, mencoba untuk mengabaikan Solon. "Sebaiknya kau hilangkan kebiasaan berbicara di pikiranku secara tiba-tiba itu." Ia melirik ke arah Claire yang masih memperhatikannya dengan penuh perhatian.
"Saya merasa harus berbicara dengan Tuan sekarang," lanjut Solon, suaranya terdengar lebih mendesak. "Beberapa menit yang lalu saya merasakan bentrokan Mana yang kuat di gerbang Akademi ini."
"Apa?" Kai tersentak, semua rasa gelisah dan ketidaknyamanan yang dialaminya sebelumnya kini menemukan penjelasannya. "Pantas saja aku merasa gelisah dari tadi. Ngomong-ngomong, bagaimana situasi sekarang? Apakah ada yang berhasil masuk?" Ia merasakan jantungnya berdebar kencang. Perasaan was-was yang dialaminya sebelumnya ternyata bukan hanya perasaan kosong.
"Untuk sekarang aman, Tuan," jawab Solon. Kai menghela napas panjang, merasakan campuran antara lega dan cemas. Ia mengusap wajahnya, merasa lelah dan kewalahan. Tiba-tiba, Claire menyentuh tangan Kai, matanya menunjukkan kekhawatiran. "Kai…?" suaranya terdengar lembut, namun ada nada ketakutan yang tersirat. Kai tersentak, "Eh? Ah, maaf," katanya, tersenyum canggung. "Sepertinya aku melamun. Tepat saat itu, pintu kelas terbuka dan Lilia, masuk ke ruangannya dan mulai menyapa para siswa pelatihan yang berada di kelas itu.
Claire, yang memperhatikan Kai dan Lilia, tersenyum tipis. "Sepertinya kau memiliki kebiasaan melamun, ya," katanya, suaranya lembut namun sedikit menggoda. "Nona Lilia sudah datang dari tadi, loh. Apa kau tidak menyadarinya?" Kai memperhatikan kedepan, ia melihat Lilia yang berada di depan kelas, "Oh iya kau benar."
Lilia, dengan tenang, berdiri di depan kelas. Rambut cokelat panjangnya berkilauan di bawah cahaya matahari yang masuk melalui jendela. Ia menatap setiap siswa satu per satu, matanya yang tajam dan berwibawa membuat beberapa siswa menunduk gugup. Suaranya, meskipun lembut, memiliki kekuatan yang mampu membuat seluruh ruangan menjadi sunyi.
"Seperti yang kalian ketahui," Lilia memulai, suaranya mengalun merdu namun tegas, "setiap Hunter harus memiliki spesialisasi. Kalian tidak akan menjadi petarung serba bisa. Keberhasilan sebagai Hunter bukan hanya ditentukan oleh kekuatan fisik semata, tetapi juga oleh strategi dan penguasaan kemampuan khusus. Oleh karena itu, pada tahap pelatihan ini, kalian akan memilih spesialisasi yang akan dikembangkan."
Ia menjentikkan jarinya, dan sebuah hologram tiga dimensi dari Alkimianmuncul di tengah ruangan. Hologram itu menampilkan tiga cabang utama spesialisasi Hunter:
______________________________________________
Alkemis : Spesialisasi ini menekankan pada pembuatan ramuan, bom, dan berbagai alat sihir. Alkemis membutuhkan ketelitian, pemahaman mendalam tentang berbagai bahan, dan kemampuan untuk meracik bahan-bahan tersebut menjadi senjata yang efektif. Hologram menampilkan berbagai ramuan berkilauan dan bom yang siap meledak.
Pertarungan Jarak dekat : Spesialisasi ini cocok bagi mereka yang memiliki kekuatan fisik luar biasa dan kemampuan bertarung tangan kosong yang mumpuni. Pelatihannya meliputi berbagai teknik bela diri, penggunaan senjata seperti pedang dan tombak, dan sebagainya.
Pertarungan jarak jauh : Spesialisasi ini cocok bagi mereka yang lebih menyukai pertarungan dari kejauhan. Pelatihannya meliputi penggunaan busur dan panah, sihir proyektil, dan berbagai teknik untuk mengendalikan jarak dan menghindari serangan lawan.
_______________________________________________
Lilia melanjutkan, "Pemilihan spesialisasi ini akan menentukan arah pelatihan kalian selanjutnya. Kalian akan menerima pelatihan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan spesialisasi yang kalian pilih. Pertimbangkan dengan matang, karena pilihan ini akan menentukan jalan kalian sebagai Hunter." Ia menatap siswa-siswa dengan tatapan serius. "Apakah ada pertanyaan?"
"Ini hanya merujuk ke Spesialisasi, untuk dasarnya, kalian akan diberikan di kelas yang akan mendatang." Suasana kelas masih hening. Semua siswa tampak serius memikirkan pilihan yang akan mereka ambil.
Lilia menyelesaikan penjelasannya tentang ketiga spesialisasi Hunter. Suasana kelas masih hening, setiap siswa tampak serius mempertimbangkan pilihan mereka. Tiba-tiba, Kai mengangkat tangannya. Gerakannya membuat beberapa siswa lain menoleh, menunggu penjelasannya.
"Spesialisasi ini… apa bisa dipilih lebih dari satu?" tanya Kai, suaranya terdengar sedikit ragu. Pertanyaannya langsung menarik perhatian semua siswa. Beberapa dari mereka tampak terkejut, sementara yang lain tampak penasaran.
Lilia tersenyum tipis, matanya yang tajam mengamati reaksi siswa-siswa. "Pertanyaan yang bagus," katanya. "Memang, ada beberapa siswa yang memiliki bakat dan potensi di lebih dari satu bidang. Namun, memilih lebih dari satu spesialisasi akan membutuhkan usaha dan dedikasi yang jauh lebih besar."
Ia menjentikkan jarinya, dan hologram di tengah ruangan berubah. Tampilan baru menunjukkan jalur-jalur spesialisasi yang saling terhubung, menunjukkan kemungkinan kombinasi. "Memilih dua spesialisasi, misalnya Alkemis dan Pertarungan Jarak Dekat, akan memungkinkan kalian untuk menciptakan senjata dan taktik yang unik. Namun, kalian harus siap untuk bekerja lebih keras dan menguasai dua bidang yang berbeda."
Suasana kelas masih ramai, siswa-siswa berdiskusi tentang pilihan spesialisasi mereka. Kai, yang masih mempertimbangkan pilihannya, mengangkat tangannya lagi. Kali ini, suaranya lebih tegas dan yakin. "Kalau tiga spesialisasi?" tanya Kai, matanya menatap Lilia dengan penuh harap. Pertanyaan itu langsung membuat kelas kembali hening. Semua siswa menoleh ke arah Kai, menunggu jawaban Lilia.
Lilia tersenyum tipis, matanya yang tajam mengamati Kai. "Itu mustahil, saat ini para petinggi Hunter hanya mengizinkan maksimal dua spesialisasi," jawab Lilia dengan nada yang tegas, namun tetap lembut. "Sistem pelatihan kita belum siap untuk menangani siswa dengan tiga spesialisasi. Membutuhkan sumber daya dan pengawasan yang jauh lebih besar."
Di dalam hatinya, Kai bergumam pelan, "Yah, kurasa itu sudah cukup." Senyum tipis terukir di bibirnya saat ini.Lilia melanjutkan penjelasannya, memberikan detail lebih lanjut tentang proses pemilihan spesialisasi dan pelatihan selanjutnya. "Jika tidak ada pertanyaan lagi," kata Lilia, suaranya lembut namun tegas. Seketika itu juga, sejumlah kertas kecil yang terbuat dari bahan seperti kulit, namun terasa ringan dan lentur, terbang melayang dari sebuah kotak kecil di meja Lilia. Dengan presisi yang menakjubkan, masing-masing kertas tersebut melayang menuju hadapan setiap siswa pelatihan, menghindari satu sama lain dengan gerakan yang anggun. Kertas-kertas itu bercahaya redup dengan kilauan lembut, menunjukkan sentuhan sihir alkemis yang halus.
"Silakan isi minat spesialisasi kalian masing-masing di kertas tersebut," lanjut Lilia, menunjuk pada kertas-kertas yang sudah berada di hadapan siswa. "Tuliskan dengan jelas spesialisasi yang kalian pilih, dan serahkan kepada saya setelah selesai."
Kai, setelah mempertimbangkan dengan matang, mengambil pena dan mulai menulis di kertas yang ada di hadapannya. Ia tersenyum tipis, sebuah senyum yang menunjukkan tekad dan keyakinan. Dengan tulisan yang rapi dan tegas, ia menuliskan Alkemis dan Pertarungan jarak dekat di kertas itu.
"Yah, tentu saja aku akan memilih dua spesialisasi ini," gumam Kai pelan, suaranya hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Ia melipat kertas tersebut dengan rapi, kemudian menyerahkannya kepada Lilia yang sedang mengumpulkan kertas-kertas dari siswa lain. Setelah menyerahkan kertas pilihan spesialisasinya, Kai menoleh ke arah Claire yang duduk di sebelahnya. Ia melihat Claire sedang tersenyum, tampaknya sudah selesai mengisi kertas pilihannya.Kau sudah menentukan spesialisasi-mu, Claire?" tanya Kai, suaranya lembut.
Claire mengangguk, matanya berbinar. "Ya, aku berniat ingin mempelajari Alkemis lebih dalam," jawabnya, suaranya penuh semangat. melirik ke arah Kai, senyumnya semakin lebar. "Bagaimana denganmu, Kai?"
"Ah, aku memilih pertarungan jarak dekat dan Alkemis," jawabnya, suaranya terdengar sedikit bangga. Claire terkejut sejenak, kemudian tersenyum. "Oh, aku sudah menduganya," katanya, suaranya terdengar sedikit terkejut. "Tapi tidak kusangka kau tertarik dengan Alkemis." Tanya Claire heran. Kai tertawa kecil. "Yah, ada hal yang ingin aku pelajari di sana," jawabnya, suaranya sedikit misterius. Ia tidak menjelaskan lebih detail tentang alasannya memilih Alkemis, menyimpannya sebagai rahasia kecil untuk dirinya sendiri.
Setelah semua siswa menyerahkan kertas pilihan mereka, Lilia tersenyum puas. Ia mengamati tumpukan kertas di hadapannya, seakan-akan membaca isi hati setiap siswa yang telah membuat pilihannya.
Lilia mengangkat kepalanya, matanya yang tajam menyapu seluruh ruangan. "Baiklah," katanya, suaranya mengalun lembut namun berwibawa. "Sekarang, kalian semua telah memilih spesialisasi yang akan kalian kembangkan."
Ia menatap siswa-siswa dengan tatapan penuh arti. "Untuk sekarang, sampai di sini saja," Lilia melanjutkan, suaranya masih lembut namun mengandung wibawa yang tak terbantahkan. "Kalian boleh beristirahat untuk kelas selanjutnya." Lilia berdiri tegak, dengan langkah anggun dan tenang, ia berjalan menuju pintu kelas.
( To be Continued)