Setelah daging rusa selesai dipotong, Kai lanjut mencuci daging itu. Disisi lain Claire dan Lilie menyiapkan bumbu dan beberapa potongan sayur, Claire dengan lincah mengupas bawang putih, jari-jarinya bergerak cepat dan terampil – menciptakan aroma yang menggugah selera. "Wah, Kakak hebat sekali! Aku bahkan tidak bisa mengupas bawang putih secepat itu," puji Lilie, sambil dengan hati-hati memotong wortel menjadi potongan-potongan kecil yang rapi.
"Ini hal yang biasa kok, justru Lilie yang sangat hebat. Kamu kelihatan terbiasa memasak ya," kata Claire, tersenyum ramah sambil mengamati Lilie yang memotong wortel dengan teliti. "Aku memang sering membantu di dapur penginapan," jawab Lilie sambil tersenyum malu-malu. "Tapi biasanya aku hanya membantu pekerjaan-pekerjaan kecil, seperti mencuci sayuran atau menyiapkan bumbu. Memotong wortel seperti ini pun masih terasa sedikit sulit bagiku." Ia menambahkan dengan nada sedikit ragu.
Claire tersenyum, dan melanjutkan mengerjakan bumbu yang lain. Kai, yang sudah selesai mencuci dan memotong daging, mendekati mereka, "Dagingnya sudah ku potong dan sudah ku cuci. Apa selanjutnya yang perlu kulakukan?" Ia bertanya sambil meletakkan daging yang telah dipotong rapi di atas talenan, siap untuk diolah lebih lanjut.
Claire tersenyum, memeriksa potongan daging yang telah dipotong rapi oleh Kai. "Hmm~ Rapi dan bersih, kau seperti ahli dalam hal ini, Kai. Potongan-potongan dagingnya sangat presisi dan ukurannya seragam. Apakah kau sering berburu?" tanyanya, jari-jarinya masih menyentuh potongan daging itu dengan lembut, seolah-olah sedang memeriksa teksturnya.
Kai tersenyum tipis, "Bisa dibilang begitu. Ketika kecil aku sering berburu." Ia menjawab dengan nada yang santai, namun matanya mengamati Claire dengan cermat. Ini tidak bohong, dulu Kai sering berburu di hutan desa lamanya, dia masih ingat betapa menyenangkannya menjelajahi hutan yang rimbun itu bersama teman-temannya. Mereka berlarian di antara pepohonan, mencari jejak hewan-hewan kecil, dan merasakan sensasi kebebasan yang luar biasa. Suara burung-burung yang berkicau, aroma tanah yang basah setelah hujan, dan hembusan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya, semua itu masih terukir jelas dalam ingatannya.
Kai menghela nafas pelan, mencoba untuk mengusir kenangan masa lalu yang tiba-tiba muncul. "Oh ya, apa yang kau akan lakukan dengan daging ini, Claire?" tanyanya, berusaha mengalihkan pikirannya. "Hmm, ntahlah, aku kepikiran untuk membuat sup. Bagaimana?" jawab Claire, sambil memikirkan berbagai kemungkinan olahan daging rusa tersebut. "Sup rusa dengan tambahan sayuran dan rempah-rempah pilihan, pasti akan terasa sangat lezat." Ia menambahkan dengan semangat, "Atau mungkin kita bisa memanggangnya?"
"Itu terdengar enak," kata Kai, Ia tersenyum, merasa sedikit lega karena berhasil mengalihkan pembicaraan. "Aku akan membantumu menyiapkan semuanya," tambahnya. "Aku juga akan membantu!" seru Lilie dengan semangat.
Di sisi lain, Seraphina yang baru saja bangun dari tidurnya, menguap kecil sambil menggosok matanya yang masih sayu. Rambutnya yang panjang dan terurai di atas bantal. Aroma rempah-rempah yang harum tercium hingga ke kamarnya. "Apa ini? Dari dapur,? Lilie sedang memasak ya... Sepertinya aku tidur terlalu lama." Ia beranjak dari tempat tidur, merentangkan tubuhnya yang masih terasa lemas, dan berjalan menuju dapur dengan langkah yang agak gontai. Rasa penasaran dan aroma masakan yang menggugah selera mendorongnya untuk segera melihat apa yang sedang terjadi di dapur. Ia membayangkan hidangan lezat apa yang sedang Lilie siapkan, dan berharap bisa ikut mencicipinya.
Saat sampai di dapur, Seraphina tertegun sejenak. Ia tidak hanya melihat Lilie, tetapi juga Kai dan Claire yang sedang sibuk mempersiapkan bahan-bahan masakan. Potongan-potongan daging yang tampak segar tertata rapi di atas talenan, bersebelahan dengan aneka sayuran dan rempah-rempah.
"Oh, kau sudah bangun?" sapa Kai, senyum tipis terukir di bibirnya. "Kak Seraphina! Selamat siang, tidak biasanya Kakak bangun jam segini ya?" seru Lilie, menghentikan kegiatan mencuci sayurannya.
"Yah, ada hal yang tidak bisa membuatku tidur semalam," jawab Seraphina, tersenyum sedikit canggung. Ia melirik sekilas ke arah Kai, yang sedang memalingkan wajahnya.
"Nona Seraphina?!" Claire berseru, terkejut melihat Seraphina muncul di dapur. Ia hampir menjatuhkan panci yang sedang dipegangnya. "Apa yang terjadi? Kau terlihat terkejut sekali," kata Seraphina, sedikit bingung. "Aku hanya tidak menyangka akan bertemu anda di sini." Jawab Claire.
"Oh kau, Claire, benar? Tidak perlu seformal itu, haha kita satu kelas bukan? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Seraphina, menatap sekeliling dapur yang ramai. Aroma masakan yang sedap memenuhi ruangan.
"Tidak-tidak, mana mungkin saya bersikap tidak sopan dengan anda." Jawabnya tersenyum tipis, "Ah, aku tidak sengaja bertemu Kai di hutan tadi pagi," Claire menjelaskan, "Dia mengajakku untuk memasak daging ini." Ia tersenyum.
"Hutan? Daging?" Seraphina mengerutkan kening, rasa penasarannya semakin besar. Kai, yang mendengar percakapan mereka, menatap Seraphina dengan ekspresi yang sulit diartikan – sebuah campuran antara kekhawatiran dan sedikit keraguan. Ia meletakkan pisau yang dipegangnya, lalu berkata dengan tenang, "Aku akan menjelaskan itu, nanti." Ia memberikan Seraphina sebuah senyuman kecil, mencoba untuk meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja.
"Ya? Karena sepertinya semua hampir selesai," jawab Claire, "Mungkin sekarang tinggal mempersiapkan alat makannya? Atau, anda bisa membantu menata meja makan?" Ia menunjuk ke arah meja makan yang masih kosong. "Tentu," jawab Seraphina, "Aku akan membantu."
Seraphina dengan cekatan mengambil piring-piring dari lemari, menatanya dengan rapi di atas meja. Claire menyiapkan sendok, garpu, dan pisau, sementara Lilie menambahkan beberapa hiasan kecil berupa bunga liar yang dipetiknya dari kebun. Kai, setelah memastikan sup ya sudah masak, menuangkannya ke dalam mangkuk-mangkuk yang telah disiapkan. Aroma rempah-rempah yang kaya dan harum memenuhi ruangan.
Dalam waktu singkat, meja makan sudah tertata dengan sempurna, dan hidangan segera disajikan. Mereka berkumpul di meja makan penginapan itu, ketika tiba-tiba pintu penginapan terbuka. Seorang wanita berambut cokelat memasuki penginapan, itu adalah Lilia.
"Aku kembali," desahnya, "Huh, dasar Glaen sialan, kenapa memberiku pekerjaan di hari libur." Ia melemparkan tasnya ke kursi terdekat. "Kakak!" seru Lilie, bangkit dari kursinya. Mata Lilie berbinar gembira.
"Oh Lilie, kakak pulang. Maaf ya, aku telat. Apa kau baik-baik saja?" Lilia memeluk adiknya sebentar, sebelum memperhatikan orang-orang lain di meja makan.
"Ung, baik-baik saja. Apalagi Kak Seraphina juga menginap di sini beberapa hari ini!" jawab Lilie dengan semangat, menunjuk ke arah Seraphina. "Seraphina di sini?" Lilia tampak terkejut, tatapannya beralih ke Seraphina, dan kemudian matanya melebar saat melihat Kai yang duduk di meja makan. Ekspresi terkejutnya semakin dalam.
"Selamat datang, Nona Lilia," sapa Seraphina dengan tenang, senyum tipis menghiasi bibirnya. Ia mengamati interaksi antara Lilia dan Kai dengan penuh minat. "Oi, Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya, suaranya terdengar heran dan sedikit curiga.
"Seraphina bilang aku boleh tinggal di sini untuk sementara," jawab Kai, suaranya tenang namun sedikit tegang. Ia menatap Lilia dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Kenapa Kakak membentak Kai seperti itu?!" tanya Lilie, sedikit membela Kai.
"Kakak tidak membentaknya, Lilie. Jangan terlalu akrab dengan dia—," Lilia menggantung kalimatnya, menatap Kai dengan pandangan yang sulit diartikan, campuran kekhawatiran dan ketidaksukaan. "Kenapa? Kai orangnya baik kok!" Lilie membela Kai, suaranya sedikit meninggi karena merasa tidak adil. Ia menatap Lilia dengan tatapan penuh pertanyaan. Lilia menghela nafas, kemudian dia memeluk adiknya itu, "Baiklah, Kakak memang tidak bisa menang darimu," Lilia menghela napas, mencoba meredakan ketegangan. "Apa kau barusan selesai memasak? Wanginya harum sekali." Ia mencium aroma masakan dengan puas.
"Iya, Kai, Kak Claire dan Kak Seraphina juga membantu!" jawab Lilie dengan bangga. Lilia tiba-tiba melihat Claire, mata Claire melebar karena terkejut. Ia terkesiap, suaranya sedikit terbata-bata. "N… N… Nona Lilia?!"
Lilia tersenyum tipis, pandangannya menilai-nilai Claire. "Yo, kau murid baru Akademi kan? Aku pernah melihatmu dikelas kemarinn."
"Benar, nama saya Claire," jawab Claire, suaranya sedikit gemetar karena gugup di hadapan Lilia. Ia menunduk sedikit, menunjukkan rasa hormat. Ia masih tidak menyangka dengan ini, Kai tinggal disini bersama Seraphina dan Lilia seorang Hunter terkenal itu.
"Aku akan mengizinkan Kakak makan kalau Kakak tidak mencurigai Kai lagi," kata Lilie, menyilangkan tangannya di depan dada. Ia menatap Lilia dengan tatapan tajam, menunjukkan bahwa ia serius. "Baiklah, baiklah. Jadi, apa Kakak boleh ikutan makan juga?" tanya Lilia, tersenyum tipis. Ia tahu bahwa ia kalah dalam perdebatan ini. "Ung!" Lilie mengangguk dengan semangat, senyumnya merekah.
Mereka pun akhirnya makan bersama. Suasana makan siang yang awalnya tegang kini berubah menjadi hangat dan penuh canda. Lilie dengan riang menceritakan banyak hal kepada Lilia, sementara Lilia mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali tertawa kecil mendengar keluhan adiknya. Seraphina makan dengan tenang, sesekali menyela obrolan Lilie dengan komentar-komentar singkat namun cerdas. Claire, yang masih sedikit gugup, makan dengan sopan, sesekali melirik Lilia dengan rasa hormat. Kai mengamati mereka semua sembari tersenyum tipis, ia memakan sup itu, "Yah kurasa ini tidak buruk." Gumamnya. Aroma sup rusa yang harum dan cita rasanya yang lezat, sedikit demi sedikit mencairkan suasana tegang di antara mereka.
Setelah menghabiskan makanan, percakapan mengalir lebih lancar. Lilie menceritakan lelucon-lelucon konyol yang membuat semua orang tertawa lepas. Waktu berlalu begitu cepat. Sinar matahari sore mulai menerobos jendela penginapan, menandai berakhirnya hari yang panjang dan penuh dengan kejadian tak terduga. Mereka menghabiskan sisa sore itu dengan bermain kartu dan bercerita, suasana akrab dan hangat meliputi mereka semua, menghilangkan semua ketegangan yang sempat terjadi sebelumnya.
"Terima kasih atas makanannya, kalau begitu saya pamit," kata Claire dengan hormat, menunduk sedikit."Tidak-tidak, seharusnya aku yang mengucapkan terima kasih. Senang bertemu denganmu, Claire," jawab Seraphina, tersenyum ramah.
"Sampai jumpa besok," kata Kai, melambaikan tangan. "Ya, sampai jumpa besok," jawab Claire, tersenyum sebelum akhirnya meninggalkan penginapan.
Setelah Claire pergi, suasana di penginapan kembali menjadi lebih tenang. Lilie membantu membersihkan sisa-sisa makananan. Kai juga ikut membantu sementara Seraphina dan Lilia duduk berdampingan di dekat perapian, menikmati kehangatan api dan suasana senja.
"Apa Glaen yang menyuruhnya tinggal di sini?" tanya Lilia, suaranya sedikit curiga. Seraphina mengangguk. "Oh? Ya, Komandan Glaen bilang dia bisa tinggal di sini untuk sementara waktu," jawab Seraphina, suaranya tenang. Ia tampak mengerti mengapa Lilia bertanya demikian.
Lilia menghela napas. "Dasar dia itu, aku akan menagih penginapannya nanti," katanya, tersenyum tipis. Ia memperhatikan Kai yang tampak telah selesai membantu Lilie membereskan meja makan.
Suasana hening sejenak, hanya diiringi suara gemerisik api di perapian. Kemudian, Lilia bangkit dari kursinya, "Kurasa aku aku harus istirahat sekarang, dan akan bolos kerja besok. Sampaikan itu kepada Glaen." Kemudian, Lilia bangkit dari kursinya, langkahnya tenang namun tegas. Ia berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Seraphina dan Kai di ruang tamu. Seraphina mengamati kepergian Lilia, sebuah ekspresi yang sulit diartikan terukir di wajahnya. "Baik, Nona Lilia." Jawab Seraphina sopan. Seraphina mengamati kepergian Lilia, sebuah ekspresi yang sulit diartikan terukir di wajahnya. Ia melirik Kai, lalu kembali menatap api di perapian, seolah merenungkan sesuatu.
( To be continued)