Chereads / Chronicles of the Crimson Prophecy / Chapter 17 - ARC 1, 17

Chapter 17 - ARC 1, 17

Pedang sihir itu, yang awalnya tampak seperti senjata yang menakutkan, kini telah berubah menjadi aksesori yang indah dan praktis. Kai tersenyum puas, ia telah menemukan senjata yang sempurna, yang tidak hanya kuat tetapi juga fleksibel dan mudah digunakan.

"Oh ya, ngomong-ngomong, bagaimana cara mengubahnya menjadi pedang kembali?" tanya Kai, rasa ingin tahunya kembali muncul. Ia memandang gelang di pergelangan tangannya, "Oh? Cukup alirkan saja mana-mu ke gelang itu," jawab Kael dengan senyum percaya diri. "Fokuskan pikiranmu pada bentuk yang ingin kau ambil, dan biarkan mana-mu mengalir."

Kai mengangguk, berusaha memahami instruksi itu. Ia menarik napas dalam-dalam, menutup matanya sejenak untuk memusatkan pikirannya. Ia merasakan aliran mana di dalam dirinya, sebuah energi yang mengalir seperti aliran sungai yang tak terputus. Tiba-tiba, dia merasakan tangan seseorang menempel di punggung tangannya. Kai membuka matanya dan melihat Kael menatapnya dengan ekspresi serius, sedikit khawatir. "Tapi kurasa kau lakukan ini lain kali saja, karena ruangan ini akan tertutup sebentar lagi," kata Kael, suaranya tegas.

"Oh?" Kai mengerutkan kening, sedikit bingung dengan sikap Kael yang tiba-tiba berubah. Ia masih terpaku di tempat, tangannya masih menggenggam erat gelang yang berisi pedang sihir. Kael sudah berjalan keluar dari ruangan itu, punggungnya tegak dan langkahnya cepat. "Cepat keluar dari sana bocah, atau kau tetap mau disana?" tanyanya tanpa menoleh, suaranya terdengar sedikit dingin.

Kai tersentak. Ia langsung bereaksi, menyingkirkan rasa bingungnya dan berlari mengejar Kael. Ia keluar dari ruangan itu, dan mereka berdua berlari menuju koridor yang terpapar terang oleh cahaya matahari pagi.

Tiba-tiba, sebuah suara lembut terdengar dari belakang mereka. "Ayah, selamat pagi," sapa seorang gadis muda, suaranya sedikit serak karena mengantuk. Kai dan Kael berhenti berjalan dan menoleh ke belakang. Mereka melihat seorang gadis dengan ramatanya masih setengah tertutup, menguap kecil. Ia mengenakan gaun panjang berwarna biru muda, yang membuat penampilannya terlihat anggun dan menawan.

"Oh? Kau yang kemarin, kalau tidak salah namamu Kai kan? Apa yang kau lakukan dengan ayah tadi?" tanya gadis itu, matanya kini sudah terbuka sepenuhnya, menatap Kai dengan rasa ingin tahu.

"Oh itu..." Kai hendak menjawab, namun perkataannya dipotong oleh Kael. "Tidak terlalu penting kok, hanya integorasi sedikit," jawab Kael dengan nada datar, matanya menatap tajam ke arah Thalia."Ngomong-ngomong, apa kau sudah meminum yang ayah berikan kemarin?"

"Aku belum merasakannya," jawab Thalia, "Ya lagipula persediaannya masih banyak kan? Ayah terlalu terburu-buru mencarinya sampai-sampai dideteksi oleh artefak Itu."

"Eh? Ternyata yang bikin keributan kemarin itu..." Tanya Kai, matanya melebar, Kael menghela nafas, "Huh, itu karena aura yang ku tutupi dengan sihir jadi melemah," jawabnya, nada suaranya sedikit tertekan, Kai hanya menanggapi dengan tatapan tajam. "Kenapaa kau menatapku tajam seperti itu? Aku hanya keluar untuk membeli sesuatu." Ujar Kael, Kai hanya merespon dengan menaikan alisnya.

"Oh ya kau tidak kembali? Katanya kau lagi diawasi kan? Apa mereka tidak panik kau menghilang semalaman?" tanya Kael mengalihkan pembicaraan, nada bicaranya sedikit mengejek.

Kai tersentak sejenak, ia seketika teringat perkataannya dengan Seraphina terakhir kali, dan dia tidak kembali ke penginapan semalamanan, "Oh, aku melupakan ini." Ia menggaruk kepalanya, merasa sedikit gugup. "Kurasa aku harus kembali sekarang." Ucapnya berlari ke arah pintu keluar, "Tunggu, Oi aku tidak tau kau benar-benar bodoh atau bagaimana? Apa kau serius mau keluar dengan tampilan itu sekarang?" Kael berteriak, suaranya terdengar sedikit jengkel.

Kai berhenti berlari dan menoleh ke belakang, bingung. "Tampilan apa?" tanyanya, sontak dia teringat efek dari ramuan yang menyembunyikan mata dan taringnya sudah hilang sekarang. Ia meraba wajahnya.

Kael menghela nafas, kemudian dia mendekati Kai, ia memejamkan matanya dan mengangkat tangannya ke arah Kai, sebuah mantra keluar dari mulutnya, "Disguise." Sebuah cahaya putih melingkupi tubuh Kai, dan dalam sekejap, penampilannya berubah kembali seperti sebelum ia menemui Kael.

"Yah aku hanya bisa melakukan ini sementara, setidaknya sampai kau bertemu dengan pengawasmu itu." Kael tersenyum tipis, "Dan juga, aku tertarik dengan mu, anak muda. Kau tidak tahu cara menggunakan sihir, kebetulan aku ahli soal ini. Cara penggunaan sihir manusia dan vampir itu berbeda, jadi para Hunter itu tidak bisa membantumu dalam bidang sihir."

Kai terdiam sejenak, mencerna kata-kata Kael. Ia tidak menyangka bahwa Kael akan mengajarkannya sihir. "Kau serius?" tanya Kai, "Kau mau mengajariku sihir?" Matanya melebar tak percaya. "Ya, kenapa tidak?" jawab Kael, "Aku punya banyak waktu luang. Dan, aku rasa kau akan menjadi murid yang menarik." Ia tersenyum tipis, "Tentu saja ini tidak gratis, kau harus memberi tahuku cara membuat ramuan yang kau gunakan itu." Kael tersenyum tipis.

"Yah tidak masalah, lagipula aku juga berniat mempelajari itu." Jawab Kai. "Kalau begitu, kesepakatan kita berlaku ya,Kau bisa datang kesini kapanpun, untuk tandanya hanya perlu melihat plang yang ada di luar bangunan ini."

Kai mengangguk setuju, dan berpamitan pada Kael dan Thalia. Ia berlari menuju pintu keluar, dan melihat keatas lalu melihat plang yang ada di atas pintu itu, di plang itu terlihat gambar seperti botol ramuan herbal. "Baiklah, aku akan mengingatnya," Gumam Kai. Dia berjalan menjauhi bangunan itu, dan berjalan di alun-alun kota.

"Oh ya, kalau tidak salah. Seraphina kemarin menyuruh ku untuk langsung ke penginapan kan?" Kai menggaruk kepalanya, mencoba mengingat dengan pasti. Seingatnya, dia berkata begitu. Tapi, apakah ada pesan lain yang dia sampaikan? "Apa reaksinya setelah ini, apa dia akan mengomeliku atau memaharahiku? Yah, jawaban itu akan segera muncul sebentar lagi." Gumam Kai, dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Apapun yang terjadi, aku harus bersiap menghadapi konsekuensinya." Lanjutnya sembari berjalan.

Di penginapan, terlihat Seraphina yang menunggu Kai kembali, ia terlihat cemas, matanya terus-menerus melirik pintu masuk. Sesekali ia menggigit bibir bawahnya, seakan menahan kekhawatiran yang menggerogoti hatinya.

"Kai dimana kau sekarang.." Seraphina berbisik lirih, suaranya bergetar menahan kepanikan. "Terdapat laporan bahwa ada 2 vampir kelas atas yang berada di alun-alun kota semalam, dan Kai belum pulang saat itu.." Matanya berkaca-kaca, bayangan ketakutan terlukis jelas di wajahnya. Apakah Kai terlibat dalam insiden itu? Apakah dia terluka?

Seraphina bangkit dari duduknya, langkahnya gontai menuju pintu. Dia harus mencari Kai, memastikan keamanannya. Dia tidak bisa tinggal diam, menunggu kabar buruk. Namun, sebelum tangannya meraih kenop pintu, suara yang familiar terdengar dari balik pintu. "Seraphina, aku sudah kembali." Kai berdiri di ambang pintu, senyum tipis menghiasi bibirnya. Seraphina terkesiap, matanya membulat tak percaya. "Kai? Kau... Kau dari mana saja??"

Kai mengalihkan pandangannya sembari menggaruk pipinya, "Ah maaf, aku barusan dari..." Belum selesai Kai melanjutkan perkataannya, dia berhenti sejenak karena melihat reaksi dari Seraphina. Matanya yang berwarna keemasan tampak sedikit sayu, dengan sedikit warna merah di kelopak matanya, seolah dia baru saja menangis. Ekspresinya sulit diartikan, antara sedih dan sedikit kesal. Bibirnya sedikit mengerucut, seolah menahan kata-kata.

Kai sudah menduga Seraphina akan mengomeli atau memarahinya, tapi reaksi yang dikeluarkan Seraphina sekarang bukanlah marah ataupun kesal karena seseorang yang diawasinya menghilang, itu adalah ekspresi dari orang yang mengkhawatirkannya.

Dia tersenyum tipis, "Maafkan aku." Ucapnya singkat. Bibir Seraphina terangkat membentuk senyuman tipis, tetapi tidak mencapai matanya. "Ngomong-ngomong aku boleh masuk kan?"

Seraphina menatap Kai tajam sejenak, kemudian mengerutkan keningnya. "Kau tidak seharusnya pergi tanpa memberi tahu aku," katanya, suaranya sedikit dingin. "Tapi, ya, masuklah." Seraphina membuka pintu sedikit lebih lebar, mengizinkan Kai masuk.

Kai melangkah masuk, matanya menyapu ruangan penginapan yang sederhana namun nyaman. Seraphina mengikutinya, lalu menutup pintu di belakangnya. Mereka berdua berjalan menuju sebuah meja kayu yang terletak di dekat jendela, di mana dua kursi empuk sudah tersedia. Kai menarik salah satu kursi, lalu duduk dengan tenang. Seraphina duduk di kursi satunya, matanya masih tertuju pada Kai.

"Semalam ada laporan kalau ada 2 vampir kelas tinggi di alun-alun kota." Seraphina mengerutkan keningnya, matanya menatap tajam ke arah Kai. "Awalnya aku menerima laporan dari komandan hanya satu, dan kebetulan kau tidak pulang ke penginapan semalam, apa itu ada hubungannya denganmu?" Suaranya sedikit meninggi, menandakan rasa curiga yang semakin besar.

"Apakah yang dimaksud itu kejadian semalam itu ya? Haruskah aku berbohong kepada Seraphina, tidak. Aku harus melakukan itu, aku belum bisa percaya penuh kepadanya saat ini." Kai menghela napas, matanya beralih ke jendela, seolah mencari jawaban di luar sana. Kemudian menatap Seraphina seolah menyuruhnya melihat matanya saat ini. "Kurasa aku hanya sedikit tersesat?" Katanya kemudian dia tiba-tiba teringat kalau ia mengatakan sudah hafal rute pulang ke penginapan, mukanya memerah sejenak lalu iapun mengalihkan pandangannya.

Seraphina tersenyum lega, kemudian dia menopang dagu nya dengan tangan kemudian menatap tajam Kai, "Yah, sepertinya itu benar. Penampilan aslimu juga tidak terlihat saat ini. "Seraphina mengerutkan keningnya, matanya menyipit, mengamati perubahan yang terjadi pada Kai. "Oh, sekarang terlihat." Mata kai berubah menjadi merah menyala, dan taringnya mulai muncul, menandakan efek dari ramuannya telah berakhir.

(To be continued)