Chapter 7 - ARC 1, 07

Glaen mengamati Kai sejenak, menilai kesungguhan dalam tatapan pemuda itu. Sudut bibirnya sedikit tertarik ke atas, sebuah senyum tipis yang sulit diartikan. "Kau beruntung, bocah," katanya, lalu berdeham. "Aku akan membantumu. Terutama karena identitas mu, dengan ini sepertinya kau membutuhkan pengawasan. Seraphina lebih tepat untuk itu."

"Kau sudah boleh masuk Seraphina," kata Glaen, suaranya tenang namun tegas.

Setelah mendengar perintah Glaen, Seraphina melangkah masuk dengan langkah pasti, matanya mengamati ruangan dan Kai secara bergantian. Namun, langkahnya terhenti. Ia terkesiap, tatapannya terpaku pada Glaen. Wajah Glaen tampak berbeda; kulitnya pucat pasi, mata merah menyala seperti bara api, dan terlihat taring di mulutnya saat ini. Aura yang biasanya tenang dan berwibawa kini digantikan oleh aura misterius dan sedikit menyeramkan.

"Komandan," Seraphina bersuara, suaranya terdengar sedikit terkejut, "Ada apa dengan penampilanmu?" Ia tanpa sadar mengambil ancang-ancang, tangannya bergerak sedikit ke arah pistol yang berada di sakunya.

Glaen tersenyum tipis, "Kau terkejut kan sebenarnya..." katanya, suaranya terdengar sedikit serak. Ia mengangkat tangannya, membuat gerakan seolah-olah hendak menjelaskan sesuatu. Namun, sebelum Glaen dapat melanjutkan, Lilia tiba-tiba memotong pembicaraan.

"Orang ini mencoba ramuan penyamaran," Lilia menjelaskan dengan tenang, namun suaranya dipenuhi dengan nada sedikit cemas. Ia menunjuk Glaen dengan dagunya. "Oleh karena itulah dia seperti vampir saat ini. Tapi ini adalah Glaen yang biasanya." Lilia mengambil langkah maju, berusaha menenangkan suasana.

Lilia melirik Kai, lalu kembali ke Glaen, seolah-olah memberi isyarat agar Glaen menjelaskan lebih lanjut. Gerakan tangan Lilia yang terampil menunjukkan bahwa dia siap untuk ikut campur jika situasi semakin memburuk.

Glaen menggeram pelan, "Yah, aku malas menjelaskan ini. Tapi coba kau melihat anak itu?" Gerakan tangannya yang cepat menunjuk ke arah Kai, seolah-olah ingin mengalihkan perhatian.

Pandangan Seraphina beralih ke arah Kai. Ia mengerutkan kening, matanya mengamati Kai dengan seksama, mengamati Kai dari atas ke bawah, langkahnya mendekat sedikit.

"Eh?" Seraphina bersuara, suaranya sedikit meninggi karena terkejut. Ia menunjuk ke arah mata Kai. "Kai, ini perasaan ku saja atau matamu memang berubah? Terus bagaimana dengan taringmu?" Ia mendekat lagi, mencoba memeriksa mata Kai lebih dekat. Gerakan tangannya sangat hati-hati, menunjukkan bahwa ia sedang mencari perubahan yang sangat kecil. "Jangan bilang ini.."

Glaen menaikan alisnya kemudian melirik Lilia, "Karena ramuan itu, ya walaupun hasilnya tidak terlalu baik." Jelas Glaen.

Lilia melipat tangannya di depan dada, menatap Glaen dengan ekspresi sedikit kesal namun juga ada sedikit simpati. Ia menggelengkan kepala pelan. "Itu sudah lebih dari sempurna ya," katanya, suaranya terdengar sedikit sinis. Ia melangkah maju selangkah, jaraknya tetap terjaga dari Glaen. "Kau menyuruhku untuk membuat ramuan penyamaran vampir, bukan ramuan pengubah ras." Ia menekankan kata 'vampir' dan 'ras' dengan suara yang lebih keras, menunjukkan ketidakpuasannya terhadap hasil ramuan tersebut.

"Baiklah mari kembali ke topik utama, Kai mulai saat ini akan bersekolah di Akademi Acies, tentu saja itu bisa karena wewenangku sebagai komandan Hunter kota Narnia. Karena kita tidak tau kapan anak ini akan mengamuk jadi, Seraphina. Aku serahkan pengawasannya padamu."

"Karena kita tidak tau kapan anak ini akan mengamuk jadi, Seraphina. Aku serahkan pengawasannya padamu." Glaen menunjuk Seraphina dengan jari telunjuknya.

Glaen terkekeh, suara rendah yang bergema di ruangan. Ia mengacungkan tangannya, menepis kekhawatiran Seraphina. "Itu akan ditugaskan ke Asher dan Zeyn. Kau murid di Acies sekarang, jangan keasikan bolos." Ia mengedipkan mata dengan nakal, sorot mata merahnya berkilat jahil.

Seraphina menghela napas pendek, mengangguk pelan. "Huh, baiklah. Perintah diterima." katanya, sambil melirik Kai sekilas.

Glaen mengangguk singkat, "Bagus," jawabnya, suaranya datar, "Jika kalian tidak ada pertanyaan lagi, kalian bisa pergi sekarang."

Kai, yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua, menatap Glaen dengan tatapan tajam dan mengangkat tangannya seolah ingin bertanya,"Kalau aku boleh bertanya, penampilan ini akan bertahan berapa lama?" Tanyanya penasaran.

"Ramuan itu hanya bertahan selama 12 jam, simple nya. Jika kamu menggunakan ramuan itu di pagi hari, maka kau akan kembali penampilanmu sebelumnya ketika sore hari"

"Eh jadi aku akan berpenampilan seperti ini selama 12 jam kedepan?"

"Itu salahmu Glaen. Anggap saja hukuman karena sempat merendahkan ramuanku."

Lilia, dengan senyum mengembang di wajahnya, menjawab dengan santai, "Ramuan itu hanya bertahan selama 12 jam, simple nya. Jika kamu menggunakan ramuan itu di pagi hari, maka kau akan kembali penampilanmu sebelumnya ketika sore hari." Ia memainkan ujung rambutnya sambil berbicara, menunjukkan sikapnya yang tenang dan percaya diri.

Glaen, yang tadinya tampak tenang, tiba-tiba terlihat panik. Ia menepuk dahinya dengan telapak tangannya, "Eh jadi aku akan berpenampilan seperti ini selama 12 jam kedepan?" Ia terlihat gusar, menggerakkan tangannya dengan gelisah. Ia melirik ke arah Lilia, menunjukkan ekspresi wajah yang tidak senang.

Lilia tertawa kecil, suaranya riang. "Itu salahmu Glaen. Anggap saja hukuman karena sempat merendahkan ramuanku," katanya, sambil menunjuk-nunjuk Glaen dengan jari telunjuknya. Ia menggelengkan kepala, menunjukkan rasa puas karena berhasil mengerjai Glaen. Gerakannya lincah dan penuh semangat.

Lilia mengabaikan Glaen yang masih terlihat panik, tersenyum cerah ke arah Kai. Ia merogoh-rogoh tasnya yang cukup besar, mengeluarkan tiga botol kecil yang tampak berisi cairan berwarna berbeda-beda. Sambil mendekati Kai, ia memberikan botol-botol itu. "Kurasa kau membutuhkan ramuan ini untuk penampilanmu, berjaga-jaga jika ramuan Glaen mulai memudar. Jika sudah sedikit, kau bisa menjengukku di Kelas Alkemis di Acies." Ia menyodorkan botol-botol itu dengan senyum ramah, menunjukkan keramahannya.

Kai menerima botol-botol itu dengan hati-hati, matanya tertuju pada botol-botol tersebut. "Kau juga siswa di Acies?" Tanyanya penasaran.

Lilia mengangguk, "Ah sebenarnya aku itu pengajar di ke—" Ia terhenti sejenak, tersenyum tipis seolah menahan tawa.

Glaen, dengan ekspresi wajah yang sedikit kesal, memotong pembicaraan Lilia. Ia melangkah maju, menempatkan tangannya di pinggang. "Meskipun Lilia itu terlihat seperti 18 tahun, tapi sebenarnya umurnya sudah hampir 3 dasawarsa," ujarnya, suaranya terdengar sedikit meledek.

"Diam, kau juga umurmu sudah lebih dari 1/4 abad!" Lilia menjawab cepat, matanya menyala dengan tantangan. Ia mengangkat alisnya, memberi Glaen tatapan tajam seolah ingin menunjukkan bahwa ia tidak takut dengan ejekannya.

Kai, yang menyaksikan pertikaian kecil itu, tersenyum geli, ia seketika teringat kenangan lama dimana ayah dan ibunya juga sering beradu mulut seperti yang dilakukan oleh Glaen dan Lilia sekarang.

"Hah dasar, lilia itu sangat sensitif kalau membahas umur." Gumam Glaen kesal, kemudian menatap Kai, "Jadi, apa masih ada yang ingin kau tanyakan?"

Kai menggelengkan kepalanya, memberitahu bahwa dia sudah tidak memiliki pertanyaan lagi kali ini. Ia tersenyum kecil, menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Lilia dan Glaen.

Glaen mengangguk, menatap Seraphina. "Baiklah, sepertinya tidak ada pertanyaan lagi. Seraphina, kau tolong antarkan bocah ini ke Akademi Acies. Itu sudah tugasmu sebagai pengawasnya sekarang."

Seraphina, yang sedari tadi memperhatikan, mengangguk patuh. "Baik, Komandan. Kalau begitu, kami permisi," katanya, lalu membungkuk hormat kepada Glaen dan Lilia sebelum berbalik dan berjalan menuju pintu keluar, dengan Kai mengikutinya di belakang.

Setelah keluar dari ruangan Glaen, Kai masih mengikuti Seraphina dari belakang. Seraphina berhenti di ambang pintu, menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Gerakannya tampak menenangkan, sangat berbeda dengan aura tegang yang terpancar darinya beberapa saat yang lalu. Ia berbalik menghadap Kai, senyum lembut menghiasi wajahnya. Perubahan sikapnya yang drastis membuat Kai terkesiap. Baru saja ia melihat Seraphina yang tegas dan dingin, kini ia dihadapkan dengan Seraphina yang hangat dan ramah.

"Jadi Kai, bagaimana kalau kita lihat-lihat Akademi Acies terlebih dahulu?" tanya Seraphina, suaranya lembut dan ramah, jauh berbeda dari nada bicaranya sebelumnya. Ia mengulurkan tangannya, menawarkan bantuan kepada Kai. "Aku akan memandu kamu berkeliling." Gerakannya halus dan anggun, menunjukkan sisi kepribadiannya yang berbeda dari yang terlihat sebelumnya. Kai, masih sedikit linglung, mengangguk pelan, mencoba mencerna perubahan sikap Seraphina yang begitu drastis.

(To be continued)