Beberapa jam sebelumnya, Lilia seperti biasa mendapatkan permintaan dari Glaen melalui surat yang dibawa oleh bawahannya, surat yang dibawa tersebut berisi, "Temui aku di markas Hunter hari ini, sekalian bawakan ramuan itu."
'Ramuan itu' pikiran Lilia langsung tertuju kepada ramuan yang diminta oleh Glaen beberapa minggu yang lalu. Dari permintaannya, ramuan ini bisa mengubah penampilan seseorang, jadi ramuan ini sangat cocok untuk menyamar dan masuk ke markas para vampir itu.
Lilia langsung memasuki laboratorium miliknya kemudian mengambil ramuan yang dipesan oleh Glaen. Segera dia memasukan ramuan itu ke dalam tasnya dan segera pergi ke Markas Hunter.
Tak lama kemudian, Lilia tiba di markas Hunter. Ia melangkah tegap menuju ruangan Glaen, namun terhenti saat melihat Seraphina berdiri di depan pintu.
"Seraphina, Glaen ada di dalam? Ia memintaku membawa ramuan ini," kata Lilia, sambil menunjukkan botol ramuan dalam tasnya. Seraphina mengangguk, namun raut wajahnya serius. "Komandan ada di dalam, Nona Lilia, tapi sepertinya Anda harus menunggu sebentar. Ia sedang menemui tamu spesial hari ini."
Lilia menggigit bibir bawahnya, ragu-ragu. Ia melirik ke arah botol ramuan di tasnya, lalu kembali menatap Seraphina.
"Kurasa ini bukanlah ide yang bagus, Seraphina. Menyamar sebagai komplotan vampir itu terlalu beresiko. Kalian bisa langsung dibunuh jika ketahuan," ucap Lilia, penuh kekhawatiran. Ia mengelus pelan botol ramuan di tasnya, seolah-olah ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Seraphina tersenyum tipis, "Sepertinya misi itu akan diundur, Nona Lilia. Komandan barusan menyiapkan rencana yang lebih bagus daripada menyusup ke wilayah para vampir." Ia menaikkan alisnya, seolah-olah sedang menunggu reaksi Lilia.
Lilia tampak kebingungan. "Apa maksudnya?" Ia mengerutkan kening, mencoba memahami maksud Seraphina.
"Bagaimana kalau Anda lihat sendiri? Hanya mengintip tidak apa-apa, kan?" Seraphina menunjuk ke arah pintu ruangan Glaen dengan dagunya, sambil menahan senyum.
Lilia mencoba membuka sedikit pintu ruangan Glaen, saat ini terlihat Kai yang hampir kehilangan kesadarannya sedang berkelahi dengan Glaen, dia pun berusaha masuk ke dalam namun Seraphina menahannya.
"Apa yang kau lakukan disini, kenapa tidak membantu Glaen?" Bentak Lilia khawatir.
"Tidak apa-apa, Komandan bisa mengatasi ini. Anda hanya perlu melihatnya saja." Bentak Lilia. Wajahnya memerah, tangannya mengepal erat. Ia berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Seraphina, namun Seraphina menahannya dengan kuat.
"Tidak apa-apa, Komandan bisa mengatasi ini. Anda hanya perlu melihatnya saja," kata Seraphina, suaranya tenang namun tegas. Ia menatap Lilia dengan tatapan yang penuh arti, seolah-olah ingin menyampaikan sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata.
"Tapi..." Lilia masih khawatir, dia ingin menemui Glaen tetapi tidak bisa, karena Seraphina pasti akan menahannya. Sesuai arahan Seraphina dia hanya melihat dari balik pintu ruangan, namun jika ada hal yang berbahaya mau tidak mau dia harus masuk ke ruangan Glaen saat itu juga.
"Baiklah, pertama-tama kita harus menyamarkan mata dan taringmu ini." Glaen tersenyum tipis, "Aku tau kau sudah datang Lilia." Ucapnya dengan suara lantang.
Pertarungan itu akhirnya selesai, Lilia masih tidak paham apa yang dilihatnya saat ini. Ketika selesai berbicara dia sedikit kaget karena Glaen sudah tau bahwa dia sudah datang .
"Aku sudah menduga sesuatu akan terjadi ketika kau meminta untuk membuat ini, tapi aku tidak menyangka kau mengajak seorang vampir Hybrid untuk bergabung menjadi Hunter." Lilia berkata, suaranya terdengar sedikit heran, namun tetap tenang. Ia melirik sekilas ke arah Kai, matanya menunjukkan sedikit rasa was-was.
Glaen terkekeh pelan, menggerakkan cerutunya di antara jarinya. "Kau terlalu lugu, Lilia. Dunia ini jauh lebih rumit daripada yang kau bayangkan. Kadang, kita perlu bekerja sama dengan musuh untuk mengalahkan musuh yang lebih besar." Ia menatap Kai dengan tatapan yang penuh makna, seolah-olah sedang menilai seberapa besar potensi yang dimiliki oleh vampir Hybrid tersebut. "Lagipula, dia memiliki kemampuan yang sangat berguna bagi kita."
Lilia menghela nafas, kemudian merogoh tas yang dibawanya lalu mengeluarkan ramuan yang diminta oleh Glaen. "Aku sudah membawakan permintaanmu Glaen, " dia memberikan botol itu kepada Glaen lalu Glaen menerimanya.
Glaen menerima botol itu dengan satu tangan, jarinya menyentuh permukaan kaca botol dengan lembut. Ia mengamati botol itu sejenak, cahaya redup memantul di matanya yang tajam. Seulas senyum tipis muncul di bibirnya. "Bagus sekali, Lilia. Aku percaya kau pasti bisa membuat ini," katanya, suaranya terdengar memuji namun juga menyimpan misteri. Ia memutar botol ramuan di antara jari-jarinya, lalu memberikannya kepada Kai, "Ini teteskan di mata dan kumur-kumur menggunakan mulut mu, maka matamu akan berubah dan taring mu akan menyusut ke dalam gusi gigimu."
Lilia langsung berseru, "Tunggu! Kau ingin memberikan ramuan itu kepada anak ini? Asal kau tahu, itu ramuan penyamaran, bukan transformasi total! Aku tidak yakin itu akan bekerja pada anak itu!" Ia melangkah maju, mencoba untuk mengambil kembali botol ramuan tersebut, namun Glaen menghindar dengan cepat. Ia mengangkat tangannya, menahan Lilia agar tidak mendekat.
Glaen menyeringai, "Tidak ada salahnya mencoba, bukan? Intinya sama-sama mengubah penampilan." Ia mengangkat bahu, menunjukkan sikap acuh tak acuh. Ia menatap Kai dengan tatapan yang penuh perhitungan.
Lilia menggertakkan giginya, "Hah, terserah kau saja. Asal jangan protes apapun setelah ini!" Ia menghela napas panjang, menunjukkan rasa frustrasinya. Ia mengusap wajahnya dengan telapak tangan, menunjukkan kelelahannya menghadapi Glaen yang keras kepala. Ia menggelengkan kepalanya, menyerah untuk mencampuri rencana Glaen.
Glaen mengabaikan protes Lilia. Dengan senyum licik, ia kembali mengulurkan botol ramuan kepada Kai.
Kai menerima ramuan itu, dia mengerutkan kening, matanya masih dipenuhi keraguan. Ia menatap botol ramuan itu dengan curiga, kemudian melirik Glaen. Seolah bisa membaca pikiran Kai, Glaen menghela nafas kemudian mengambil kembali ramuan itu di tangan Kai.
"Lihat ini," Glaen membuka botol ramuan itu, kemudian meneteskan beberapa tetes ke matanya sendiri. Ia menggerakkan tangannya, meneteskan cairan itu ke mulutnya, dan berkumur-kumur dengan cepat. Seketika, matanya berubah menjadi merah menyala, dan di antara giginya yang putih muncul taring palsu yang tajam, mirip dengan taring vampir asli.
Kai tercengang, matanya membulat tak percaya. Ia menatap Glaen dengan pandangan yang penuh kekaguman dan sedikit rasa takut. "Bagaimana...?" Ia terbata-bata, takjub dengan perubahan yang terjadi begitu cepat.
"Ini hanya efek sementara," kata Glaen, sambil tersenyum puas. "Ramuan ini akan hilang setelah beberapa jam. Sekarang, kau siap untuk bergabung dengan mereka." Ia mengulurkan botol ramuan itu kepada Kai, menawarkannya dengan tatapan yang penuh keyakinan.
Kai mengikuti instruksi Glaen dengan hati-hati, meneteskan ramuan itu ke matanya dan berkumur dengan cairan tersebut. Sensasi dingin yang menusuk langsung menyergapnya, berbeda dari apa pun yang pernah ia rasakan sebelumnya. Ia menunggu, mengamati perubahan yang terjadi pada tubuhnya dengan penuh ketegangan.
Namun, tidak semua berjalan sesuai harapan. Taringnya memang menyusut, menghilang di balik gusi, tetapi perubahan itu tidak sempurna. Warna matanya berubah, ya, menjadi merah kekuningan, namun warnanya tidak seragam. Ada bercak-bercak merah tua yang masih terlihat di antara warna merah kekuningan yang baru.
"Apakah berhasil? Aku merasa taringku menyusut," kata Kai, menggerakkan lidahnya untuk memastikan. Harapan dan sedikit ketakutan terpancar dari matanya. Ia berharap ramuan itu berhasil menyembunyikan mata dan taringnya.
Glaen mengamati Kai dengan tatapan tajam. "Taringmu memang berhasil, tapi matamu... tidak sempurna. Meskipun warna mata merah langka pada manusia, ciri khas vampir di matamu masih sedikit terlihat. Tidak sepenuhnya berhasil." Glaen memegang dagunya, "Tidak biasanya kau gagal dalam Alkimia, Lilia."
Lilia menghela napas panjang, "Itu karena kau memintaku membuat ramuan itu untuk menyusup ke wilayah vampir! Ramuan penyamaran, bukan ramuan untuk mengubah spesies. Kau mengharapkan keajaiban instan? Kalau tidak berhasil, coba kau lihat dirimu sendiri, Glaen. Kau lebih terlihat seperti vampir daripada Kai sebelumnya! Lihatlah matamu yang merah menyala itu! Kau terlalu berlebihan!" Lilia menunjuk ke arah mata Glaen dengan jari telunjuknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kesal.
Glaen hanya menanggapi dengan senyum tipis, menunjukkan kepercayaan dirinya yang tinggi. Ia mengabaikan protes Lilia sepenuhnya, seolah-olah perkataan Lilia tidak berarti apa-apa baginya. Tatapannya kembali tertuju pada Kai, menunjukkan fokusnya yang penuh pada rencana yang telah ia tetapkan. "Ya, menurutku itu tidak buruk," katanya, suaranya terdengar tenang dan yakin. "Manusia memang jarang memiliki mata merah, tapi itu bukan berarti tidak ada yang memiliki itu, kan?" Ucapnya dengan tegas dan penuh keyakinan.
"Jadi, apa yang harus kulakukan supaya bisa bergabung dengan Hunter?" Tanya Kai dengan mengalihkan topik pembicaraan.
Glaen menjawab dengan santai, "Oh, untuk itu, kau harus sekolah dulu."
Kai mengerutkan kening, "Apa?" Ia tidak mengerti maksud Glaen. Sekolah? Apa hubungannya sekolah dengan bergabung dengan Hunter? Ia merasa ada yang tidak beres.
Glaen tersenyum, tatapannya tampak penuh arti. "Ya, sekolah. Kau harus belajar banyak hal sebelum bisa bergabung dengan Hunter. Mereka tidak sembarangan menerima anggota baru. Kau harus memiliki pengetahuan, keahlian, dan strategi yang mumpuni. Kau harus bisa menganalisis situasi, merencanakan strategi, dan mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Semua itu tidak bisa didapatkan dengan mudah. Kau harus belajar, berlatih, dan mengasah kemampuanmu. Terutama kau tidak punya kemampuan dasar dari bertarung." kata Glaen, suaranya terdengar datar namun dengan sedikit nada sindiran. Ia mengamati Kai dari atas ke bawah, menilai kemampuan bertarungnya yang masih sangat minim, ini terlihat dari pertarungan sebelumnya.
( To be continued )