"Kak Moana, kenapa kita di lapangan terbuka? Terlebih lagi jauh dari pemukiman warga," Rael merasakan firasat buruk akan segera menimpanya.
"Karena tidak akan ada orang yang terganggu jika terjadi sesuatu di sini," Moana mengeluarkan tongkat sihir miliknya. Hawa dingin memenuhi dirinya saat ini. Auranya jauh lebih mengerikan ketika mengenakan seragam penyihir tersebut ditambah topi sihir yang menutupi matanya.
"Anggap saja aku kurang puas dengan pertempuran tadi. Bertarunglah melawanku," seru Moana mengarahkan tongkat sihir ke arah Rael.
Firasat Rael benar, pada akhirnya dia yang menghindari kelas duel sihir kini harus menghadapi penyihir tingkat khusus bernama Arika Moana yang mampu membekukan segalanya.
"Bagaimana aku mengalahkan dirinya?" guman Rael melihat energi sihir yang sangat besar terpancar dari dalam diri Moana.
"Kelas latihan dimulai," ucap Moana dengan wajah dinginnya menatap ke arah Rael.
Moana benar-benar melancarkan aura membunuh yang sangat kuat. Dia mengerahkan banyak sekali kristal es ke arah Rael. Puluhan lingkaran sihir tercipta di langit. Untuk sekarang, Moana adalah salah satu penyihir yang hampir menyaingi kekuatan penyihir terkuat di era sekarang.
Rael memasang sihir pelindung dan menghindari berbagai serangan kristal ea milik Moana. Namun perlahan bongkahan es yang diciptakan semakin besar. Rael harus memperpendek jaraknya dengan Moana. Pertarungan jarak jauh sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk memenangkan pertempuran ini. Setidaknya ia harus selamat dari serangan bertubi-tubi dari Moana.
"Begitukah cara penyihir bertarung menurutmu?" tanya Moana yang menciptakan berbagai tembok es secara acak di sekitarnya. Udara semakin dingin dan rerumputan mulai membeku. Kini keberadaan Moana sepenuhnya tertutupi oleh tembok es yang sangat banyak.
Rael mencoba untuk memutar ke arah kiri mencari titik buta Moana dengan kecepatan tinggi. Ia bermanuver dengan sihir angin untuk bergerak tanpa menimbulkan suara.
Tetapi semuanya sudah diketahui oleh Moana sejak awal. Bongkahan es yang sangat besar ditembakkan ke arah pergerakan dari celah antaran dinding es. Rael berhasil menghindar meskipun harus terjatuh.
"Berdiri, Rael. Kau akan mati jika terjatuh di dalam pertempuran nyata," seru Moana dengan suara bergema. Rael kesulitan mendeteksi keberadaannya karena terlalu banyak bongkahan es yang memancarkan energi sihir. Tetapi Moana dapat mengetahui keberadaan dirinya tanpa melihat secara langsung. Es miliknya sudah seperti mata bagi Moana. Segala balok es yang memancarkan energi sihir ini mampu mendeteksi keberadaan Rael.
Perbedaan kekuatan yang sangat besar di antara mereka berdua. Sejak awal Moana hanya berdiri tanpa berpindah tempat sama sekali. Itu menunjukkan betapa yakinnya dia bahwa Rael tidak akan mampu melukainya. Matanya selalu tertutup untuk melihat keberadaan Rael melalui bongkahan es ciptaannya. Area tersebut sudah menjadi teritori miliknya.
Rael menembakkan beberapa bola api untuk menghancurkan tembok es tersebut satu per satu. Tapi Moana mampu menciptakan lebih banyak sambil menembakkan hujan kristal es dari atas. Rael tidak bisa mendekati Moana dalam kondisi seperti ini. Dia berlari mundur sambil menghindari serangan milik Moana. Tapi perempuan itu tidak membiarkannya kabur dengan menghalanginya menggunakan tembok-tembok es.
Tanpa sadar Rael sudah jatuh ke dalam perangkap yang membuat tanah di bawahnya muncul retakan kristal es yang semakin menjulang tinggi. Tubuhnya terperangkap dan kedinginan di dalam kristal es tersebut.
"Apa hanya segini saja kemampuanmu? Apa kau benar-benar tidak mampu mengejar kemampuanku walau sedikit saja?" Moana merasa kecewa karena pertarungan ini akan segera berakhir.
Tembakan gelombang beku yang kuat menuju ke arah Rael. Tapi Rael masih belum menyerah. Ia memanaskan diri untuk melelehkan kristal es yang menjebaknya. Akhirnya ia mengeluarkan pedang dari sihir ruang untuk menyerap tembakan tersebut. Pedangnya tidak kuat menahan serangan tersebut hingga membeku seutuhnya lalu pecah. Tapi itu sudah cukup baginya untuk menyelamatkan diri.
Dari ketinggian tersebut, Rael menemukan lokasi Moana berada. Ia sudah menduganya kalau Moana tidak akan berpindah tempat selama pertarungan ini. Karena bagi Moana, sihir adalah wujud nyata dari kemampuan serangan dan pertahanan terbaik. Karena itu dia tidak membutuhkan kemampuan yang digunakan oleh orang lemah, yaitu menghindar. Selama dia mampu menahan serangan tersebut, Moana tidak perlu berpindah tempat agar dapat bertarung secara elegan.
"Dasar penyihir yang membuatku iri. Kau bisa melakukan segalanya dengan mudah hanya dengan berdiri di sana," semangat Rael mulai membara.
Datang 4 bongkahan es raksasa ditembakkan ke arah Rael. Dia mengambil rantai sihir yang pernah ia pakai sewaktu penjelajahan dungeon di lembah Phuerin. Rantainya menyala karena dipenuhi api. Rael melompat untuk menghindari salah satu bongkahan es yang datang ke arahnya. Rantai sihir tersebut mengikat bongkahan es tersebut dengan kuat. Tapi bongkahan es tersebut tidak hancur karena panas dari rantai sihir tersebut.
"Itu sudah cukup," di atas udara, Rael menarik bongkahan es tersebut dengan bantuan sihir angin untuk terbang ke langit. Dilempar balik bongkahan es tersebut dengan rantai miliknya ke arah Moana.
Perempuan itu terkejut karena Rael mampu melakukan hal seperti itu. Moana menghancurkan bongkahan es tersebut dengan mudah. Ledakan besar terjadi di langit secara tiba-tiba. Kabut tebal menutupi langit seolah-olah sedang mendung cuacanya.
Akhirnya Moana menyadari rencana Rael kali ini. Dia tahu bahwa daratan sudah menjadi teritori yang dapat dilihat segalanya oleh Moana. Karena itu dia mencoba menyerang dari langit. Dirinya tidak tahu keberadaan Rael sekarang. Berbeda dengan Rael yang sudah hafal lokasi Moana berada. Rael sepenuhnya menghilangkan energi sihirnya agar tidak dapat dilacak. Moana memutuskan untuk menembak secara sembarang ke arah kabut tersebut. Moana memfokuskan matanya untuk mencari keberadaan Rael di langit. Tidak ada sihir yang terdeteksi. Kabut tersebut perlahan menghilang, sesuatu muncul dari sana. Moana langsung menembak Rael dengan cepat. Sayangnya itu hanyalah boneka. Moana terkejut bukan main, Moana kembali menutup mata dan mencari keberadaan Rael di sekitarnya. Tapi semua sudsh terlambat.
Dinding pertahanan terakhir Moana baru saja dihancurkan oleh Rael dari belakang menggunakan sihir api. Laki-laki tersebut mampu menembus pertahanan Moana yang sangat kuat.
"Kak Moana daritadi menggunakan penglihatan batin untuk beresonansi dengan sihir es di sekitar, bukan? Itu artinya kak Moana hanya mampu mendeteksiku ketika menutup mata!"
Moana tersenyum dengan senang. Dia tidak menyangka anak tersebut mampu melampaui ekspektasinya. Sejak awal Rael memilih untuk menganalisa pola serangan dan kemampuan Moana terlebih dahulu. Dia membiarkan Moana menyerang Rael secara terus-menerus. Begitu terdapat celah ditemukan, dia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Bagi Rael, dalam pertempuran tidak ada kemenangan tanpa sebuah kesalahan. Setiap pertarungan selalu memiliki celah sekecil apa pun itu.
Seperti prinsip yang dipegang oleh Rael. Bahkan dirinya juga melakukan suatu kesalahan. Di antara mereka berdua, kecepatan merapal sihir tetap dipegang oleh Arika Moana.
Bola energi es ditembakkan dan meledak mengenai Rael sebelum ia dapat menyelesaikan rapalan mantranya. Rael terpental cukup jauh karena ledakan tersebut. Bahkan tangannya mati rasa karena terlalu dingin. Ia mulai kesulitan bernafas karena udara dingin menusuk paru-parunya.
Pertarungan masih belum berakhir. Dengan tatapan dinginnya Moana menembakkan gelombang es yang jauh lebih besar mengarah ke Rael. Ia bertahan sekuat tenaga dengan sihir pertahanannya. Belum ada 5 detik, perisainya langsung pecah. Tetapi Rael memperbarui pertahanannya langsung. Dia bertahan sambil terus memperbarui sihir perisainya. Gelombang es tersebut tiada hentinya menerjang ke arah Rael. Tanpa ampun Moana masih menambahkan beberapa kristal es siap untuk ditembakkan. Serangan tambahan itu tidak akan bisa ditahan oleh Rael.
Dalam kurang dari satu detik, kristal-kristal itu akan mengenai tubuh Rael. Rael harus memperbesar sihir perisainya tapi tidak bisa. Di saat genting seperti itulah, Rael yang awalnya memaksakan diri untuk membuat perisai lebih besar malah berakhir menciptakan bola hitam yang sangat tidak stabil. Itu adalah anti-sihir yang meledak dan melenyapkan segala sihir serangan milik Moana. Kekuatan yang sangat besar membuat Rael terpental ke belakang.
Rael meringkup kesakitan karena anti-sihir tersebut. Tongkat sihirnya lagi-lagi rusak karena anti-sihir miliknya. Moana bahkan terkejut oleh kekuatan besar tersebut. Tangannya seolah-olah tersetrum saat sihirnya dilenyapkan.
Untuk pertama kalinya Moana melihat kekuatan misterius yang disebut sebagai anti-sihir. Moana tidak dapat mendeskripsikan apa yang ia lihat sebagai sihir. Itu adalah kekuatan yang sangat berbeda. Moana terdiam melihat Rael yang kehilangan banyak tenaga akibat pertarungan tersebut.
"Latihannya berakhir di sini," seru Moana mulai membereskan kekacauan di sekitar akibat sihir es miliknya. Sementara itu Rael hanya memperhatikan Moana yang menghilangkan semua es secara perlahan, mengembalikan kondisi rerumputan hijau dalam keadaan semula.
"Aku menantikan, hasil penelitianmu," ucap Moana.
[Before the Endworld]
Moana teringat ketika ia pertama kali mencari kandidat penyihir yang cocok untuk tim baru di guild Alpha. Dari sekian banyak penyihir yang hebat, lembaran data kandidat terakhir adalah laki-laki tersebut. Tidak ada kemampuan yang menonjol dari diri anak tersebut dibandingkan kandidat lain sebelumnya. Moana penasaran kenapa anak sepertinya berhasil lolos sebagai salah satu kandidat yang cocok bagi guild Alpha. Moana memutuskan untuk mengobservasi langsung para kandidat di akademi sambil menyamar sebagai salah satu murid.
Semua kandidat memiliki kemampuan yang hebat dan keunikan masing-masing. Melalui duel sihir ia menilai masing-masing kandidat yang ikut bertarung. Tapi hanya Rael yang tidak ia lihat dalam kelas tersebut, padahal dia yakin Rael juga mengikuti kelas duel sihir itu.
"Pasti dia membolos di ruang penelitian pribadi miliknya," pikir Moana.
Moana mendengar dari beberapa dosen bahwa Rael adalah salah satu murid dengan nilai terbaik di angkatan tahun ini. Sayangnya kemampuan sihirnya biasa saja. Balik lagi dengan faktor bakat sihir masing-masing orang.
Pintu terbuka menunjukkan ruang penelitian Rael yang berantakan. Moana tidak berhak mengomentari hal tersebut karena dia juga melakukan hal yang sama jika di rumah.
Perhatian Moana tertuju kepada lingkaran sihir yang sangat besar tertutup oleh kertas-kertas yang berserakan di lantai. Belum pernah ia melihat lingkaran sihir sekompleks itu. Rasa penasaran mendorong Moana untuk memeriksa ruangan tersebut untuk mencari tahu apa yang sedang ia teliti.
Di saat orang lain membuat karya tulis mengenai sihir keahliannya, anak ini berencans untuk mengembangkan sihir orisinal miliknya sendiri dari awal dalam waktu satu tahun sebelum sidang dimulai. Perencanaan yang sangat gegabah, tetapi dari hasil yang ia lihat di ruangan tersebut, progresnya sudah hampir selesai dalam kurang dari satu tahun saja. Anak itu memberi nama Anti-Sihir, kemampuan untuk merobek realita dunia Arcadian menuju dimensi yang tidak diketahui. Terdengar seperti angan-angan belaka. Moana baru sadar Rael ada di ruangan itu sedari tadi. Dia tertidur di pojok ruangan dengan tumpukan buku.
Hal itu membuat rasa penasaran yang semakin tinggi sehingga Moana dengan sengaja menyalin lingkaran sihir ciptaan Rael dan mencobanya di dalam Imaginer Space.
Lobang hitam muncul dengan stabil di depan matanya. Hal itu membuat Moana begitu takjub dengan kekuatan yang sangat tidak biasa. Ini bukanlah sihir lagi. Segalanya termasuk aliran mana itu sendiri rusak karena lobang hitam tersebut. Moana mematikan lingkaran sihir itu sebelum tidak terkendali.
Moana tidak menyangka Rael mampu menciptakan hal sehebat ini dalam kurang dari setahun. Berhari-hari ia memperhatikan Rael dari kejauhan. Moana tidak percaya orang sejenius itu memilih untuk bermalas-malasan dan selalu bolos kelas, tetapi nilainya tetap bagus. Dia selalu berselisih dengan anak bernama Randolf. Rupanya dia juga dekat dengan Mythia. Sisanya ia habiskan waktu menyendiri karena tidak memiliki teman.
Sudah hari terakhir untuk Moana menentukan kandidat yang cocok sebagai penyihir di tim baru guild Alpha. Saat itu Mythia sedang membantu Moana menata dokumen di meja kerja yang menumpuk sangat banyak.
"Kak Moana memangnya ngapain saja selama ini sampai tugas menumpuk begini?" tanya Mythia.
"Mengamati," jawabnya singkat.
Mythia tidak paham dengan jawaban Moana yang tidak menjelaskan apa pun.
"Penyihir seperti apa yang kau inginkan, Mythia?" tanya Moana.
"Kenapa bertanya hal seperti itu, kak?"
"Memangnya tidak boleh?" Moana merespon ucapan Mythia dengan cuek.
Mythia berhenti menata dokumen dan berpikir sejenak. Kemudian dia tersenyum kepada Moana.
"Sebagai orang yang tidak memiliki keahlian dalam bidang sihir, aku senang jika memiliki rekan penyihir yang sangat handal di bidangnya. Terlebih lagi jika dia dapat diandalkan, seperti pintar, mungkin? Aku juga akan senang jika rekan barunya nanti dapat akrab dengan kita,"
Moana sangat paham bahwa yang sedang Mythia bicarakan adalah Rael. Wajahnya menjelaskan semuanya. Sudah lama sekali Moana tidak melihat wajah seseorang yang sedang berbunga-bunga, mengingatkannya dengan kenangan masa lalu di dunia asalnya.
"Ah, tapi itu hanya preferensi pribadiku saja! Kak Moana jangan terlalu memedulikan jawabanku, pilihlah yang terbaik untuk tim kami. Lagipula kakak sudah bekerja keras membimbing kami bertiga selama ini. Penyihir yang kakak pilih pasti memiliki kualitas yang baik seperti kakak," ujar Mythia menambahkan dengan wajah memerah.
Mythia terkejut karena Moana tersenyum kepadanya. Itu adalah hal yang sangat langka baginya.
"Kalau begitu nantikan penyihir barunya nanti," seru Moana.
Moana pernah berpikir tentang Rael. Seandainya Rael diberkahi dengan bakat yang hebat, dia pasti tidak akan menjadi penyihir seperti sekarang. Keterbatasan yang ia miliki membuat dirinya berkembang dengan segala cara yang dapat ia pikirkan agar tidak tertinggal dengan penyihir yang lain. Hal itu yang ia percayai ada di dalam diri Rael selama dia terus berusaha.
[Before the Endworld]
Tiba-tiba saja Moana membatalkan penelitian sore tersebut karena ada urusan mendadak. Setelah pertarungan siang tadi, Moana langsung pergi begitu saja. Rael tidak paham apa yang sedang dipikirkan oleh Moana sejak awal. Tapi itu memberikan Rael waktu untuk melanjutkan penelitiannya. Ia teringat dengan Randolf dan Joyce yang berniat untuk membantunya.
"Bagaimana kalau ke rumah Randolf?" usul Joyce.
Kejadiannya begitu cepat dan sekarang mereka bertiga berada di depan kediaman rumah Randolf. Tempatnya sangat besar seperti istana. Lagipula Randolf termasuk salah satu bangsawan yang sangat berpengaruh di Alterra.
"Tch, kenapa kau harus latihan di rumahku?" Randolf menggerutu sambil membuka gerbang rumahnya.
"Aku sudah bilang tidak usah padahal, kau sendiri kenapa setuju dengan Joyce?" balas Rael dengan kesal.
"Dia kalah taruhan denganku sehingga hari ini dia akan menuruti semua perintahku, hihi" Joyce masuk lebih dulu disambut beberapa pelayan yang mengantar ke dalam rumah.
Joyce jalan lebih dulu di depan, meninggalkan Randolf dan Rael di belakang.
"Hey, kau tidak menegakkan keadilan sosial,ya? Semua orang kau marahi, tapi sepertinya kau tidak berani melakukan hal itu kepada Joyce," tanya Rael penasaran.
"Berisik, dia perempuan, tidak etis bagi bangsawan membentak seorang gadis," jawab Randolf.
"Oh, jadi kau suka dia?" tanya Rael meledek Randolf.
Randolf terdiam di depan berjalan tanpa memarahi Rael seperti biasa. Tak lama akhirnya ia mulai membuka suara, "Memangnya ... salah?"
"Wah, kau mengakui begitu saja? Aku syok sekali" seru Rael.
"Memangnya kau tidak ada orang yang kau suka, hah? Meskipun kau penyihir gadungan tapi kau masih normal, kan? Manusia, kan? Ini masa remaja, loh" tanya Randolf menoleh dengan wajah kesal.
"Hmm ... entahlah, hal seperti itu belum pernah kupikirkan," jawab Rael dengan ragu-ragu.
"Awalnya kupikir kau juga tertarik dengan istri Theo, hahaha ... " ledek Rael sekali lagi untuk memancing amarah Randolf.
"Kau kubunuh, ya?" kali ini usaha Rael berhasil.
"Jadi, sudah kau utarakan kepada Joyce?" tanya Rael.
"Sudah" jawab Randolf secara singkat. Mereka sudah sampai di depan pintu setelah berjalan menyusuri halaman yang cukup luas dari gerbang depan.
"Wah, sudah pacaran?" tanya Rael lagi.
"Enggaklah" jawab Randolf dengan ragu-ragu sambil membuka pintu.
"Ohh ... ditolak ... " Rael tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Randolf.
"Sudah cukup kau, sialan!"
Hal itu membuat kesabaran Randolf habis dan mengeluarkan 3 lingkaran sihir di atasnya untuk menyerang Rael dengan amarah yang menggebu-gebu.
"Woi, rumahmu hancur nanti!" seru Rael terkejut melihat rapalan sihir yang sebentar lagi selesai dan akan menembakkan sihir cahaya yang akan menghancurkan rumahnya.
Tiba-tiba saja di tengah kondisi genting itu, seseorang membuka pintu rumah yang belum sempat terbuka tadi menghentikan pertikaian mereka berdua. Seseorang yang tidak pernah disangka-sangka.
"Randolf, kata Joyce kau mencariku ... "
Rael tidak salah melihat, sosok dengan gaun yang sangat menawan di depan matanga adalah Mythia Aveline. Kenapa dia berada di sini? Hal itu terlintas di dalam kepalanya. Baik Rael maupun Mythia hanya mematung karena terkejut mereka berdua bertemu secara tidak terduga.
"Ra ... Rael?" ucap Mythia.
"Kenapa kamu ... di sini?" tanya Rael.
[Before the Endworld]
Rael tidak siap dengan pertemuan yang sangat tidak terduga itu. Dia tidak tahu harus berkata apa. Mereka berdua hanya mematung selama beberapa detik di depan rumah Randolf.
Joyce yang berada di belakang Mythia memberikan isyarat kepada Randolf, dia paham dan memerintah pelayan untuk menjamu Rael sebagai tamu, membiarkan mereka berdua untuk berbicara satu sama lain.
Momen itu sangatlah canggung, Rael duduk berhadapan dengan Mythia. Dua teh hangat diseduhkan oleh salah satu pelayan Randolf. Rael hanya meminum teh hangat tersebut karena tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia ingat dengan jelas bahwa Mythia berkata kepadanya bahwa akan ada acara keluarga yang harus ia hadiri. Inikah acara keluarga yang dimaksud? Rael tidak bisa berhenti memikirkan hal tersebut.
"Rael ... " Mythia mencoba untuk mengatakan sesuatu.
"Tunangan?" tanya Rael menebak dengan benar.
Mythia dengan raut muka sedih mengangguk dengan pelan. Rael sadar Mythia sedang menahan air mata. Rael tahu dia memiliki beberapa masalah dengan keluarganya, tapi Mythia memang sejak awal belum berniat untuk cerita kepadanya.
"Sejak tragedi kehancuran kota Berich dalam misi yang kita jalani, ayah dan ibuku semakin menentang keterlibatanku dengan Federasi. Aku tidak memiliki bakat seperti kakakku. Katanya lebih baik untuk segera menikah dan meneruskan kekuarga Aveline" jawab Mythia menjelaskan.
"Bersama Randolf, ya? Dia memang kandidat yang baik karena sesama bangsawan yang terkenal" Rael hanya menunduk atau menatap cangkir tehnya tanpa menatap ke mata Mythia.
"Kamu ... marah?" tanya Mythia, nadanya semakin pelan.
Tidak ada alasan untuk marah. Hal ini memanglah urusan keluarga Mythia yang tidak ada kaitannya dengan Rael. Dia tahu jelas akan hal tersebut, tapi entah kenapa hati Rael menolak menerimanya. Dia marah, tapi itu adalah perbuatan yang salah. Rael dan Mythia hanyalah rekan tim biasa, itu yang ia yakini.
"Tentu saja tidak, aku tidak terlalu mempermasalahkan hal seperti itu ... " tanpa sadar Rael mengatakan hal yang tidak sesuai dengan isi pikirannya. Perlahan dia menatap ke arah Mythia hanya menatap ke bawah.
Rael sudah tidak kuat dengan suasana seperti ini. Dia menghabiskan tehnya dan beranjak pergi dari ruangan tersebut.
"Jangan menangis, Mythia. Lalu lupakan saja semua ini, aku datang ke sini tidak untuk mengganggumu, aku sudah ada janji dengan Randolf dan Joyce. Mereka akan membantuku dalam penelitian sihirku. Nanti akan kuperlihatkan kepadamu ketika semuanya sudah selesai" Rael pergi begitu saja dari ruang tamu.
Pembicaraan mereka terlalu cepat untuk berakhir karena masih banyak hal yang ingin mereka bicarakan. Tetapi bagi mereka hal itu tidak layak untuk dibicarakan.
Setelah bertanya kepada pelayan, Rael menyendiri di toilet sambil bercermin di depan wastafel. Rael kembali mengatur nafasnya yang mulai tidak teratur.
"Kenapa tiba-tiba aku bersikap aneh seperti ini?" guman Rael sambil menatap dirinya di depan cermin.
"Kenapa kau berbohong kepadaku, Mythia? Terlebih lagi kau mengenakan gaun yang begitu menawan di hadapan orang yang kubenci," gumannya sekali lagi.
Mythia akhirnya sendirian di ruang tamu, sebuah sapu tangan diletakkan oleh Rael sebelum pergi untuk Mythia.
Mythia teringat momen pertama kali dia menangis di depan Rael hanya karena masalah sepele. Saat itu di bawah rimbunnya pohon di akademi, Rael mengusap air mata Mythia dengan sapu tangan tersebut.
"Jangan nangis, wahai putri mahkota. Riasanmu hilang nanti, loh!" ujar Rael saat itu.
Mythia mengambil sapu tangan tersebut dari meja. Warnanya biru seperti langit dengan tanda tangan Rael tercantum di sana.
"Kenapa kamu begitu bodoh, Mythia? Kenapa kamu tidak berani jujur kepadanya? Seharusnya aku mengutarakan semua kepadanya,"
Terkadang manis, terkadang pahit. Semakin kau mengenal seseorang, semakin kau ingin mengetahui lebih banyak tentangnya.
To be continued...