Chereads / Before the Endworld / Chapter 17 - The Heaven World

Chapter 17 - The Heaven World

Berita menghilangnya Mythia menyebar dengan cepat. Rael yang membaca berita tersebut di dinding majalah akademi spontan memukul dengan sangat keras. Dia marah, sangat marah. Dia tidak dapat melakukan apa pun, dia sama sekali tidak menduga bahwa Mythia menjadi target dari fraksi SOLUS. Randolf dan Joyce hanya mengamati dari kejauhan. Tidak ingin mengganggu Rael yang kembali masuk ke dalam ruang penelitiannya. Sesuai perkataan Outsider itu, mereka benar-benar kekurangan informasi.

Bangunan tua yang didatangi oleh Rael dan yang lain kosong. Isinya hanya sebuah patung wanita yang mengangkat tangannya. Tidak ada yang menyangka bangunan yang dimaksud dekat dengan kediaman rumah Mythia. Pintunya rusak ditebas berkali-kali oleh seseorang. Jejak energi sihir sengaja tertinggal di sana, mengisyaratkan telah terjadi sesuatu di tempat tersebut baru-baru ini. Terlebih lagi menurut kesaksian pelayan, tidak ada keanehan dalam kediaman tersebut, itu artinya Mythia memang menyelinap keluar dari sana, lalu berakhir di bangunan tua tersebut.

sosok bernama Sorhocs telah mempermainkan mereka semua. Melanjutkan karya ilmiahnya tidak akan membantu sama sekali. Dia berpikir keras bagaimana cara menemukan Mythia dengan segera. Dia berdoa berkali-kali agar tidak terjadi hal buruk kepada Mythia. Rael menyesal belum berbaikan dengan benar. Kertas yang ia tulis mulai basah karena tetesan air matanya.

"Kenapa kamu hanya berdiam diri di sini?" datang seekor ular putih bernama Vapula bersama majikannya Shael Elaris. Rael mengusap air matanya dan kembali serius.

"Menurutmu aku akan melakukan hal seperti itu?" matanya serius kali ini.

Vapula tertarik dengan ambisi Rael saat ini, dia bergerak mengelilingi pundaknya untuk membahas suatu hal yang menarik.

"Tapi apa kamu serius, Rael? Para pimpinan guild akan kembali dua hari lagi, setelah itu masalah di ibukota ini akan segera berakhir. Para penjahat itu memang sangat licik menyerang ketika Alterra sibuk mengerahkan pasukan utama ke medan pertempuran," tanya Shael sambil menguap.

"Tidak, hari ini harus kutuntaskan semuanya. Aku akan menyelamatkan Mythia bagaimana pun caranya," Rael mengepal tangannya sangat kuat karena marah.

"Tapi kenapa kau meminta bantuan kami berdua, Rael? Aku sendiri sibuk mengurusi karya ilmiahku, tahu," tanya Shael sekali lagi.

"Karena kalian adalah variabel yang tidak pernah ada sebelumnya. Tenang saja, aku hanya membutuhkan Vapula. Selama kau bisa terhubung dengan jarak yang cukup jauh, kau tetap bisa fokus melanjutkan karya ilmiahmu," jawab Rael.

"Dasar, Vapula. Karena hal beginian kamu begitu tertarik. Padahal aku susah payah membuat kontrak denganmu, kini kau mencampakkanku," Shael menggerutu.

[Before the Endworld]

Tokk .. Tokkk..

"Trisha ... " Moana memanggil Trisha di rumahnya yang sedang membersihkan rumahnya.

Trisha membuka pintu dan melihat wajah Moana yang tidak biasa. Dia murung, depresi, dan kehilangan arah. Tanpa sadar dia datang menemuinya.

"Maaf, mengganggumu lagi," Moana memasuki rumahnya.

Terlintas di kepala Trisha ketika ia menculik Mythia tadi subuh. Dia merasa bersalah telah melakukan hal tersebut. Namun segera membuang jauh-jauh ingatan itu dan fokus menenangkan keadaan Moana.

"Apa yang terjadi?" tanya Trisha dengan bahasa asal mereka.

"Aku gagal," jawab Moana.

Trisha hanya terdiam. Dia menuangkan teh ke cangkir untuk diberikan kepada Moana.

"Reinhart Leorieth akan kembali dalam dua hari setelah diplomasi panjang dengan negara Zanier untuk mengambil alih misi ini,"

"Bukankah itu bagus?" tanya Trisha.

Moana meringkuk di sofa. Dia ingin menangis tapi masih menahannya hingga sekarang. Moana gagal memenuhi ekspetasi orang-orang yang menganggap dirinya berbakat sebagai murid dari penyihir terkuat. Bagaimana pun juga, dia hanyalah gadis berumur 18 tahun yang diharapkan dapat melindungi ibukota selama pasukan utama pergi ke medan pertempuran. Trisha memeluk Moana dengan erat, membiarkannya menangis sepuasnya.

"Maafkan aku, Moana"

Sorenya, pria itu lagi-lagi muncul dari balik cermin kamar Trisha. Tubuhnya tinggi, mengenakan jubah hitam seperti biasa. Matanya merah mengintimidasi Trisha.

"Mie beru shika?" Trisha menanyakan alasan kedatangan Sorhocs secara tiba-tiba.

Trisha dipanggil menuju suatu tempat di daerah distrik penampungan. Lokasinya mengarahkan Trisha menuju kawasan tersembunyi di bawah tanah. Itu adalah jalan rahasia menuju pabrik kilang minyak milik Tuan Muda Merch.

Menyusuri lorong, sampailah Trisha di sebuah aula kosong. Terdapat pula patung wanita misterius tersebut di tengah-tengah aula. Pria itu sedang berdoa kepadanya.

Kemudian pria itu menunjuk ke arah lorong sebelah kiri, tempat produksi serum secara massal tengah dibuat. Orang-orang berlalu-lalang bekerja keras. Tuan Muda Merch mengawasi pembuatan serum tersebut dengan teliti.

"Jouna mika!" seru salah satu pekerja melambaikan tangan kepada Trisha.

Terdapat satu ruangan khusus yang menyembunyikan Mythia di dalam tabung cair dilengkapi dengan berbagai tali sihir.

Pekerja itu meminta tolong kepada Trisha untuk mengalirkan energi sihir dirinya ke dalam wadah kristal sihir berwarna merah berbentuk segi enam. Tapi sebelum itu, Trisha meminta pekerja tersebut meninggalkannya sendirian dengan Mythia.

Trisha menatap Mythia yang tertidur cukup lama, mengingat-ingat kembali beberapa cerita Moana yang selalu membicarakan Mythia, contohnya tentang orang yang ia sukai.

Tangannya menyentuh tabung tersebut, energi sihir mengalir melalui tangannya. Ia berkonsentrasi sambil memejamkan mata.

"Mythia ... " panggil Trisha.

Begitu selesai, Mythia perlahan membuka matanya dalam kondisi setengah sadar.

"Tri ... sha ..."

"Ast heru," Trisha tersenyum lembut kepada Mythia yang kembali tertidur. Ia meninggalkan ruangan tersebut dan memberikan kristal sihir tadi yang sudah dipenuhi energi sihir.

Hari semakin gelap, banyak hal telah ia lakukan selama di kilang minyak. Ia kembali melalui jalur bawah tanah yang sama. Namun gelapnya lorong tersebut membuat suasana menjadi mencekam. Bermodalkan pencahayaan dari obor kecil di sepanjang lorong, lorong yang besar itu tetaplah terlihat redup. Dia merasakan hawa membunuh yang kuat sedari tadi. Namun dia tidak dapat mengetahui lokasinya.

Dia mempercepat langkahnya karena sudah ada janji makan malam bersama Moana. Namun dari belakang muncul semburan api besar yang hampir membakar habis dirinya. Trisha menyerap seluruh serangan api tersebut, tidak disangka sosok misterius tersebut melesat begitu cepat ke belakang dan memukul kepala Trisha. Trisha melawan dengan sihir cahaya ditembakkan ke arahnya. Namun pergerakannya begitu cepat. Tiba-tiba depan dan belakangnya sudah tercipta lingkaran sihir yang menembakkan bola api. Sosok yang menyerangnya tidak lain adalah Rael dengan hawa membunuh yang sangat kuat. Tembakan api beruntun berhasil diserap seluruhnya oleh Trisha kemudian dilepaskan kembali menuju Rael. Sihir pertahanannya tidak dapat ditembus sama sekali.

"Tidak mungkin aku tidak mampu menahan sihir seranganku sendiri," Rael langsung melesat secepat kilat memberikan sambaran listrik yang menghentikan pergerakan Trisha.

Pertarungan berakhir dengan Rael mengarahkan tongkat sihirnya ke arah kepala Trisha.

"Teman atau musuh, pilihlah," seru Rael.

Trisha tidak lagi melawan dan memilih pasrah mengangkat kedua tangannya. Rael baru teringat bahwa Trisha tidak mampu berbicara menggunakan bahasa Arcadian. Membuatnya kebingungan berkomunikasi dengannya sekarang. Tapi Trisha hanya tersenyum.

"Kenapa kamu bisa mengetahui identitasku?"

"Jadi kau bisa berbahasa Arcadian," Rael cukup terkejut mendengarnya.

"Aku mempelajarinya diam-diam,"

"Karena itu kau perlahan dapat mengetahui apa yang kubicarakan dengan Moana, ya," Rael menurunkan tongkat sihirnya. Memberikan kesempatan bagi Trisha untuk berbicara.

"Kita tidak bisa berbicara di sini," Trisha menyentuh dahi Rael dan mulai beresonansi menggunakan sihirnya.

Sebuah cara yang sama seperti mereka memasuki kesadaran Emily. Rael muncul di sebuah dunia asing dengan pepohonan yang hangus. Semuanya berwarna hitam, seolah-olah baru saja mengalami kebakaran hebat.

"Dunia kesadaranmu cukup unik, berbeda dari yang lain," ujar Trisha di belakang Rael sedang berjalan melihat sekeliling.

"Kenapa kita berbicara di dalam kesadaranku? Aku sudah memastikan tempat tersebut tidak ada yang mengawasi kita," tanya Rael.

"Cepat atau lambat Sorhocs akan mengetahuinya jika terlalu lama di sana," jawab Trisha.

Mereka bertatapan satu sama lain, untuk pertama kaliny mereka saling berbicara menggunakan bahasa yang sama.

"Sudah kuduga kau tidak benar-benar berkhianat sejak awal," ujar Rael.

"Bukankah seharusny kau menjelaskan terlebih dahulu bagaimana kau menemukanku?" tanya Trisha sambil mengajaknya menyusuri hutan tersebut.

Satu-satunya alasan Rael meminta tolong kepada Vapula adalah kemampuannya yang mampu mendeteksi seseorang tanpa mengandalkan energi sihir, yaitu menggunakan aroma.

Vapula dengan mudah mengetahui bahwa terdapat 4 orang di bangunan tua tempat menghilangnya Mythia. Sisanya tinggal melacak keberadaan aroma yang cocok. Salah satunya adalah Trisha. Kemampuannya sebagai ular membuat hawa keberadaannya dapat dihilangkan seperti Mythia. Menjadikannya pengintai yang hebat. Vapula memberitahu lokasi rahasia tempat Trisha menuju kilang minyak Tuan Muda Merch. Penyergapan pun disiapkan ketika Trisha kembali.

"Kau sudah mengetahui lokasi kilang minyak tersebut, kenapa tidak langsung melakukan serangan?" tanya Trisha.

"Hanya intuisi saja, kau bukan orang yang berkhianat seperti orang yang kukenal sebelumnya," jawab Rael mengingat pengalamannya menghadapi Theo The Phantom sebelumnya.

Trisha berhenti melangkah, tersenyum menganggap Rael terlalu naif berpikir seperti itu.

"Jika kau serius ingin membunuhku, seharusnya kau membawaku ke dalam kesadaranmu. Dengan begitu kau memiliki otoritas mengendalikan dunia ini. Namun kau melakukan hal sebaliknya demi membuktikan kepadaku bahwa kau ada di pihak kami, bukan?" ujar Rael menjelaskan.

Trisha tidak menyangka Rael berpikir sejauh itu, tiba-tiba ia teringat peringatan yang diucapkan oleh Sorhocs untuk tidak membuat pergerakan yang mencurigakan di depan Rael Orna. Satu-satunya nama yang membuatnya khawatir akan keberhasilan misi ini. Berkat itu, Trisha mengujinya dengan meminta Moana untuk terjun langsung ke dalam kesadaran Emily. Berharap Rael adalah orang yang seperti dibicarakan oleh Sorhocs, The Doctor.

"Kutanya sekali lagi, kenapa kau berkhianat dari Moana?" tanya Rael dengan serius.

Di balik awan kelabu, hujan perlahan membasahi seisi hutan. Gadis itu menatap kosong sambil memainkan ujung baju yang sudah mengelupas. Senyuman tipis ia paksakan untuk menutupi kesedihannya.

"Moana, apa kau mengetahui keadaannya?"

[Before the Endworld]

Surga, semua orang menyebut dunia itu sebagai tempat yang sangat indah. Jauh melebihi keindahan di dunia Arcadian. Dunia para kayangan tempat malaikat-malaikat hidup harmonis di atas awan. Namanya adalah Sarunopolis.

Malaikat tidak sepatutnya berteman dengan manusia. Malaikat memegang tanggung jawab besar terhadap manusia, mereka harus adil terhadap umat manusia yang menyembah mereka. Tapi kehidupan seperti itu sangatlah membosankan bagi malaikat muda, Trisha. Sesekali dia turun dari surga menuju permukaan, dunia para manusia.

Melirik kehidupan permukaan yang beraneka ragam. Ada yang sibuk bersantai, bercocok tanam, berbagi kekayaan, tapi ada juga yang menindas orang lain. Hingga suatu hari ia bertemu dengan seorang anak yang selalu tidur di bawah pohon beringin, namanya adalah Moana.

Anak itu berasal dari keluarga yang menjaga kuil suci tempat persembahan bagi para malaikat. Oleh karena itu kuilnya pasti berada di puncak gunung yang menembus awan agar lebih dekat dengan dunia kayangan.

Sesekali malaikat muda tersebut menemui Moana di pohon beringin. Bermain bersama, saling berbagi cerita. Namun cahaya ilahi Trisha terlalu menyilaukan bagi Moana. Trisha adalah salah satu malaikat yang dipuja di sana. Dirinya memiliki sepasang sayap putih dan lingkaran emas di atas kepalanya seperti malaikat yang lain, sebagai bukti keilahian dirinya yang berbeda dari manusia biasa. Sementara Moana hanyalah orang biasa yang tidak tertarik menjadi penjaga kuil seperti keluarganya. Moana lebih tertarik menghabiskan waktu sendiri di malam hari. Hingga suatu saat Trisha ikut turun ke permukaan mengikuti Moana yang menyelinap di malam hari.

"Kenapa kamu tertarik dengan gelapnya malam? Apakah cahaya yang kuberikan di siang hari tidak cukup untukmu?" tanya malaikat itu.

Gadis itu berjalan dengan cerita di bawah sinar rembulan, menatap negeri kayangan yang tertutupi oleh awan di atas langit. Gadis itu menoleh ke arah malaikat muda di belakangnya sambil tersenyum.

"Kamu sendiri, kenapa selalu menemuiku? Bahkan ketika malam pun kau berada di sini. Apakah malaikat tidak perlu beristirahat?" tanya Moana.

"Negeri kayangan terlalu membosankan. Tapi bersamamu aku selalu menemukan hal baru. Termasuk saat ini juga," Trisha berdiri di samping Moana dan menikmati pemandangan langit malam yang begitu indah dari atas gunung.

"Dewi bulan tidak kalah cantik dibandingkan dewa matahari," ucap Trisha.

"Tapi sayangnya, semua orang lebih menyukai matahari. Tidak ada yang menginginkan cahaya redup dari bulan purnama karena kegelapan tetap berada di sekitar kita. Semua terlalu tergila-gila dengan cahaya, sampai-sampai melupakan esensi dari cahaya itu sendiri," ujar Moana mengarahkan tangannya ke arah bulan purnama di hadapan mereka.

"Apa kau membenci matahari?" tanya Trisha.

"Tidak, justru aku begitu menyukai matahari, karena itu aku memahami perasaan dewi bulan yang telah ditinggalkan semua orang," Moana mendekat ke arah Trisha dan mengelus kepalanya dengan lembut.

"Cahaya mataharimu terlalu menyilaukan bagiku, Trisha. Aku senang kita bisa berteman cukup lama tapi, orang-orang mulai membicarakannya. Kenapa malaikat Trisha tertarik kepada anak itu? Kenapa malaikat Trisha tidak mengindahkan persembahanku? Perlahan aku sadar bahwa semua orang mulai membenciku," ujar Moana menjelaskan.

Trisha merasa kesal karena perlakuan orang-orang terhadap Moana. Tanpa sepengetahuan Trisha, Moana sudah mengalami penindasan. Manusia memanglah makhluk seperti itu. Iri dan dengki tidak akan terpisahkan dari mereka yang tamak dan tidak tulus. Karena itu malaikat tidak boleh berhubungan langsung dengan manusia. Tapi malaikat tidak boleh melukai manusia, atau mereka akan jatuh ke dalam neraka.

"Jangan berkecil hati, Trisha. Orang-orang tidak akan membencimu. Tetaplah menjadi matahari bagi mereka, dan biarkan aku menjadi dewi bulan untukmu,"

Senyuman Moana menyejukkan hati Trisha yang dipenuhi amarah. Dirinya tidak akan membiarkan Moana kehilangan senyuman tersebut. Trisha paham akan konsekuensi hubungan antara malaikat dengan manusia. Setidaknya selama beberapa waktu terakhir, kehidupan sehari-harinya bersama Moana terasa menyenangkan. Menjaga jarak itu penting. Batasan harus diberlakukan demi kebaikan bersama. Sampai hari itu tiba secara mendadak.

"Tidak ada yang bisa dilakukan, Trisha, bahkan dewa matahari tidak lagi menjawab panggilan kita," ujar salah satu malaikat bernama Rafael.

"Apa maksudnya, Rafael! Tempat tersebut akan lenyap secara tiba-tiba? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Trisha.

Para malaikat di negeri kayangan mendapatkan sebuah amanat dari dewa matahari. Batasan antar dunia telah rusak. Satu per satu dunia akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini sudah terjadi beberapa kali di belahan dunia. Sebuah keberuntungan negeri kayangan belum mengalami hal tersebut. Namun kali ini, tempat tinggal Moana akan menghilang juga.

Mendengar hal itu, Trisha langsung berniat pergi dari negeri kayangan menemui Moana. Namun Rafael memperingatkan suatu hal.

"Apa kau ingin pergi dari negeri kayangan sekali lagi, Trisha? Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak terlibat dengan kehidupan manusia?"

"Lantas apa bedanya kita sebagai malaikat jika tidak mampu melindungi manusia?" balas Trisha.

Malaikat Rafael menghela nafas dan membiarkan Trisha untuk pergi kali ini. Hal tersebut menyebabkan protes di antara kalangan malaikat di sekitarnya. Trisha tanpa ragu pergi dari altar surga dan turun ke permukaan menggunakan sayapnya.

"Biarkan dia berusaha. Dia masih terlalu muda untuk mengerti betapa rusaknya permukaan sampai dewa matahari tidak lagi melirik kepada mereka," ujar Rafael.

Sebuah pemandangan yang mengerikan, pegunungan yang menembus awan-awan kini dipenuhi nyala api yang membara. Peperangan telah terjadi di mana-mana. Trisha turun dan bergegas mencari keberadaan Moana di tengah kegelapan malam.

Pembantaian terjadi di mana-mana. Untum pertama kalinya Trisha melihat kengerian dari manusia. Mereka yang sekarang tidak lain adalah jelmaan dari iblis neraka. Berbagai tempat ia kunjungi sambil menghindari kontak dengan manusia demi mencari keberadaan Moana. Dia menggunakan kekuatannya untuk mendeteksi suara Moana. Dia berhasil mendengar suara Moana, tidak sabar ia menemui Moana setelah 2 tahun tidak berjumpa.

Namun apa yang ia temukan hanyalah seorang gadis yang digantung di atas tiang kayu bersama dengan beberapa orang lain. Dia baru saja digantung oleh orang-orang berhati gelap sambil menyuarakan sorakan kemenangan dengan membawa obor, bersiap membakar tempat tersebut.

Tatapannya kosong melihat pemandangan yang mengerikan tersebut. Kenapa manusia berbuat seperti itu?setelah berbagai kebaikan yang malaikat berikan kepada mereka. Pada akhirnya manusia saling membunuh satu sama lain karena alasan yang tidak masuk akal.

Seorang malaikat tidak boleh melukai manusia, atau ia akan dijatuhkan ke dalam neraka. Tapi bagi Trisha itu tidak masalah. Dia siap menyeret para manusia tersebut jatuh ke dalam neraka sendirian.

Maaf, aku tidak bisa menjadi mataharimu lagi

Pandangan para manusia tertuju oleh cahaya yang sangat menyilaukan dari langit. Imitasi dari matahari menghilangkan segala kegelapan yang menyelimuti malam tersebut.

Terbakarlah semuanya bersama dosa yang kalian miliki

Cahaya itu terlalu panas hingga membakar para manusia berdosa tersebut secara perlahan. Awalnya kulit mereka terbakar hingga terpanggang. Teriakan memenuhi tempat tersebut. Namun mereka yang menjadi korban tidak mengalami luka apa pun. Sebuah hukuman yang pantas bagi orang-orang berdosa. Mereka akan tersiksa oleh panasnya matahari yang mereka puja-puja selama ini dan jatuh ke neraka paling dalam, hingga tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan di tempat tersebut.

Cahaya itu menghilang dan kembali seperti semula. Meninggalkan Trisha sendirian menatap kematian tragis dari temannya sendiri. Dia terbang sekali lagi untuk mendekati Moana lalu memeluknya sambil menangis. Dia mencoba menyembuhkan berbagai luka yang dialami Moana namun sia-sia. Dirinya telah meninggalkan dunia ini.

"Seharusnya aku datang lebih cepat," ucap Trisha sambil melepaskan Moana dari gantungan tali tersebut.

Awan mulai menutupi langit malam yang indah sebelumnya. Bencana yang dibicarakan oleh malaikat Rafael akan segera tiba. Namun semuanya sudah sia-sia karena tidak ada lagi yang bisa diselamatkan. Trisha tidak ingin berpindah dari tempat tersebut, biarkan dia ikut menghilang bersama dengan Moana daripada menghabiskan waktu sendirian di dalam neraka. Langit perlahan menelan mereka semua dengan cahaya keunguan.Trisha tidak akan melepaskan pelukannya dari Moana, karena hanya dia satu-satunya yang berarti baginya.

[Before the Endworld]

Dunia itu benar-benar hancur. Entah sudah berapa lama Trisha terjebak di tempat asing. Tidak ada tempat yang aman. Terkadang ia berada di pegunungan, terkadang ia berada di padang pasir, bahkan terkadang ia tersesat di dalam goa yang sangat gelap. Yang menemani dia sekarang hanyalah Moana yang sudah tidak bernyawa. Trisha menggendongnya setiap saat, terkadang hal tersebut membuatnya kelelahan. Monster-monster bermunculan, ada yang menyerupai manusia, ada yang menyerupai laba-laba.

"Apakah ini neraka yang dewa matahari berikan kepadaku?" tanya Trisha menatap ke arah langit yang berwarna merah pekat. Trisha sudah kelelahan terus berjalan tanpa menemukan jalan keluar. Di antara bebatuan, dia duduk membaringkan Moana. Sayapnya mulai kotor, wajahnya kucel karena bepergian cukup lama mengelilingi dunia asing.

"Apakah gadis itu sangat berarti bagimu, wahai putri malaikat?" sosok berjubah hitam tiba-tiba berada di depannya. Matanya merah mengintimidasi Trisha yang masih kelelahan.

"Apa kau ... iblis di neraka ini?" tanya Trisha.

"Tidak sia-sia aku mempelajari bahasa dunia Sarunopolis. Yah, kau bisa menganggapku sebagai iblis jika kau menginginkannya," ujar pria misterius tersebut, sekali lagi dia menanyakan hal yang sama.

"Apakah gadis itu sangat berarti bagimu, wahai putri malaikat?"

"Iya, aku ingin menyelamatkannya. Tapi aku gagal," jawab Trisha.

"Kenapa kau berpikir seperti itu? Bukankah kau adalah malaikat yang diagung-agungkan semua orang?"

"Aku bukan malaikat sehebat yang lain, karena itu aku gagal menjadi matahari baginya,"

"Kalau begitu biarkan iblis ini membantumu," pria itu mengulurkan tangannya ke arah Trisha, "Tanggalkan sayapmu dan jadilah makhluk fana sepertinya. Niscaya berkah ilahimu akan membangkitkan kembali orang yang kau sayangi," seru pria tersebut.

Hal itu tentu menarik perhatian Trisha yang sudah putus asa. Dia perlahan bangkit dan menerima uluran tangan iblis tersebut.

"Tapi bagaimana caranya?" tanya malaikat itu.

"Biar kuajari salah satu teknik milikku kepadamu,"

Tubuh mereka berdua bercahaya, energi dari dalam diri Trisha diserap oleh pria misterius tersebut sebelum dikembalikan lagi kepada Trisha. Selama proses berlangsung, dirinya mengalami sakit yang luar biasa karena sayap dan lingkaran emas di kepalanya terbakar secara perlahan hingga lenyap.

Sekarang energi misterius yang dunia itu sebut sebagai sihir berkumpul di dalam genggaman tangannya. Ia menyalurkannya dengan mudah ke tubuh Moana yang terbaring tidak jauh darinya. Tubuhnya perlahan beradaptasi dan mampu melakukan teknik tersebut dengan sangat mudah.

"Apakah kau akan menyesal membuang status malaikatmu demi manusia fana sepertinya? Kau sudah tidak bisa menjadi matahari baginya, loh," tanya pria tersebut.

"Tidak masalah, yang dia perlukan hanyalah cahaya redup dari rembulan di malam hari. Kali ini, biarkan dia yang menjadi mataharinya untukku," jawab Trisha sambil tersenyum.

Kehidupan mereka berubah seperti membalikkan telapak tangan. Di dunia yang baru ini, melupakan apa yang telah terjadi di masa lalu. Trisha tidak ingin menjadi matahari lagi di dunia ini, karena matahari tidak mampu melindungi siapa pun dari gelapnya malam. Namun bulan berbeda, ia akan mengawasi dari kejauhan ketika matahari bersinar lebih terang darinya, lalu memandu mereka yang tersesat dalam kegelapan.

"Selamat datang kembali, Matahariku"

To be continued...