Chereads / Before the Endworld / Chapter 20 - Try to be More Truthful

Chapter 20 - Try to be More Truthful

"Kau masih belum berbaikan dengan Mythia??!!" teriak Bethany sebelum suaranya dibungkam Rael dengan tangannya.

"Bagaimana caranya? Dia tidak sadarkan diri selama 2 hari, setelah itu dia sedang dalam masa pemulihan. Kita menjalankan misi tanpa dia sampai akhirnya dia bergabung dalam upacara penghargaan kemarin. Entah apa yang dihadapi Mythia setelah kejadian tersebut. Bagaimana akh bisa berbincang dengannya secara pribadi?" seru Rael dengan kesal.

Di depan matanya terdapat karya tulis yang harus ia selesaikan sebelum ujian demonstrasi dimulai. Belakangan ini dia menjadi sibuk mengurung diri di ruang penelitian. Kali ini Bethany datang secara tidak terduga menengok keadaan Rael yang seperti mayat hidup.

"Itulah kenapa jangan menunda-nunda tugas. Lalu jangan terlalu sulit mencari materi sampai satu akademi berharap besar kepadamu sekarang," seru Randolf yang membaca buku di pojok ruangan.

Rael bahkan sudah tidak memedulikan perkataan Randolf demi menjaga suasana hati dalam menjalani penyiksaan tiada akhir untuk menyelesaikan karya tulis miliknya.

"Memangnya Rael ssterkenal itu?" tanya Bethany.

Randolf menutup buku dengan suasana hati yang menjadi buruk. Dirinya dipenuhi iri dengki terhadap Rael. Dia mendecak kesal sambil meletakkan buku yang ia baca ke dalam rak.

"Siapa yang tidak akan terkenal setelah jasa kalian menyelamatkan ibukota dari serangan fraksi SOLUS, terlebih lagi yang terlibat adalah salah satu pilarnya, loh. Bahkan kalian mendapat penghargaan langsung dari raja kemarin," Randolf menunjukkan salah satu berita yang hangat dibicarakan di antara murid-murid akademi.

"Penyihir muda yang mampu mengimbangi kekuatan penyihir asing dari dunia lain. Apakah guild Alpha sudah menyadari potensinya sejak awal?"

Randolf merobek koran tersebut lalu membakarnya di tempat dengan api kecil. Dirinya menginjak-injak sisa dari koran yang terbakar itu dengan dipenuhi iri dengki.

"Apa-apaan? Mereka terlalu melebih-lebihkan!" seru Randolf.

"Padahal kau selalu mendapatkan berita lebay seperti itu sebelumnya. Hal itu juga membuatku kesal," balas Rael.

Sebelum pertikaian kembali memanas, Bethany menghentikan mereka agar kembali ke topik utama yang sedang ia bicarakan.

"Segera baikan sebelum aku diam-diam merobek karya tulismu itu!"

[Before the Endworld]

"Jadi ... kenapa kau mengerjakan itu di imaginer space milikku?" tanya Moana yang sedang sibuk membuat laporan.

"Bethany akan merobek hasil kerja kerasku jika belum berbaikan dengan Mythia," jawab Rael menulis di lantai karena tidak ada meja lain.

Moana geram melihatnya, ia menciptakan sebuah kursi dan meja untuknya hanya dengan jentikkan jari. Ia menghela nafas melihat tingkah asistennya sendiri yang kekanak-kanakan.

"Apakah karya tulismu sepenting itu?" tanya Emily penasaran.

Emily mengenakan seragam pelayan dengan celemek berwarna putih. Rael sedikit penasaran apakah dia digaji atau tidak, karena selama ini pelayan di rumahnya hanya golem miliknya sendiri. Roknya cukup pendek sehingga pahanya terlihat cukup jelas. Beruntung seragam yang diberikan tidak terbuka, entah apa yang dipikirkan oleh Moana terhadap gadis tersebut. Dia memberikan secangkir kopi di meja Rael dan Moana lalu duduk di sofa memperhatikan mereka berdua sibuk bekerja.

"Aku akan mati jika karya tulis ini tidak selesai," jawabnya asal.

"Astaga, sana baikan. Susah banget," seru Moana.

"Master, seandainya aku diberi kesempatan untuk bertemu dan berbicara secara pribadi dengannya, pasti semuanya sudah berakhir dengan bahagia," protes Rael.

"Ah ... jadi kamu berharap ada takdir yang mempertemukan kalian berdua secara tidak sengaja, ya?" tanya Emily memastikan.

"Biarkan, Emily. Itu hanyalah fantasi aneh yang diidolakan para laki-laki bujangan di dunia ini,"

Perkataan tersebut langsung menusuk ke dalam hati Rael. Seketika membuat dirinya tidak mampu menulis lagi. Tiba-tiba saja Rael kepikiran sesuatu saat menoleh ke arah Emily yang tersenyum manis.

"Bukankah lebih baik dia dimasukkan ke akademi? Sampai kapan kau harus mengurusnya? Tidak mungkin kami harus melatihnya terus-menerus, bukan? Bagaimana kata ketua guild?" tanya Rael.

Moana berhenti menulis. Dia melakukan peregangan di kursi sambil menguap. Dia juga cukup lelah berhadapan dengan laporan yang menumpuk di mejanya.

"Hal itu akan segera diurus oleh Reinhart, entah apa rencana dia. Setelah kepulangannya dari negara Zanier, dia sibuk menangani banyak hal yang terjadi di ibukota. Aku juga bersyukur berkat dukungannya, Mythia dapat bergabung kembali dalam guild Alpha setelah jasanya menyelamatkan ibukota dari ledakan radiasi mana,"

Tiba-tiba Moana juga kepikiran sesuatu yang terlintas di kepalanya. Ada satu tugas yang ia lupa untuk dikerjakan.

"Hey, Rael."

"Hmm?"

"Bagaimana kalau kau pergi ke kediaman Mythia sekarang juga?"

Pertanyaan tersebut membuat suasana menjadi hening selama beberapa saat. Kesunyian itu seketika terganggu oleh Emily yang juga menguap sehingga memutuskan tidur di sofa.

"Mustahil," jawab Rael secara singkat.

"Ayolah, aku lupa menyerahkan surat penerimaan dirinya kembali ke guild Alpha,"

"Suruh pengirim surat saja,"

"Tidak etis melakukan hal tersebut kepada bangsawan, bodoh. Setidaknya harus datang ke sana untuk berbincang dengan kedua orangtuanya juga,"

"Ya sudah lakukan sendiri, kenapa harus aku?"

"Tugasku banyak, woi. Lagipula bukankah kau mengharapkan takdir yang mempertemukan kalian secara tidak sengaja?" tanya Moana.

"Aku sendiri juga sibuk menyelesaikan karya tulisku-"

Tanpa sadar, karya tulisnya sudah berada di tangan Moana. Ia memanfaatkan otoritasnya sebagai pemilik imajiner space yang mampu melakukan apa saja.

"Laporanmu buruk sekali. Aku akan mengoreksinya terlebih dahulu. Tenang saja semua akan selesai begitu kau kembali,"

"Woi, tunggu-"

Rael langsung dikeluarkan dari imajiner space dengan surat penerimaan Mythia di tangannya sekarang. Dirinya disambut oleh golem es sebagai pelayan rumah tersebut. Dirinya seketika berada di ruang tamu yang benar-benar sepi tanpa siapa pun.

"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" tanya golem tersebut dengan seragam pelayan, bedanya kulitnya terbuat dari es batu.

Rael hanya bisa pasrah dan menerima nasibnya. Dia yang berencana kabur sekarang harus menghadapi realita yang kejam. Dia tidak bisa membayangkan pertemuan dengan kedua orang tua Mythia sekaligus kepala akademi Alterra. Terkhusus ibunya yang dikenal sangatlah tegas.

Berjalan dengan pikiran yang kosong, tidak disangka ia sudah sampai di depan gerbang kediaman keluarga Aveline. Spontan Rael berjalan bolak-balik dengan panik sebelum masuk. Ia memikirkan banyak hal yang akan terjadi ketika ia menginjakkan kaki di kediaman tersebut. Tapi tingkah mencurigakan dia membuat penjaga gerbang menghampirinya dengan wajah seram.

"Apa yang kau lakukan di sini, anak muda?" badannya besar dan kekar dengan wajah mengintimidasi.

"Ah ... emmm ... surat penerimaan ... " tangannya gemetar menyerahkan surat tersebut kepada penjaga gerbang.

Ia mengambil dan memeriksa surat tersebut. Setelah membacanya dengan seksama ia mengembalikan kepada Rael lalu membuka gerbang untuk mempersilahkan dirinya masuk.

"Kau harus memberikannya langsung," ujarnya.

Dua pelayan yang berambut pendek sudah bersiaga menyambut Rael yang kebingungan. Rasanya sangat gugup mendatangi tempat tersebut, tidak seperti kediaman Randolf atau Moana.

"Nona Moana sudah mengabari kami bahwa asistennya yang akan berkunjung menyerahkan surat tersebut," ujar salah satu pelayan.

Sontak ia menampar pipinya sendiri untuk menyadarkan diri. Ini hanya penyerahan surat formal, tidak harus bertemu dengan Mythia jika memang tidak bertemu. Cukup bicara seperlunya, jaga sikap, lalu pulang dengan selamat, pikir Rael.

Kediaman ini memiliki halaman yang tidak seluas kediaman lain namun sangatlah padat. Tidak ada lapangan kosong. Semuanya dipenuhi perabotan dan hiasan tanaman. Juga terdapat air mancur di depan pintu. Rumahnya besar namun dominan berwarna gelap seperti akademi. Memiliki ukiran-ukiran tua di dinding bangunan.

Keluarga Aveline adalah keluarga penyihir hitam yang menyebabkan teror di seluruh dunia pada Era Lampau sekitar 1000 tahun lalu. Karena itu keluarga ini memiliki wawasan tentang ilmu sihir lebih hebat dari siapa pun. Satu-satunya keturunan asli Era Lampau yang masih bertahan hingga sekarang setelah bencana besar terjadi yang menyebabkan kemunduran bagi peradaban manusia.

Kedua pelayan tersebut membukakan pintu untuk Rael. Ia langsung menyiapkan postur tubuh yang baik sesuai etika bangsawan yang pernah diceritakan oleh Mythia. Setidaknya dia tidak ingin membuat impresi yang buruk di depan keluarganya.

Seorang pelayan yang juga berambut pendek menyambut di dalam. Wajah mereka berbeda namun memiliki gaya rambut yang sama. Mungkin ini salah satu syarat aneh ketika bekerja sebagai pelayan di kediaman Aveline.

"Selamat datang, tamu terhormat. Tuan dan Nyonya akan segera menemui anda setelah menjenguk keadaan Nona Mythia. Harap ikuti saya menuju ruang tamu,"

pelayan itu melipat kedua tangan di atas rok lalu menunduk dengan elegan. Namun di mata Rael etika bangsawan yang dimaksud membuat segalanya terlihat kaku.

Tepat ketika Rael menginjakkan kaki ke dalam mansion tersebut, Rael langsung merasakan kehadiran yang sabgat aneh. Seolah-olah ada yang mengamati dirinya dengan hawa membunuh. Dua langkah masuk ke dalam mengikuti pelayan yang mengantarnya, akhirnya dia menemukan sosok misterius tersebut. Sebuah bayangan tanpa ada benda apa pun bergerak cepat di lorong kanan semakin mendekati Rael.

"Awas!!" seru Rael ketika bayangan kecil itu semakin cepat bergerak mengnampirinya.

Bayangan itu semakin besar lalu muncul bayangan wanita dari dalam bayangan tersebut. Tangannya menusuk mata kiri Rael, namun tidak ada rasa sakit apa pun. Bayangan wanita tersebut menembus dirinya begitu saja. Rael reflek mengambil tongkat sihirnya dan berbalik badan. Sebelum mengarahkan tongkat sihirnya, sebuah tangan menunjuk tepat di depan matanya, bersiap melancarkan sihir dari jari telunjuknya.

Wanita rupawan yang sedikit lebih tinggi darinya. Mengenakan seragan Federasi dengan warna dominan hitam, bedanya dirinya memakai celana ketat berwarna hitam dibandingkan menggunakan rok. Rambutnya yang panjang diikat menjadi ekor di belakang. Matanya yang tajam dengan bibir menggunakan lipstik merah gelap. Aura dingin yang mampu menyaingi Moana.

"Reflekmu, boleh juga. Tapi jika ini pertempuran, kau sudah mati kehilangan kepalamu," ujarnya dengan serius.

Rael terdiam tak berkutik di hadapan wanita tersebut. Tubuhnya seolah terikat oleh benang yang tak terlihat. Itulah ketakutan yang diberikan wanita tersebut tanpa ampun. Dia adalah kakaknya Mythia yang menjadi pemimpin guild Peacekeeper. Penyihir berbakat yang mampu memanipulasi bayangan dan kegelapan, Lucie Aveline.

"Di mana etikamu sebagai bangsawan, Lucie? Inilah kenapa ibu menolak kamu dialihkan tugas ke Camandell. Sikapmu semakin keterlaluan sekarang," seru ibunya Mythia turun dari tangga bersama suaminya.

"Hoho, jangan membuat tamu terhormat kita ketakutan seperti itu, Lucie," ujar ayahnya Mythia.

Lucie menurunkan tangannya lalu berjalan pergi keluar. Rael baru sadar bahwa ia mengenakan hak tinggi. Jika dilepas mungkin tinggi mereka sama sebenarnya.

"Ini kerjaan penting, ibu. Aku tidak main-main," jawab Lucie sambil menatap dingin ke arah Rael.

Dirinya mengambil topi penyihir dari dalam bayangan miliknya yang mengeluarkan cairan hitam yang membentuk topi tersebut untuk dipakai. Kereta kuda miliknya telah sampai menunggu di depan.

"Kau ... masih menggunakan tongkat sihir? Dengan kekuatan sebesar itu, sepertinya kekuatan yang hebat tidak dibarengi dengan pengendalian yang mantap," seru Lucie kepada Rael sebelum pergi meninggalkan tempat tersebut.

Aura penyihir tingkat khusus memang berbeda dari yang lain. Dia terampil menggunakan sihir tanpa memanfaatkan tongkat sihir lagi.

"Maafkan tingkah laku dia yang kurang berkenan bagi anda. Padahal ini pertama kali anda berkunjung ke kediaman kami," seru tuan Medard Aveline sekaligus ayahnya Mythia.

"Tidak masalah, tuan Medard. Sebuah kehormatan juga bagi saya dapat berkunjung ke kediaman anda,"

Rael sedikit membungkuk untuk menunjukkan rasa hormat. Hal itu diperhatikan langsung oleh ibunya Mythia bernama Laurine Aveline. Rael lupa mengganti bajunya dan masih mengenakan seragam akademi, setidaknya dia tampil cukup rapi meskipun itu berarti mereka akan mengenali dirinya sebagai salah satu murid akademi mereka.

"Untuk impresi pertama, kamu melakukannya dengan sangat baik, anak muda. Silahkan ikuti kami," pujian yang diberikan nyonya Laurine terasa sangat dingin karena tatapannya.

Namun ayahnya sangat ramah terhadap Rael. Wataknya mirip dengan Mythia yang mudah diajak bicara. Sementara ibunya lebih mirip dengan kakaknya.

Mereka bertiga berbincang di ruang tamu. Tidak lupa Rael menyerahkan surat penerimaan Mythia kepada ayahnya. Ibunya masih menolak untuk menerima hal tersebut.

"Kalian anggota Federasi sangat merepotkan keluarga kami. Kau ingin merenggut Mythia juga sekarang setelah membatalkan pertunangan mereka?" seru Nyonya Laurine menatap tajam ke arah Rael.

Rael terdiam tanpa membalas argumen tersebut. Ayahnya mencoba untuk mencairkan suasana dan menyuruh istrinya untuk tidak bersikap terlalu keras. Sejenak Rael memikirkan pendapatnya sendiri untuk diutarakan kepadanya.

"Maaf jika saya lancang, tapi apakah anda tidak ingin Mythia bergabung dengan Federasi hanya karena dia tidak berbakat seperti kakaknya? Apakah anda malu jika hal tersebut diketahui oleh orang lain?" tanya Rael.

Suasana menjadi lebih tegang dari sebelumnya. Nyonya Laurine hanya terdiam mendengar ucapan Rael.

"Tapi dia sudah membuktikan diri, bukan? Bahkan memperoleh penghargaan kemarin. Kenapa anda masih bersikap seperti itu?"

Cangkir yang dipegang oleh Nyonya Laurine diletakkan dengan keras karena emosinya terpancing.

"Justru karena itu, saya tidak ingin membiarkan dirinya terlibat lebih jauh!" serunya.

Tuan Medard menyentuh punggung istrinya, meminta untuk bersabar. Rael masih belum tahu apa-apa tentang masalah yang dihadapi keluarga tersebut sekarang.

"Aku sudah mendengar banyak dirimu dari Mythia. Tidak ada masalah aku menceritakan hal ini kepadamu," nada suara Tuan Medard menjadi lebih serius.

Singkatnya, darah terkutuk yang dimiliki Mythia sudah diketahui mereka berdua sejak awal. Itu adalah sebuah kutukan dari leluhur mereka sebagai penyihir hitam. Sebuah kekuatan yang mengerikan dari masa lalu telah bangkit dalam diri Mythia. Mereka menyembunyikan informasi tersebut sebelum akhirnya kekuatan itu terpaksa dibangkitkan dalam pertarungan sebelumnya. Mereka takut terjadi hal yang tidak diinginkan jika Mythia tetap berada bersama Federasi yang selalu bertarung melawan berbagai ancaman dunia. Bahkan sekarang karena eksperimen The Doctor, ingatan Mythia tentang kakaknya telah direnggut untuk tujuan yang tidak diketahui. Mythia tidak mengenali kakaknya sama sekali ketika ia datang menjenguk adiknya setelah berbulan-bulan tidak kembali ke rumah.

Mana miliknya menjadi tidak stabil belakangan ini, meskipun tidak menyebabkan sesuatu yang berbahaya. Keluarga Aveline sengaja memotong kapasitas mana Mythia untuk mengantisipasi kekuatan besar yang tidak dapat dikendalikan oleh dirinya sendiri. Inilah bahaya dari keturunan Darah Terkutuk yang rawan tertelan oleh sihirnya sendiri.

"Tapi itu adalah pilihannya, bukan?" gumam Rael dalam hati sambil menemui Mythia di kamarnya.

Dirinya harus mengakui bahwa meskipun ia mengenakan gaun lengan panjang biasa dengan warna putih polos, dirinya tetap terlihat cantik. Rael mengamati Mythia begitu lama, Mythia sendiri sedang berbicara dengan tabib yang mengurusnya, meminta Mythia untuk berbaring di kasur untuk sementara waktu.

Mythia akhirnya menyadari keberadaan Rael setelah tabib tersebut pergi. Wajahnya terkejut dan menjadi sangat malu dengan penampilannya sekarang seperti orang sakit. Matanya menoleh kanan dan kiri, tidak mampu menatap langsung ke arah Rael.

"Setidaknya biarkan aku berdandan dulu jika kau datang kemari," seru Mythia dengan wajah memerah.

Rael hanya tersenyum menatapnya sambil bersandar di depan pintu. Entah mengapa rasa gugupnya sudah hilang ketika melihat Mythia setelah sekian lama.

Seorang pelayan menyediakan sebuah gelas kayu yang dituangkan ramuan obat dari teko untuk diminum Mythia.

"Pelayan, tinggalkan kami berdua setelah kamu menyediakan obat untukku. Akan segera kuminum," sorot mata Mythia mengisyaratkan Rael untuk masuk ke dalam kamarnya. Hatinya berdebar-debar menantikan apa yang akan terjadi ke depannya.

Pelayan tersebut menutup pintu kamar, menyisakan mereka berdua saja di kamar yang luas tersebut. Mythia mengundang Rael untuk duduk di ranjang kasurnya juga, tepat di sebelahnya.

"Empuk, ya. Tidak seperti kamar asramaku," seru Rael sambil membandingkan kasur kamarnya yang cukup keras.

Mythia sibuk memainkan kuku jarinya karena merasa gugup. Wajahnya kembali memerah begitu Rael duduk di sebelahnya sekarang.

"Di mana ayah dan ibuku? Apa kalian tadi berbincang-bincang?" tanya Mythia.

"Aku mengantarkan surat penerimaanmu kembali, ayah dan ibumu pergi karena ada urusan di akademi. Lalu ayahmu memintaku menjenguk keadaanmu sebelum pulang," jawab Rael dengan malu-malu.

"Begitu, ya. Tidak ada siapa pun di sini berarti, ya?"

Wajahnya yang memerah membuat Rael berpikir yang tidak-tidak. Mythia menatap Rael yang berada di sebelahnya sambil mendekatkan diri. Memastikan kembali bahwa kedua orang tua mereka benar-benar pergi.

Begitu Rael mengangguk dengan pelan, Mythia yang sedari awal bersikap aneh kini sangat ceria sampai berteriak sekeras-kerasnya, membuat Rael sangat terkejut.

"Akhirnya aku bisa bebas!" serunya.

Rael bernafas lega bahwa imajinasinya tidak terwujud. Rael senang bisa melihat Mythia yang ceria seperti itu. Dia sudah lelah dikurung di kamar karena masalah kesehatannya. Padahal bagi dia sendiri keadaannya sudah membaik namun tabib terus dipanggil orang tuanya untuk memastikan keadaan Mythia.

"Kalau begitu kamu bakal ikut menjalankan misi seperti sebelumnya, kan"

"Tentu saja, kamu kangen?" tanya Mythia sedikit menggoda.

"Cih, biasa saja," jawab Rael dengan sedikit memerah.

Tiba-tiba saja Mythia memeluknya tanpa ragu-ragu. Aroma harum dirinya tercium dengan jelas. Pikiran Rael menjadi kosong, dia belum siap menerima serangan tersebut.

"Terima kasih, sudah menyelamatkanku waktu itu," ujar Mythia dengan suara ingin menangis.

Rael hanya terdiam sambil menepuk punggung Mythia dengan pelan. Tidak perlu sebuah alasan untuk menyelamatkannya. Apa pun yang terjadi Rael pasti akan ada untuknya mulai sekarang.

"Aku takut, kupikir hidupku berakhir ketika berhadapan dengannya. Bahkan pagi ini dia muncul di mimpiku, saat itu aku tidak berdaya. Aku kesal karena aku takut terhadapnya. Jika terus seperti ini, aku hanya menjadi beban dan bergantung kepadamu ... "

Pelukannya semakin erat, dia mampu merasakan tangannya yang gemetar memeluknya.

"Tidak masalah kamu takut, aku akan menemanimu, yang lain juga. Aku akan berada di sampingmu selalu sampai kamu mampu mengatasi ketakutanmu dengan usaha sendiri. Sampai saat itu tiba, kamu boleh bergantung kepadaku," ujar Rael menenangkan Mythia.

"Curang ... "

Mythia mendorong Rael terjatuh di ranjang kasur. Menatap langsung Mythia dari bawah membuat detak jantungnya berdetak sangat kencang. Rambutnya terurai jatuh mengenai dirinya. Bekas air mata masih terlihat di sekitar matanya. Ia tersenyum dengan wajah memerah karena menahan malu. Berpikir untuk mencium Rael namun ia mengurungkan niatnya.

"Aku juga ingin menjadi pelindungmu,"

nafasnya terasa jelas karena wajahnya semakin mendekat. Kedua tangan Mythia menyentuh pipi Rael, wajah mereka semakin mendekat satu sama lain. Kehangatan tubuhnya dirasakan langsung oleh Rael setelah Mythia benar-benar menimpa dirinya. Mata Rael kehilangan fokus melihat bibir Mythia yang berwarna merah muda.

"Apa kamu berdebar-debar?" bisik Mythia.

"Bagaimana tidak?"

"Benar, juga. Kamu laki-laki soalnya,"

"Kenapa kamu ... tiba-tiba bertindak agresif seperti ini?" tanya Rael.

"Karena aku percaya kepadamu. Seperti kamu yang percaya padaku sejak lama. Aku juga ingin mengutarakan banyak hal kepadamu yang selama ini tidak berani kukatakan, segalanya mengenaiku,"

"Lagipula kamu bukan orang yang akan melakukan hal seperti itu, bukan?" senyumannya semakin manis jika dilihat lebih dekat.

"...."

"Bagaimana kalau ... aku ingin melakukan hal itu?" tanya Rael dengan wajah memerah.

"Hmm ... entahlah ... bagaimana kalau dicoba dulu?" jawab Mythia dengan berbisik tepat di telinga kanan Rael.

"Kalau begitu aku tidak akan sungkan,"

Kedua tangan Rael menggenggam erat punggung Mythia, mengangkatnya bangun dari ranjang. Mythia terkejut dengan tindakan Rael yang begitu berani, detak jantung berdebar-debar. Kini posisinya tepat berada di pangkuan Rael saling berhadap-hadapan. Wajahnya semakin mendekat, berpikir untuk menciumnya.

"Tu ... tunggu ... setidaknya, biarkan aku mandi terlebih dahulu ... "

Sontak Mythia menutup matanya karena belum siap melakukan hal tersebut. Tapi matanya langsung terbuka ketika pipi kanannya dicubit dengan keras.

"Kau pikir aku akan menjawab seperti itu? Berhenti menggodaku, Mythia. Bagaimana kalau orang di luar sana tahu?" seru Rael sambil mencubit pipi kiri Mythia juga agar dia kapok.

"Ihhh ... dasar!!"

Kejahilan itu harus segera dihentikan sebelum diketahui oleh para pelayan di kediaman tersebut. Pada akhirnya Rael berpamitan kembali ke kediaman Moana untuk mengambil kembali karya tulisnya yang disita. Sepanjang perjalanan pikiran dia hanya dipenuhi Mythia yang menggodanya di kamar. Seandainya saat itu Rael tidak menahan diri, akan sangat merepotkan ke depannya. Bahkan Mythia memberikan jawaban yang ambigu. Wajahnya kembali memerah membayangkan hal tersebut selama perjalanan.

[Before the Endworld]

"Red City ... jadi itu nama untuk reruntuhan tempat munculnya Wadah Astaroth, ya" ujar Moana melakukan komunikasi jarak jauh melalui cermin dengan anggota guild Alpha lain.

Tempatnya sudah benar-benar berubah. Melalui cermin, tempat tersebut sudah berubah menjadi kubah raksasa dengan kondisi yang tidak stabil. Transmigration Disorder yang terjadi di tempat tersebut sudah berubah menjadi Retakan Dimensi. Penimpaan realita yang semakin mengembang dan membesar, melahap lembah tersebut secara perlahan.

"Tolong kirimkan bala bantuan, wakil ketua! Pos pengamatan telah hancur sepenuhnya oleh serangan misterius. Kami tidak menemukan satu pun orang di sini, hanya tersisa sisa-sisa pertempuran yang cukup kacau," seru salah satu anggota eksekutif guild Alpha.

Wajah Moana menjadi pucat dan khawatir. Pada akhirnya, segala masalah yang muncul akan kembali ke dungeon tempat dimulainya cerita ini.

To be continued...