Chereads / Before the Endworld / Chapter 24 - Survive for the Next Day

Chapter 24 - Survive for the Next Day

"Seandainya, kau tidak ikut campur dalam penyerangan kali ini, apakah mereka mampu mengalahkan ketiga rekanku?"

Cermin tempat The Doctor menampakkan diri langsung dipecahkan oleh Reinhart yang sedang berada di dalam gereja.

"Aku tahu rencanamu, The Doctor. Tapi pilihanku hanya satu, bukan?" jawab Reinhart menatap cermin lain di belakangnya.

"Katakan padaku, apa yang kau inginkan sebenarnya?"

"Wadah Astaroth. Sebelumnya aku tidak memiliki kesempatan untuk merebutnya secara langsung. Tapi hal tersebut memberikan kesempatan bagi para rekanku menyusup ke dalam ibukota dengan mudah. Penelitianku sudah mencapai hasil akhirnya ... "

Cermin tersebut kembali dipecahkan oleh Reinhart menggunakan sihirnya. Tersisa satu cermin yang menggantung di langit gereja.

"Terima kasih sudah menjaga sesamaku selama ini. Sayang sekali wadah tersebut harus jatuh di tangan kalian,"

Kaca tersebut kembali dipecahkan. Sudah tidak ada lagi informasi yang dapat digali oleh Reinhart. Gereja tersebut bukan berada di ibukota. Ia berada di sebuah kota di pinggir wilayah kekuasaan Alterra, berdiri di antara dua bahaya besar yang harus ia pilih untuk di selamatkan. Red City, atau Alterra Academy.

[Before the Endworld]

Orang-orang berlarian mementingkan nyawa masing-masing. Bahkan seorang anak kecil sampai kehilangan kedua orangtuanya yang melarikan diri terlebih dahulu, meninggalkan anak tersebut sendirian. Para iblis sudah berdatangan, sebelum iblis tersebut menerkam anak itu, Aland datang membanting wajah iblis ke tanah dengan tangannya. Kekuatan yang mengerikan membakar iblis yang berdatangan dengan api ungunya.

"Kau tidak apa-apa?"

Aland mengulurkan tangan.

Namun anak tersebut ketakutan melihat tangan Aland yang menyerupai iblis. Anak itu semakin menangis, Aland mengerti akan perasaan tersebut. Dia menjaga jarak dengannya, menyuruhnya untuk lari sejauh mungkin sambil menangani para iblis yang berdatangan.

"Keadaan di luar kubah juga sama kacaunya," seru Stephen menghampiri Aland.

Aland melihat ke arah kubah raksasa dengan rasa khawatir. Namun ia percaya kepada rekan-rekannya. Harus ada yang melindungi kota selama yang lain terkurung di dalam akademi.

"Jadi benar ada pergerakan misterius selama ini di ibukota, Aland," ujar Stephen.

"Titik kemunculan kasus-kasus iblis terlalu terstruktur selama ini," jawab Aland.

Iblis tingkat tinggi muncul, badannya besar dengan topeng penutup mulut. Tingginya dua kali lipat dari tinggi Aland dan menggunakan kapak besar.

"Kita harus segera membantu mereka di dalam akademi setelah mengamankan kawasan sekitar," seru Stephen.

Mereka berdua bersama-sama mengangkat senjata masing-masing menghadapi satu iblis paling kuat di antara yang lain.

Di sisi lain, kekacauan di dalam akademi tidak berakhir. Namun mahasiswa berhasil melakukan perlawanan terhadap para iblis. Terdapat sebuah tempat evakuasi di bawah tanah yang menjadi tempat teraman sejauh ini. Para bangsawan juga terlibat dalam perlawanan. Mereka bekerja sama untuk melindungi para warga dan mahasiswa yang terluka di dalam sana. Salah satunya adalah Rael dan Mythia.

Korosi yang diakibatkan The Death Prayer membutuhkan waktu yang lama untuk disembuhkan. Rael hanya mampu menghentikan pendarahan Mythia tanpa mampu menyembuhkannya.

"Randolf!! Cepatlah datang kemari!!" teriak Rael dengan sangat keras.

Tidak hanya Mythia yang terluka, puluhan orang mengalami luka yang sama. Hanya orang-orang yang diberkati oleh cahaya seperti Randolf yang mampu menyembuhkan luka tersebut. Akhirnya Randolf sampai ke tempat Rael san Mythia berada.

"Kau pikir hanya kalian yang terluka parah? Mahasiswa lain ada yang kehilangan tangan dan kaki, bahkan sebagian wajahnya ... "

Tangannya gemetar menyembuhkan Mythia. Nafasnya sudah mulai tidak teratur karena sudah menggunakan banyak sekali mana dalam menyembuhkan banyak orang.

Rael berinisiatir mentransfer mana miliknya kepada Randolf untuk membantu penyembuhan agar lebih cepat. Mythia telah kehilangan kesadaran selama ini. Tubuhnya sangat lemas karena kehilangan banyak darah akibat luka di punggungnya. Seragamnya sudah robek cukup parah. Setelah disembuhkan, Rael menyelimuti Mythia dengan jubah miliknya.

"Tabib akan mengurusnya, setidaknya dia akan baik-baik saja di sini,"

Randolf langsung menarik kerah Rael dengan sangat kasar. Wajahnya pucat dan sangat khawatir. Dia sama sekali belum menemukan yang lain sejauh ini. Kubah ini tidak hanya menyelimuti akademi, melainkan beberapa bagian perumahan di sekitar. Lawan mereka tidak memasukkan kantor pusat Federasi agar menghindari lawan yang merepotkan.

"Tolong, temukan teman-teman kita di luar sana," serunya.

Rael mengangguk dengan pelan. Sejak awal itulah tujuannya sekarang setelah Mythia dipastikan aman. Rael akan keluar dari tempat evakuasi untuk melawan balik bersama mahasiswa lain. Tongkat sihir sudah ia genggam, bersiap untuk keluar menuju medan pertempuran.

"Siapa saja lawan kita?"

[Before the Endworld]

Kembali kepada Joyce, Emily, dan Bethany. Di lorong yang gelap dengan pencahayaan dari dinding lorong yang dihancurkan, The Ripper telah datang.

"Jangan mendekat!" seru Joyce ketakutan.

"Jangan khawatir, gadis kecil. Aku hanya ... "

Matanya melotot dengan tajam. Ekspresinya yang tersenyum berubah menjadi aura kebencian. Tebasan angin yang membelah lorong tersebut membunuh mereka bertiga begitu saja. Itu hanyalah ilusi yang diciptakan mereka. Joyce dan yang lain berubah menjadi kabut transparan. Berkat ramuan gas milik Joyce, mereka berhasil melarikan diri menuju lantai yang lebih tinggi.

"Datanglah, Astaroth!" Emily masih gagal melakukan pemanggilan.

"Jika kau meramal tanpa fokus, sihir tidak akan pernah bekerja. Kecuali kau melakukan rapalan mantra,"

Joyce dengan langkah tertatih-tatih merangkul Bethany yang kehilangan tenaga, cahaya matanya mulai meredup karena kelelahan. Ia mulai meneteskan air mata.

"Apa aku akan mati?"

"Tidak akan, kita akan hidup ... "

Joyce mengucapkannya dengan ragu. Bethany dengan sisa kekuatannya merasakan sesuatu yang sangat berbahaya, ia mendorong Joyce dan Emily ke depan sebelum tebasan yang sangat kuat membelah bangunan tersebut. Serangan itu memisahkan Joyce dan Emily dengan Bethany yang tertinggal di sisi seberang. Gempa terjadi bangunan mulai runtuh secara perlahan.

"Larilah, dia tidak akan membunuhku selama mata ini masih aktif," seru Bethany menutup matanya yang terasa panas.

Bethany mengambil panahnya dan membidik ke arah Joyce dan Emily. Dengan sekejap mata, The Ripper muncul di hadapannya. Sebuah panah ditembakkan dan meledak mengenainya. Bethany telah membaca pergerakan Ripper dengan mudah. Hal itu membuatnya semakin tertarik dengan Bethany yang berlari meninggalkan yang lain. Kecepatannya berlari sangatlah lamban bagi The Ripper. Namun hal itu berhasil mengalihkan perhatiannya dari Joyce dan Emily.

Joyce dengan cepat menarik tangan Emily untuk pergi menjauh dari sana. Dengan terpaksa ia meninggalkan Bethany, karena dia dan Bethany paling tahu bahwa kemungkinan besar Emily adalah incaran mereka dalam penyerangan kali ini. Emily menahan tarikan tangan Joyce karena tidak ingin membiarkan Bethany mati begitu saja.

"Kenapa kita meninggalkannya!"

"Kita harus pergi, Emily, mengertilah!"

"Tidak, aku tidak mengerti!"

"Karena kamu yang diinginkan mereka, tahu!" seru Joyce dengan nada tinggi sambil melepaskan tarikan sesuai permintaan Emily.

"Mengerti? Karena kamu semua ini terjadi!" bentak Joyce dengan perasaan emosi.

Gadis itu hanya terdiam, dia tahu akan hal tersebut sejak awal. Dia tahu bahwa semua masalah yang dialami belakangan ini karena kedatangannya ke dunia ini. Karena itu dia ingin berjuang untuk tidak membiarkan hal itu terjadi dan merugikan orang lain. Lantas apa tujuannya melatih sihir seharian kemarin jika pada akhirnya dia tidak mampu melakukan apa pun?

"Pergilah, Joyce. Tapi aku tidak akan meninggalkan Bethany. Dia adalah temanku, dia adalah orang yang mau menerima keberadaanku, meskipun aku ditolak dunia ini sekali pun, aku memiliki teman-teman yang berada di sampingku. Rael percaya kepadaku, maka aku tidak boleh mengecewakannya,"

Joyce menatapnya dengan tatapan ragu sebelum akhirnya menghela nafas begitu panjang. Teman-temannya bahkan belum ditemukan setelah penyerangan tersebut. Tidak ada alasan baginya untuk membantu Emily, dia harus bertahan hidup di tengah kekacauan ini tanpa memedulikan orang lain. Terlebih lagi ia tidak terlalu mengenal Emily, seseorang yang telah membahayakan nyawa Randolf di kota Berich, juga orang yang dianggap berbahaya bagi Federasi. Namun yang berada di hadapannya sekarang hanyalah seorang gadis naif yang hanya ingin melindungi teman berharganya.

Tempat itu sebentar lagi akan runtuh, mereka seharusnya naik ke lantai paling atas yang terhubung dengan lorong menuju gedung akademi utama yang masih berdiri kokoh. Itu adalah salah satu tempat yang masih dianggap aman. Jika tidak pergi sekarang, gedung ini akan runtuh dan mereka kehilangan akses untuk pergi menuju gedung utama karena lantai satu telah dipenuhi para iblis.

"Kau tidak bisa mengalahkannya," seru Joyce.

"Aku akan berusaha," jawab Emily mengepal tangannya.

Ketakutannya telah hilang. Pada dasarnya ketakutan hanya ada untuk dihadapi. Emily tidak akan melarikan diri lagi setelah semua hal yang dilihatnya selama ini.

"Tapi kau bisa menyelamatkan Bethany, ada satu cara," seru Joyce menatap serius kepada Emily.

[Before the Endworld]

Tanah telah terbelah, The Ripper berjalan dengan santai menghampiri Bethany yang terjatuh di tengah lapangan. Pelariannya telah berakhir di saat itu juga.

"Apakah kamu seorang Outsider seperti kami? Matamu tidak seperti manusia di dunia ini ... " tanya The Ripper.

Bethany berusaha bangkit dengan kemampuan yang tersisa, nafasnya melemah seiring dengan redupnya mata miliknya.

"Kenapa kamu ... berpikir seperti itu? Cepatlah bunuh aku ..."

Hanya dengan menggerakkan tangannya membentuk garis lurus, sebuah tebasan mengerikan tepat membelah tanah di sebelah kiri Bethany tanpa melukainy sedikit pun. Begitu mudah ia mengeluarkan tebasan yang mampu memotong apa pun, benar-benar lawan yang mengerikan. Bethany telah dipermainlan selama ini.

"Kupikir bisa menjadikanmu sebagai sandera agar kami mendapatkan Wadah Astaroth. Terlebih lagi aku menyukai matamu, jadilah pacarku," seru The Ripper dengan tersenyum.

"Jangan pernah kau mengatakan hal tersebut kepadaku!" bentak Bethany.

Ia sudah tidak bisa melawan, panahnya telah dihancurkan. Namun ia masih berani berdiri berhadapan dengannya. Kali ini ia tidak perlu menahan rasa sakit akan luapan mana dari monster di hadapannya.

Ia teringat pecahan ingatan yang tidak akan pernah dilupakan dirinya. Ketika dirinya dikelilingi kobaran api dengan bercak darah di tangannya setelah membunuh seseorang. Namun laki-laki itu berani mengatakan dengan lantang bahwa ia menyukai matanya.

Dia adalah seseorang yang mengajaknya untuk bergabung dalam timnya. Seseorang yang memamerkan tangan iblis miliknya, mengulurkan tangannya kepada Bethany yang hampir saja tertelan oleh sihirnya sendiri.

"Aku menyukai matamu, karena itu jangan jadikan itu sebagai alasan untuk membunuh mereka yang membenci matamu,"

Kembali ke masa sekarang, ekspresi The Ripper berubah ketika Bethany membentaknya tadi.

"Padahal aku sudah berbaik hati selama ini, tapi kau sama sekali tidak menghargaiku,"

The Ripper membunyikan jari telunjuknya dengan cukup keras,

"Mati saja,"

Belum ada satu detik, kristal-kristal es ditembakkan. The Ripper menciptakan sihir pertahanan di punggungnya, menghindari serangan kejutan dari Emily.

"Kenapa?"

Bethany berusaha untuk berjalan namun berakhir terjatuh kembali. Emily tidak mengalihkan pandangannya dari hadapan The Ripper yang terkejut akan kedatangan sosok yang ia inginkan sejak awal.

"Kenapa kau datang kemari?"

"Untuk menyelamatkan temanku."

Emily mengangkat kembali tongkat sihirnya. Begitu The Ripper menggerakkan tangannya, dia langsung menghindar dengan cepat. Bangunan di belakangnya terbelah begitu saja. The Ripper terkejut ia mampu menghindarinya.

Sesuai saran dari Joyce, tangannya selalu bergerak terlebih dahulu sebelum melakukan tebasan mautnya. Sihir es mulai ia keluarkan sekali lagi untuk ditembakkan ke arahnya. Lapangan tersebut tidak ada tempan bersembunyi, ia hanya bisa berhadapan langsung melawannya.

"Sebenarnya aku tidak boleh membunuhmu, tapi memotongmu sedikit saja tidak apa-apa, bukan?"

The Ripper bergerak sangat cepat dan tepat berada di belakang Emily. Dua tebasan maut langsung ia lancarkan hingga melukai tangan kiri Emily meskipun sempat untuk menghindar.

Tempat tersebut adalah jebakan, tanahnya menjadi berlumpur berkat Joyce dari kejauhan. The Ripper merasa marah karena ada orang lain yang mengganggunya. Tebasan yang sangat kuat meruntuhkan gedung di belakangnya. Joyce berubah menjadi air ketika tertebas, seperti teknik yang dilakukan oleh Shael. Kali ini jumlah Joyce sangat banyak mengelilingi lapangan tersebut.

"Jangan alihkan perhatianmu dariku!"

Sebuah bongkahan es yang cukup besar menimpa The Ripper dari langit. Dalam sekali tebasan, serangan Emily langsung dihancurkan begitu saja. Namun itu hanyalah tipuan, serangan aslinya baru saja ia tembakkan. Sebuah sihir yang sangat murni, warnanya putih, dipenuhi energi sihir yang pekat ditembakkan ke arah The Ripper ketika dia lengah.

Sayangnya perisai sihir berhasil menahannya, baginya itu adalah hal yang sepele. Emily terkejut karena serangannya tidak berhasil.

"Kau pikir serangan seperti itu mampu mengalahkanku?" The Ripper tertawa terbahak-bahak melihat kekuatan sihir yang begitu lemah.

"Keluarkan monster milikmu, dong!"

Emily mundur beberapa langkah, Bethany sudah memperingatkannya untuk melarikan diri karena ia tidak akan mampu mengalahkannya. Namun Emily menolak dengan keras.

Kenapa ... kau tidak mengandalkan kekuatan penuhku?

"Tidak, karena kamu akan membunuh semuanya di tempat ini," jawab Emily dengan tenang.

Bayangan Joyce mulai menyerang satu per satu dengan sihir listrik. Hal itu sangat tidak disukai The Ripper karena lemahnya kekuatan sihir yang ia miliki. Gerakannya semakin cepat menghabisi bayangan satu per satu, perisai sihirnya juga cukup kuat menahan serangan milik Emily. Gerakannya yang cepat memukul wajah Emily hingga terpelanting jatuh. Penyihir sangat tidak berdaya di hadapan pembunuh yang memiliki kecepatan di luar nalar.

Joyce melawan sekuat tenaga, meskipun dia sangatlah lemah. Ia hanya bergantung pada bayangannya yang akan semakin berkurang.

"Membosankan!" tebasan beruntun dilancarkan hampir melukai Emily dan Joyce.

"Sepertinya sudah cukup ... " ujar Emily.

Joyce menatap Emily dari kejauhan, rencananya akan dimulai dari sekarang. Serangan habis-habisan dilancarkan mereka berdua. Tapi berkat itu, The Ripper dapat langsung mengincar tubuh asli Joyce yang hendak menyelamatkan Bethany. Karena itu Emily akan berada di dekat Joyce untuk melindunginya.

Astaroth adalah dewa yang tidak terikat oleh aturan dunia. Artinya dia tidak dapat terpengaruh oleh apa pun, bahkan sihir sekali pun. Apa yang akan terjadi dengan tebasan penghancur milik The Ripper di hadapan dewa tersebut? Tidak berefek apa pun.

Serangan kuat tersebut menghancurkan area sekitar, namun tidak dengan mereka bertiga yang berlindung di hadapannya. Pemanggilan telah berhasil, naga ular itu menyerang secara membabi buta, membatasi pergerakan The Ripper untuk menerobos menyerang mereka.

"Terbakarlah."

Joyce menembakkan bola-bola api diikuti dengan tembakan sihir murni dari Emily yang kedua kalinya. Namun hal tersebut masih ditahan oleh The Ripper dengan mudah.

Joyce bertanya-tanya di mana serangan yang disebut mampu menembus pertahanan apa pun. Sejak awal Emily memang belum menggunakan sihir tersebut. Itu hanyalah sihir murni biasa yang ditembakkan untuk menyerang musuh.

Teknik sihir ini terlalu mengerikan sehingga orang-orang berbondong-bondong menciptakan cara untuk mengakali teknik tersebut. Seperti menciptakan pelindung berlapis, maka teknik tersebut akan sulit menembus pertahanan musuhnya. Karena itu kondisi terbaik untuk menggunakan teknik tersebut hanyalah satu kali sebagai serangan terakhir. Sebuah kondisi di mana lawan sangat percaya diri mampu menahan berbagai serangan sihir yang datang menyerangnya.

Persier, sebuah sihir terkuat di Era Lampau yang pernah menjadi malapetaka bagi para penyihir karena mampu mengabaikan pertahanan terkuat sekali pun.

Tongkat telah diarahkan untuk membidik The Ripper dari atas langit, terbang dengan bantuan sang naga. Kondisi ini ... sangat sempurna.

DUARRR!!!!

Cahaya yang sangat terang menyinari malam yang dingin diikuti dengan ledakan dahsyat yang menarik perhatian Pilar SOLUS lainnya dari kejauhan. Energi sihir yang sangat besar baru saja dilepaskan hingga memberikan kerusakan yang sangat parah terhadap area tersebut. Asap tebal di mana-mana. Joyce mengobati Bethany setelah membawanya cukup jauh. Tidak ditemukan sama sekali keberadaan The Ripper, Emily memutuskan meninggalkan lokasi tersebut untuk melarikan diri menyusul temannya.

"..."

"Jadi itu adalah berkah dari wadah tersebut, ya? Mana yang tak terbatas. Bahkan tanpa bantuan dewa tersebut, sihir yang ia lancarkan begitu mengerikan,"

The Ripper berjalan keluar dari asap tebal dengan wajah yang hancur, kepalanya hampir saja putus jika dia tidak langsung menghindar.

"Kau ingin kujahitkan lukamu?"

Datang The Doll Maker menghampirinya sambil menggenggam tali yang mengikat belasan mahasiswa dengan kepala yang membesar menjadi balon. Mereka semua sudah mati mengenaskan.

"Aku belum ingin menjadi bonekamu,"

The Ripper langsung memotong tangan The Doll Maker, membiarkan balon-balon terbang ke udara sebelum akhirnya meledak ketika menyentuh dinding penghalang.

"Nikmati saja terlebih dahulu permainan ini, Ichilla menemukan sesuatu yang menarik. Kupikir menyenangkan jika menghampiri Ichilla kali ini ... "

The Doll Maker berjalan dengan riang meninggalkan The Ripper yang sedang mengobati lukanya. Dia tersenyum layaknya psikopat yang senang menyiksa orang lain. Kematian seperti apa yang harus ia berikan kepada korban selanjutnya? Hal itu terus terlintas di kepalanya.

[Before the Endworld]

"Sebentar lagi kita akan sampai di shelter akademi," seru Joyce merangkul Bethany.

"Terima kasih ... "

"Ucapkan itu kepada Emily, Bethany,"

Emily mengawasi area sekitar. Tempat tersebut dipenuhi dengan darah dan mayat. Bangunan akademi telah hancur. Gedung utama semakin banyak didatangi oleh iblis yang mengamuk. Para mahasiswa terjebak di lantai atas namun masih selamat sejauh ini.

Misi mereka hanyalah menjauhi iblis-iblis yang berkeliling, lalu berharap tidak dipertemukan kembali dengan Pilar SOLUS lainnya.

Tujuan mereka adalah gedung kecil di dekat asrama khusus akademi. Tempat tersebut belum terlalu kacau keadaannya. Di sana terdapat jalan rahasia menuju shelter bawah tanah akademi. Kemungkinan besar mahasiswa yang selamat berlindung di sana hingga bala bantuan tiba. Tidak ada yang tahu kapan penghalang terbuka, tidak ada yang tahu keadaan di luar seperti apa.

"Kira-kira ... Aland dan temanmu pergi ke mana, ya?" tanya Bethany dengan suara lemas.

"Tenang saja, mereka kuat, mereka akan mencarikan bantuan di luar sana, lalu menerobos seperti orang bodoh," jawab Joyce.

"Kenapa kalian para penyihir tidak menggunakan telepati?" tanya Emily.

"Domain ini mengganggu komunikasi seperti telepati, jika bisa pun pemilik domain dapat menemukan kita dengan mudah," jawab Joyce mengamati lingkungan sekitar.

Tempat tersebut aman, namun terlalu mencurigakan jika terlalu sepi. Bangunan sedikit mengalami kerusakan, tidak ada mayat manusia maupun iblis sama sekali. Hanya tersisa darah-darah di beberapa lokasi.

Bethany untuk sementara waktu tidak dapat menggunakan kekuatannya. Emily mencoba memanggil naga dalam bentuk kecil untuk menyusuri tempat tersebut.

Mereka bersembunyi di balik semak belukar, mencoba memperhatikan kondisi terlebih dahulu. Naga kecil itu terbang mengelilingi asrama yang tampak sunyi.

Terkejut mereka ketika sebuah sihir menyerang naga milik Emily. Itu adalah ulah para mahasiswa yang bersembunyi dari balkon asrama. Joyce inisiatif menunjukkan diri, mengatakan untuk berhenti menyerang. Emily merangkul Bethany, membawanya mendekat agar para mahasiswa menyadari keberadaan mereka.

"Syukurlah, masih ada yang selamat," seru salah satu mahasiswa menurunkan tongkatnya.

"Kalian menjaga tempat ini?" tanya Joyce mengnampiri mereka yang turun dari atas.

"Lagipula ini pertahanan terakhir kami. Tidak ada yang tahu kapan bantuan akan datang, cepat atau lambat tempat ini akan segera diketahui. Karena itu cepatlah masuk ke dalam," seru mahasiswa tersebut yang merupakan senior mereka.

"Aku akan membantu kalian-"

"Tidak, masuk ke dalam! Jangan lupa kamu incaran musuh di sini!"

Joyce langsung menarik tangan Emily untuk ikut dengannya. Namun mereka terlalu lama menampakkan diri, sehingga tidak ada satu pun yang menyadari bahwa sebuah bahaya mengintai mereka.

Suasana berubah menjadi mencekam seketika, warna menjadi hitam dan putih. Langit menjatuhkan energi kegelapan yang meledak ketika menyentuh tanah. Joyce langsung menarik Emily dengan paksa untuk menghindari serangan tersebut. Kaki Joyce terkena korosi dari ledakan tersebut.

"Kalian ... bersembunyi di ... sini?"

Death Prayer terbang di udara dengan sayap menyerupai burung gagak di punggungnya. Matanya semakin menjadi hitam, begitu pula dengan kulitnya. Muncul urat berwarna hitam di sekujur matanya.

"Aku menemukan hal yang menarik ... orang-orang banyak ... penyucian dapat dilakukan, tapi sudah terlambat dari waktu yang ditentukan ... "

Puluhan lingkaran sihir diciptakan kembali untuk membombardir tempat tersebut. Tidak ada yang mampu menghentikan serangan destruktif sepertinya.

Hanya ada dia di sini yang mampu melawannya. Sang penyihir yang mampu merusak segala bentuk sihir di dunia ini. Ledakan energi sihir yang sangat besar muncul dadi belakang Emily.

Dia sanggup membelah kubah raksasa tersebut untuk beberapa detik sebelum kembali dipulihkan. Kekuatan yang melampaui kegelapan itu sendiri. Sihir yang jauh lebih mengerikan dari Persier, namanya adalah anti-sihir.

"Sepertinya memang sulit menghancurkan paksa penghalang ini,"

Penyihir itu berjalan mendekati mereka dari arah belakang. Tongkat sihir ia genggam dengan erat. Wajahnya sangat marah terhadap The Death Prayer karena hampir membunuh Mythia saat itu.

"Kebetulan sekali, aku ingin memulai perburuan setelah sekian lama bersembunyi ... "

Rael Orna telah datang ke medan pertempuran.

To be continued...