"Kau baik-baik saja?"
suara Mythia menggema di telinga Rael yang masih menyesuaikan diri dengan tekanan di dalam Retakan.
Perlahan Rael membuka matanya. Sebuah cahaya merah bersinar terang menghiasi seluruh permukaan langit. Hembusan angin sepoi-sepoi mengacak-acak rambutnya. Mereka semua berdiri di pinggir tebing yang sangat curam menuju kedalaman jurang yang tak berujung. Di hadapan mereka sekarang terdapat pulau raksasa yang terapung di udara, menjadi sumber cahaya merah yang dicari-cari oleh Rael, itulah Red City.
"Sepertinya kita tidak bisa ke kota itu karena jaraknya sangatlah jauh," ujar Aland.
Rael masih belum berhenti merasa takjub setelah melihat tiga ekor naga terbang di langit dekat kota tersebut sambung meraung dengan keras. Ia penasaran sekuat apa naga tersebut hingga mampu menahan tekanan mana yang tidak stabil di sini. Bukan hal yang baik jika berurusan dengan mereka sekarang.
"Jalan kembali kita cukup menyusuri ke dalam hutan belakang kita ini, kan?" tanya Bethany.
"Di dalam hutan ini, terdapat tiga goa raksasa yang salah satunya membawa kita keluar dari Retakan ini. Tapi anehnya kita malah muncul di sini,"
Juliette memeriksa peta ekspedisi untuk memeriksa keberadaan mereka. Rael melihat gunung batu yang menjulang sangat tinggi di sebelah kiri dengan bebatuan yang melayang-layang di puncaknya. Terdapat jalan setapak menuju gunung tersebut dari tempat mereka.
"Kita tidak akan pergi ke sana, Rael," jawab Juliette sebelum Rael sempat bertanya.
Itu adalah tempat yang paling tidak boleh kita jelajahi. Gunung itu memiliki rongga-rongga layaknya labirin yang menjadi sarang bagi bangsa lebah raksasa karena goanya memiliki berbagai macam bunga yang tumbuh di dalam kegelapan.
Rael mengingat-ingag kembali bahwa pernah ada kabar lebah-lebah raksasa yang mengamuk di sekitar kota setelah Transmigration Disorder. Mungkin itu adalah lebah yang sama dengan yang di sini.
"Aneh, kenapa kita berada di lapisan atas Retakan? Seharusnya tempat ini berada di lapisan dasar sesuai informasi milik penyintas tersebut,"
Juliette memasukkan peta tersebut ke dalam tasnya. Ia mempersiapkan dua bilah pedangnya untuk memasuki hutan tersebut.
"Mungkinkah, tempat-tempag di sini selalu bergerak?" tanya Rael.
"Itu bisa jadi, intinya kita harus mengonfirmasi titik kembali kita sebelum menjelajah lebih dalam," seru Juliette.
Penjelajahan Retakan baru saja dimulai. Hutan itu begitu lebat sehingga menghalangi cahaya menyinari tempat tersebut. Rael menerangi penjelajahan mereka dengan api.
"Lihatlah, banyak sekali retakan di udara sekitar. Ada yang besar ada yang kecil. Ada juga yang sudah benar-benar hancur realitanya dan terhubung dengan dunia lain," Mythia mengamati sekitar.
"Salah melangkah, kau akan seketika berada di lokasi yang berbeda, karena itu kita harus menghindari pertempuran sebisa mungkin agar tidak terpisah dan selalu bersama," ujar Juliette.
"Kau cukup berhati-hati seperti biasa," jawab Aland di belakangnya.
"Masalah?" Juliette menoleh ke arah Aland dengan tatapan dingin.
Setelah menjelajah cukup lama, mereka menemukan sebuah goa raksasa. Namun mereka tidak tahu apakah ini jalan keluar yang benar atau tidak. Bethany menancapkan sebuah papan penanda di tanah.
"Tinggal dua lagi, seharusnya lokasinya tidak jauh dari sini," ujar Juliette melihat peta, namun Bethany menyadari sesuatu di belakang mereka.
Tepat setelah itu, dari balik kegelapan, muncul lebih dari 10 laba-laba berukuran 1 meter di balik pepohonan sekitar. Laba-laba ini memiliki garis-garis putih di seluruh badannya.
"Kita tidak akan melarikan diri, bukan? Kita harus bertarung," seru Aland mengangkat kapaknya.
"Yah, setidaknya perhatikan langkah kalian,"
Juliette maju lebih dulu menebas para laba-laba yang meloncat ke arahnya. Pertarungan ini tidak boleh menghabiskan terlalu banyak mana bagi penyihir seperti Rael. Ia memutuskan untuk mundur di paling belakang dan tidak ikut bertarung. Mythia membantu dari arah kiri, menebas para laba-laba di atas pohon.
"Hati-hati, mereka menembakkan jaring-jaring dari mulutnya!" seru Bethany mengamati pergerakan mereka.
Tanpa ampun Aland membakar habis para laba-laba di sana. Juliette tidak menerima hal tersebut karena membahayakan rekan-rekannya. Tapi Aland sudah membukakan jalan bagi mereka untuk melarikan diri dan menghindari sergapan laba-laba yang semakin berdatangan.
"Ah, ada goa di sebelah sana," seru Bethany menunjuk ke sebelah kanan.
"Hiraukan! Tidak mungkin itu jalan keluar kita," seru Juliette di depannya.
Goa tersebut dikelilingi oleh lingkaran sihir yang terus menciptakan laba-laba tanpa henti. Jika itu adalah jalan keluarnya, pasti sudah ada berita kemunculan laba-laba dari dalam Retakan. Rael menyadari bahwa Juliette ternyata pandai membaca kondisi dan mampu mengambil keputusan yang tepat. Tidak heran Reinhart mempercayakannya sebagai pemimpin kelompok ini. Tapi ia tetap merasa khawatir dengan keadaan Juliette dan Aland yang menyimpan masalah pribadi yang sepertinya berhubungan dengan masa lalu mereka selama bekerja sama sebelum Juliette memutuskan untuk mengundurkan diri dan mendirikan guild sendiri bernama Tenant. Meskipun berakhir dengan kematian tragis anggota-anggotanya.
"Awasi mereka berdua, Rael. Meskipun mereka cukup profesional, aku harap mereka tidak membawa masalah baru di tim kalian. Setidaknya kau harus mengendalikan tim ini agar tetap terarah dengan baik," ujar Reinhart sebelumnya kepada Rael.
"Apa kau yakin kita menuju goa yang tepat? Kita sudah tidak bisa kembali ke goa yang pertama karena segerombolan laba-laba di belakang kita soalnya," tanya Aland.
"Kau ingin aku mempertaruhkan nyawa kita berlima dengan sebuah goa yang belum tentu merupakan jalan keluar kita?"
Masalah menjadi lebih runyam ketika mereka mendapati dua mulut goa raksasa di sebelah kanan dan kiri. Kini terdapat total 4 goa yang telah mereka temui. Tidak sesuai dengan pernyataan dari penyintas.
Juliette sedikit syok dengan hal yang di luar ekspetasinya. Mungkin saja salah satu dari goa tersebut adalah jalan keluarnya.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita masih bisa memutari hutan ini jika kau tidak yakin dengan kedua goa tersebut," tanya Aland.
Laba-laba itu semakin mendekat. Bethany menembaki satu per satu yang berdatangan.
"Kenapa... ada empat goa? Apa maksudnya ini? Bagaimana menentukannya sekarang..."
Raut muka Juliette berubah menjadi panik. Kemudian ia memutuskan untuk menandai tempat tersebut terlebih dahulu. Mereka harus melarikan diri dari sana.
Mereka menyusuri dinding tebing yang sangat tinggi, namun tiba-tiba saja sebuah laba-laba raksasa menghantamkan diri untuk menghalangi pelarian mereka.
Dua bilah pedang dengan cepat memotong keenam kaki laba-laba tersebut. Mythia dengan gesit memotongnya menjadi dua. Aland membakar daerah belakang mereka untuk menghalau para laba-laba.
Namun langkah Juliette lagi-lagi terhenti ketika mendapati sebuah goa yang baru lagi-lagi muncul. Ini adalah goa kelima yang mereka temukan, menurunkan persentase mereka dalam menemukan jalan keluar yang tepat.
"Hey, jangan berdiam di sini saja! Kau pikir laba-laba itu tidak mengejar kita, kah?!" bentak Aland yang sibuk menghalau para laba-laba yang terus menembakkan jaring laba-laba untuk menghalau pergerakannya.
"Masuk saja, Juliette! Kau khawatir kita akan tersesat? Sejak awal kita memang sudah tersesat begitu masuk ke Retakan ini, bodoh! Kita tidak boleh menghabiskan tenaga kita di tempat seperti ini, bukan?"
"Tapi... salah memilih goa akan membawa kita ke tempat yang sangat berbahaya!" seru Juliette.
"Lebih baik mengambil keputusan yang salah daripada tidak melakukannya sama sekali!"
Pandangannya mulai tertuju ke arah Rael yang memarahinya. Lagi-lagi ia panik sendiri sebagai pemimpin dan menunjukkan kesan yang buruk kepada anggotanya.
"Goa ini jauh dari lokasi munculnya laba-laba tersebut, ini pilihan yang aman bagi penyintas, bukan?" tanya Rael meyakinkan Juliette.
"Kalau begitu..."
Juliette kembali berpikir keras sambil melihat yang lain menahan gempuran para laba-laba yang semakin bertambah banyak jumlahnya. Mereka memang bisa mengalahkannya, namun jumlah mereka tidak akan berkurang.
"Kita ke goa pertama saja, lokasinya lebih jauh dari tempat kemunculan para laba-laba jika diukur. Lagipula itu yang terdekat dari tempat kita muncul," seru Juliette.
"Akhirnya kau membuat keputusan juga," ujar Aland.
Rael hanya tersenyum karena Juliette sudah tidak lagi panik dan kembali ke dirinya yang asli.
"Maaf, aku sedikit panik karena tidak sesuai dengan yang direncanakan," ujar Juliette berlari mengejar Rael yang memimpin di depan.
"Aku tidak peduli dengan masa lalu kalian berdua sekarang, tapi jangan biarkan emosi Aland memprovokasimu. Kau tahu sendiri dia orangnya tempramen," jawab Rael.
Di sisi lain Aland, Bethany, dan Mythia berlari di belakang cukup tertinggal setelah mengatasi beberapa laba-laba.
"Wanita itu memang tidak ahli dalam membuat keputusan!" seru Aland kesal.
"Sudahlah, Aland. Kenapa kau begitu sensitif dengan dia? Menurutku dia cukup ideal sebagai pemimpin karena memperhitungkan segalanya, loh," jawab Bethany.
"Justru karena itu dia terlalu takut mengambil keputusan!"
Sekali mendengar Mythia langsung mengetahui maksud dari perkataan Aland tersebut.
"Aland, jangan-jangan kau mengkhawatirkannya? Tidak kusangka..."
Aland tidak membalas dan mempercepat langkahnya meninggalkan mereka berdua. Mythia dan Bethany hanya tersenyum setelah menatap satu sama lain.
"Sialan, apa yang direncanakan Reinhart dengan menyuruh dia memimpin tim ini? Dia ingin kita berakhir seperti waktu itu?" gumam Aland.
[Before the Endworld]
Mereka tidak lagi menyusuri tebing, Juliette mengajak Rael masuk ke dalam hutan untuk mempercepat mereka sampai ke goa tersebut sambil menghindari retakan-retakan di sekitar.
"Kau hafal kawasan hutan ini?" tanya Rael terkejut.
"Setidaknya aku paham melalui peta tentang bentang alamnya. Kita akan memutar cukup jauh jika mengikuti tebing tadi," jawab Juliette.
Dengan cepat Juliette menebas satu per satu laba-laba di sekitar. Mereka memperlambat langkah mereka untuk menunggu yang lain.
"Apa yang kalian tunggu? Cepatlah ke goa saja langsung!" seru Aland.
"Aku bukan orang sepertimu, Aland," jawab Juliette.
Mereka sebentar lagi sampai menuju goa tersebut. Apa pun hasilnya mereka hanya bisa berharap yang terbaik. Sayangnya dunia itu terlalu kejam bagi mereka yang meminta sebuah harapan. Suatu hal yang di luar variabel sejak awal akan selalu bermunculan untuk menghancurkan segalanya.
Tidak akan ada yang menyangka bahwa sebuah anomali muncul di tengah-tengah mereka. Tubuh Rael merasa sangat berat dan tertarik ke bawah tanah dengan cepat, begitu juga dengan yang lain. Tanpa sadar mereka telah jatuh, menembus tanah dan menuju kehampaan di bawah sana. Rupanya hutan tersebut juga merupakan pulau terapung.
"Sial banget kita,"
Aland mendecak kesal setelah melihat ke sekitar. Kabut hitam menutupi pandangan. Mereka jatuh ke dalamnya tanpa mengetahui apa yang ada di balik kabut tersebut. Setidaknya mereka tidak perlu lagi mencari mana goa yang benar dan berurusan dengan laba-laba.
Masing-masing berteriak ketakutan karena terjatuh secara tiba-tiba. Rael berusaha memegang tangan Mythia dan Juliette di dekatnya agar tidak terpisah. Namun Aland dan Bethany cukup jauh.
Raungan keras terdengar cukup familiar. Itu adalah naga yang Rael lihat di atas Red City. Ada naga lain yang terbang mendekati mereka. Sebuah naga raksasa yang hanya dengan membuka mulutnya sudah cukup untuk membuat mereka bertiga dilahap begitu saja. Namun Rael menggunakan sihir angin untuk menghindari terkaman naga raksasa yang muncul dari antara kabut hitam.
Dorongan dari sihir angin juga sengaja mendekatkan mereka kepada Aland dan Bethany.
"Sampai kapan kita terus terjatuh!!" seru Mythia.
"Aku akan mencari keberadaan naga tersebut dengan mataku,"
Bethany mengaktifkan matanya dengan membuka perban yang menutupinya. Namun hal itu berakhir menyakiti matanya sekali lagi.
"Hentikan! Kau masih belum boleh menggunakan mata itu selama belum pulih sepenuhnya!" seru Rael.
Tapi ia sudah menggunakannya sebentar sehingga ia tahu bahwa seekor naga akan datang menerkam mereka dari atas.
Aland langsung mengeluarkan api keunguan ke atas untuk menghalau naga tersebut.
Keberuntungan masih belum memihak mereka. Semua menjadi jelas ketika mereka telah keluar dari kabut hitam tersebut. Mereka telah sampai di lapisan dasar, tepat di sebuah gurun yang berisi puluhan naga berterbangan ke sana kemari, meskipun ukurannya lebih kecil dibandingkan naga yang mengejar mereka.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?!!" tanya Bethany dengan tangan gemetar mengangkat panahnya.
Puluhan naga itu menyadari keberadaan mereka dan mulai meraung untuk berburu mangsa di hadapan mereka. Serangan dari berbagai arah tidak dapat menyelamatkan mereka semua dari situasi kacau tersebut.
"Aland! Gunakan apimu untuk melesat jatuh ke tanah secepat mungkin! Begitu juga dengan kau, Rael!" seru Juliette.
Rael langsung paham dan mereka berpegangan erat untuk menambah kecepatan mereka agar cepat terjatuh ke tanah. Karena pertarungan di udara tidak akan menguntungkan mereka. Mereka harus segera mencapai permukaan agar mampu memberikan perlawanan.
Hal tersebut berhasil menghindari mereka dari serangan para naga di udara. Meskipun itu membuat tubuh terasa sakit akibat benturan yang amat keras. Sayangnya Aland harus menabrak salah satu naga dengan sisik yang sangat keras. Aland melindungi Bethany sehingga ia membenturkan diri dengan punggungnya.
"Kita tidak akan bisa mengalahkan para naga itu," ujar Mythia berusaha bangkit dengan kaki gemetar.
"Retakan, cari celah apa pun itu untuk membawa kita ke lokasi lain!" seru Rael.
Juliette mencari keberadaan Aland dan Bethany yang terjatuh jauh dari mereka. Bethany berteriak meminta tolong karena Aland terluka. Para naga mulai berdatangan.
Dengan gesit Juliette menghampiri mereka. Tembakan api berhasil mengenai sayap salah satu naga yang menyerang. Hal itu memberi kesempatan bagi Juliette untuk memberikan tebasan beruntun. Memanfaatkan pijakan tubuh naga di udara, ia melompat menuju naga yang lain. Kali ini ia berhasil memotong kepala naga tersebut.
"Aku baik-baik saja, Bethany,"
Aland berdiri secara perlahan. Tulang punggungnya seperti mengalami retak sehingga ia tidak bisa bergerak leluasa. Tembakan panah yang diperkuat oleh sihir berhasil menumbangkan naga yang berterbangan.
Tidak disangka tiga ekor naga dari langit menyemburkan nafas berapi yang begitu kuat sehingga memaksa Aland dan Bethany berlari dari sana.
Pandangan Bethany teralihkan oleh semburan tersebut hingga ia tidak menyadari seekor naga telah bersiap menabrakkan diri di hadapan mereka.
"Menyingkir Bethany!"
Aland mendorong Bethany jauh dan menahan serangan naga tersebut sekuat tenaga.
"Kau pikir kau cukup kuat untuk beradu kekuatan denganku?!!"
Aland membuang kapaknya dan mencengkeram mulut naga tersebut dengan kuat hingga menembus kulitnya yang tebal. Kecepatan terbang yang dihentikan oleh Aland secara mendadak memudahkan Aland untuk mengangkatnya ke atas. Ini adalah konsep ilmiah dasar yang diketahui banyak orang. Aland langsung membantingnya sekuat tenaga.
Belum sampai di situ, naga raksasa tersebut telah sampai ke permukaan dan muncul di belakang Aland. Cakarnya melukai Aland hingga terpental jauh. Raungan yang sangat kuat memberi gelombang suara yang mendorong semuanya terpental jauh.
Juliette yang melompat dari satu naga ke naga yang lain akhirnya tiba di atas naga raksasa tersebut untuk menebas mata kirinya. Di saat yang bersamaan, kedua pedangnya patah akibat sisik yang sangat tebal dari yang lain.
"Haha, aku masih punya banyak pedang!" ujarnya sambil mengambil dua bilah pisau di pinggulnya.
Hampir saja Juliette dimakan naga tersebut. Bola-bola api dari Rael ditembakkan ke arah naga tersebut. Tebasan yang sangat kuat dan cepat berhasil memotong salah satu kaki depan naga tersebut. Tebasan milik Mythia sangatlah mengerikan, ia kembali menghilang untuk melancarkan serangan dadakan.
"Sialan, di mana ada celah untuk melarikan diri..." seru Rael melihat ke sekeliling.
Rael menjadi lengah, beruntung Bethany menembak mati naga di belakangnya. Ia langsung menghampiri Aland yang mendapat luka di dadanya, terbaring kelelahan. Bethany telah mempersiapkan banyak ramuan penyembuh karena tim ini tidak memiliki penyembuh yang hebat seperti Randolf.
"Cepat kemari! Terdapat celah yang dapat kita gunakan untuk melarikan diri!" seru Mythia melambaikan tangan.
Rael menciptakan kabut asap untuk menyembunyikan keberadaan mereka. Satu per satu masuk ke dalam celah untuk meninggalkan tempat tersebut. Tersisa Rael di paling belakang, Mythia menunggunya di dekat celah tersebut, namun para naga seperti mengetahui hal tersebut dan menghalau Rael menuju celah tersebut.
"Jangan remehkan aku, sialan!"
Dua naga di hadapan Rael langsung tumbang ketika ia memutuskan untuk menggunakan anti-sihir miliknya. Rael menggapai uluran tangan Mythia yang menariknya masuk ke dalam celah tersebut.
Tekanan yang kuat terasa dalam diri Rael ketika memasuki celah tersebut. Tanpa sadar ia sudah berada di lokasi yang berbeda. Celah itu membawanya ke dasar jurang yang sangat dalam dengan dua tebing yang sangat curam, sulit untuk memanjatnya.
Bethany memberikan ramuan penyembuh untuk diminum Aland. Rael pun mengambil ramuan mana dari sihir ruangnya untuk memulihkan diri. Dia terlalu banyak menghabiskan mana jika menggunakan anti-sihir.
"Kita baru memulai penjelajahan dan sudah tersesat sekarang. Betapa berbahayanya tempat ini," seru Mythia.
"Setidaknya kita aman di sini," ujar Rael.
Perlahan luka di tubuh Aland pulih dengan cepat setelah meminum ramuan tersebut. Bethany melihatnya dengan penuh penyesalan.
"Maaf..."
"Seandainya mataku bekerja dengan baik, kamu tidak akan terluka seperti ini,"
Juliette bangkit setelah meminum air, pedangnya sudah patah sehingga ia mengandalkan pisau saja yang memiliki jangkauan serangan yang lebih pendek.
"Jujur saja, aku sangat membutuhkan kemampuan penglihatanmu saja, Bethany. Tapi keadaanmu tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu," seru Juliette.
"Jangan memarahinya, Juliette!" balas Aland.
*Tapi kau merekrutnya memang karena mata miliknya, bukan? Jika dia tidak bisa menjadi pengamat yang baik, lantas dia tidak perlu ikut penjelajahan ini dari awal dan fokus memulihkan diri saja,"
"Hey, hentikan..."
Mythia menengahi mereka berdua. Ini bukan waktunya untuk bertengkar karena mereka harus segera mencari jalan keluar.
"Seandainya kita langsung memasuki goa pertama itu, kita tidak perlu mengelilingi hutan dan tersesat seperti ini, Juliette. Sadari dulu kesalahanmu!" bentak Aland.
"Hentikan, Aland. Aku memang salah karena memaksakan diri. Jangan meributkan hal ini lagi..."
Suasana menjadi tidak baik, namun Aland menurunkan egonya setelah mendengar permohonan Bethany. Ia menghela nafas dan bangkit berdiri. Ia berjalan lebih dulu di depan memimpin jalan tanpa mengatakan apa pun. Di saat seperti ini harusnya Bethany yang paling ceria mencairkan suasana. Tapi kondisi Bethany juga tampak tidak baik-baik saja.
Belum selangkah bergerak, sebuah tepukan tangan mengalihkan perhatian mereka ke arah atas tebing di belakang. Sebuah jalan buntu, tapi di atasnya terdapat seseorang datang menyambut kedatangan mereka. Seseorang yang familiar bagi Bethany. Ia tertegun tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sekali lagi, keberuntungan belum memihak kepada mereka.
"Tidak kusangka kita bertemu kembali di tengah-tengah labirin raksasa ini..."
Matanya menyala terang berwarna hijau dengan rambut ikal. Perawakan yang tinggi dan kurus membawa sebuah sabit di punggungnya. Rael tidak mengenali dirinya, tapi Bethany tahu. Pria yang kejam dengan berbagai tebasan yang mampu membelah apa pun di hadapannya.
"Lari..." Bethany melangkah mundur secara perlahan.
"Kau merindukanku? Wahai gadis bermata merah..."
Sebuah api keunguan meledak akibat serangan dadakan dari Aland.
"Tinggalkan tempat ini segera!"
Semua orang tahu bahwa melawan Pilar SOLUS di kondisi sekarang bukan pilihan yang baik. Tapi The Ripper tentu tidak akan membiarkan hal tersebut. Matanya melotot tajam ke arah Aland yang menyerangnya tiba-tiba. Dia marah dan melancarkan beberapa tebasan angin dari tangannya.
Bethany langsung mendorong Aland untuk menghindar setelah melihat pergerakan tangannya, beberapa helai rambutnya terpotong oleh serangan tersebut. Tanah terbelah begitu saja. Gempa tidak terhindarkan, tebing di kedua sisi dapat runtuh jika serangan itu terus dilancarkan.
"Jangan, Rael! Serangan itu mutlak membelah apa pun! Kau tidak akan bisa menahannya, bahkan Reinhart sekali pun! Pilihan kita hanyalah lari dan menghindar!" seru Bethany.
"Aku senang kau memuji kemampuanku, Bethany," seru The Ripper tersenyum.
Ia menyadari sebuah skenario yang sangat menarik setelah serangan tersebut. Tebing-tebing di sana akan runtuh jika diserang terus-menerus.
"Padahal aku belum memperkenalkan diri,"
Rael ikut memperhatikan gerak-gerik kedua tangan milik The Ripper yang menjadi kunci serangan berikutnya. Tangannya tidak lagi mengarah ke mereka.
"Sial... dia juga menyadarinya..." seru Rael.
"Apa maksudmu?" tanya Juliette.
"Dia akan meruntuhkan tebing-tebing di sini!"
Tebasan beruntun terjadi secara cepat memotong dinding tebing satu per satu. Hal itu menyebabkan gempa yang sangat hebat. Batu-batu mulai berjatuhan dari atas. Tebing-tebing di belakang mereka mulai runtuh bersamaan. Suara Ripper menggema diikuti tawa mengerikan. Bahkan tebing di depan mereka akan segera runtuh, mereka akan terjebak dan tewas bersamaan dengan runtuhan batuan besar dari kedua sisi.
"LARILAH, LALU HANCURLAH BERSAMA DENGAN BATUAN YANG MEREMUKKAN TUBUH KALIAN!!!!"
To be continued...