Di suatu tempat, kota itu telah terbengkalai. Lumut dan tanaman liar menyelimuti bangunan-bangunan yang menjulang tinggi. Tempat itu kosong, hanya ada beberapa monster yang satu per satu dikalahkan dengan mudah.
"Tempat ini sudah bersih," ujar Randolf melapor menggunakan telepati.
"Kerja bagus, rekan-rekan semua,"
Reinhart juga berhasil membersihkan area sekitar dengan Shael. Vapula, ular milik Shael kembali masuk ke dalam bayangan.
"Tempat ini cukup aman karena tidak ada anomali seperti celah retakan yang berbahaya," ujar Shael.
"Karena itu kita jadikan ini markas sementara kita. Rutenya pun sudah kita amankan," jawab Reinhart.
"Lapor, aku menemukan yang kau inginkan, Mr. Reinhart!" seru Olivia.
Tim Reinhart mulai berkumpul ke lokasi Olivia dan Alicia. Di dalam sebuah bangunan raksasa, terdapat pusaran mana yang membentuk bola berwarna biru pucat. Tekanannya sangat luar biasa kuat jika didekati oleh pengguna sihir.
"Apakah kita akan menghancurkan bola mana ini?" tanya Stephen.
"Tidak sekarang, tempat ini akan menghilang jika kita hancurkan. Padahal kita sudah memperoleh markas yang bagus," jawabnya.
Joyce kembali membuka peta dan menandai lokasi tersebut. Peta itu digambar menggunakan teknik sihir yang membaca lingkungan sekitar sehingga mampu menampilkan lokasi dengan cukup jelas.
"Kota ini seperti menjadi pusat yang dapat menghubungkan kita ke 3 pulau apung lainnya," ujar Joyce.
"Ah, kita melewati kota ini karena pulau ini satu-satunya jalan menuju kastil raksasa di atas langit itu, ya,"
Pandangan Shael teralihkan olah gedung raksasa yang tumbang menabrak tepian kastil melayang tersebut. Anehnya karena kekuatan sihir misterius, gedung itu tidak runtuh melainkan mematung seolah-olah waktunya terhenti. Persis seperti bebatuan yang melayang-layang di udara di puncak gunung sarang lebah.
"Setelah kita menginvestigasi kastil tersebut, tidak ada salahnya kita menaklukkan ratu lebah yang menjadi ancaman ekspedisi kali ini," seru Reinhart.
"Huhh... kita harus menaiki gunung itu dari bawah, bakal sejauh apa perjalanan kita kali ini," keluh Alicia.
"Jika kita berhasil naik ke lapisan atas, mungkin kita dapat bertemu dengan tim sebelah, aneh sekali soalnya kita malah berada di lapisan dasar. Seharusnya titik kemunculan kita berada di lapisan atas," ujar Reinhart.
"Pulau-pulaunya bergerak... bukan hal yang bagus karena hasil pemetaan akan berubah-ubah jika kita tidak bergerak cepat,"
Randolf langsung mengerti maksud dari perkataan Reinhart yang tidak memberikan mereka waktu untuk istirahat. Sejauh ini mereka bahkan belum menemukan siapa pun, tempat ini lebih luar dari yang mereka kira. Tidak ada yang tahu bahaya apa yang akan mengancam mereka kelak.
[Before the Endworld]
Detik per detik berlalu dengan lambat sebelum batuan besar runtuh menimpa mereka semua. Tapi Aland yang mengambil inisiatif lebih awal dengan melompat dan menghancurkan seluruh batu tersebut dengan ledakan yang sangat kuat, membuka jalan bagi yang lain untuk terus maju.
Sayangnya Ripper sudah menunggu momen itu, dia sudah tepat di atas Aland sekarang yang sedang melayang di udara.
"Kali ini, kau tidak akan bisa menghindar,"
Aland sendiri tidak menyangka kedatangannya secepat itu, dia harus mengantisipasi serangan Ripper dengan segera. Sebuah tebasan yang kuat dilancarkan hingga memotong lengan iblis milik Aland.
"Aland!!!" teriak Bethany.
Sebuah keberuntungan ia berhasil menghindari titik vitalnya agar tidak terluka. Aland tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, melalui runtuhan batu yang berjatuhan, ia melangkah dengan cepat mengejar posisi Ripper di atas.
"Kau pikir semudah itu melenyapkan kutukan ini, hah!"
Tanpa diduga tangan iblis milik Aland tumbuh kembali dengan cepat. Lukanya dengan mudah disembuhkan secara total, berbeda dengan luka di bagian tubuh yang lain harus menggunakan ramuan penyembuh. Ripper yang tidak mengetahui hal tersebut harus menerima pukulan telak disertai ledakan berapi dari tangan iblisnya. Membuatnya ia terpental jauh.
Aland kembali turun bergabung dengan rekan-rekannya. Tapi pukulan seperti itu tidak akan menghentikan Ripper, justru membuatnya semakin mengamuk.
Di hadapan mereka sekarang, tebing di sisi kanan dihancurkan begitu saja. Datang Ripper dengan wajah yang sangat marah, dia memotong tebing tersebut dengan mudahnya untuk membuka jalan langsung menuju mereka.
"Sudah cukup main-mainnya,"
Kecepatan yang luar biasa, ia menapakkan kaki di sisi tebing satunya. Tatapannya tajam menatap ke arah Aland.
"Kita harus meninggalkan tempat ini segera! Cari celah yang dapat dimanfaatkan untuk melarikan diri!" seru Juliette.
Tebing-tebing dihancurkan sembari ia mendekati mereka. Bethany menarik Rael untuk menundukkan kepala. Seinci saja telat menundukkan kepala, sudah dipastikan hidup mereka berakhir di sana. Mythia mulai menghilang untuk menyerang Ripper dari titik buta. Juliette dan Aland maju menghadapi The Ripper yang mengamuk.
Arena pertarungan di sini sangatlah sempit karena diapit dua tebing yang rawan runtuh akibat serangan yang kuat. Sihir milik Rael bisa menjadi bumerang jika melancarkan serangan sekuat Ripper. Bethany tidak mampu membidik Ripper yang memiliki pergerakan yang sulit diprediksi. Ia hanya bisa diadu dengan serangan jarak dekat.
"Apa kau bisa memanfaatkan matamu untuk mencari celah di sekitar sini?" tanya Rael.
"Ah, emm....."
"Tidak usah dipaksakan jika tidak bisa, matamu tidak boleh semakin terluka,"
"Aku bisa!"
Sayangnya Ripper tidak akan membiarkan hal tersebut.
"Aku menginginkan mata indahmu,"
Sekejap dia sudah berada di hadapan Bethany untuk mengincar matanya. Tangannya sudah menggenggam sabit hitam yang selalu berada di punggungnya selama ini.
Mythia muncul dari ketiadaan dan menangkis serangan Ripper. Ia kembali memukul mundur dan didukung oleh ledakan kuat dari api keunguan milik Aland.
"Pegangan yang erat,"
Rael menggendong tubuh Bethany di punggung lalu melancarkan sihir angin agar dapat melompat setinggi mungkin. Dengan begitu, ia dapat memberi kesempatan bagi Bethany mencari keberadaan celah di sekitar sana.
"Hiraukan pancaran sihir yang sangat kuat dari musuh, fokus saja mencari yang diinginkan," seru Rael.
Dari semua usaha rekan-rekannya selama ini, dia tidak ingin mengecewakan lagi. Sekali lagi ia mengaktifkan matanya sambil menahan rasa sakit. Waktu menjadi lebih pelan dari biasanya. Tekanan yang sangat kuat dan rasa terbakar menyelimuti matanya. Ia hanya cukup mencari titik anomali di sekitar dan mematikan kekuatan mata miliknya.
"Ketemu!" seru Bethany.
Jaraknya cukup jauh, mereka harus lari sejauh 100 meter menuju celah tersebut.
"Selama ada harapan, masalah seperti apa pun kita bisa selesaikan bersama-sama," jawab Rael.
Ia segera memberitahu yang lain tentang lokasi celah tersebut. Mereka harus menghadang Ripper terlebih dahulu sekarang. Pertarungan semakin berbahaya karena sisi kanan tebing telah dihancurkan sehingga mereka dapat terjatuh ke dalam jurang yang tiada ujungnya.
Ripper mundur selangkah demi selangkah setelah diserang bertubi-tubi oleh Mythia yang selalu menghilang.
"Matamu juga indah rupanya," ujar Ripper tersenyum.
Tebasannya dengan mudah dihindari dan ditangkis dengan sihir penghalang. Berbeda dengan Ripper yang satu serangan saja bisa memberikan kerusakan yang mengerikan.
Sekarang giliran Juliette yang menyerang sementara Mythia kembali menghilang. Serangan yang terkoordinasi dengan baik. Juliette tidak memberikan kesempatan bagi Ripper menggunakan tebasannya. Pergerakannya secepat kilat bahkan berhasil melukai Ripper sebelum ia sempat menciptakan sihir penghalang.
Rael membantu dari kejauhan memanggil sambaran petir berkali-kali.
"Kita akan maju secara perlahan menuju celah yang dituju," serunya sambil berlari bersama Bethany.
Mereka semua maju secara bersamaan mengikuti irama pertarungan Juliette melawan Ripper. Tebasan yang kuat hampir saja membunuh Juliette. Ia menendang Juliette hingga terhantam ke tanah dari atas. Sebelum sempat membunuhnya, Aland maju menabrakkan diri namun Ripper mengeluarkan asap hitam yang terbang ke atas menjadi tiga.
"Kekuatan yang berbeda?" Rael terkejut melihat perubahan gaya bertarung dari Ripper.
Dari tiga asap hitam yang melayang dari angkasa, masing-masing terbang mengarah ke Aland dari berbagai sisi.
"Hati-hati! Salah satunya terdapat Ripper yang bersiap melakukan serangan kejutan!" seru Rael.
"Sialan, gimana caranya tahu dia yang mana!"
Dari sisi kiri, Ripper muncul memberikan tebasan yang kuat. Sekali lagi ia mengorbankan tangan iblisnya agar terpotong karena tidak sempat menghindar.
"Aku harus membantu. Bethany, gunakan ini!" seru Rael memberikan ramuan sihir yang diambil dari sihir ruang.
"Botol itu akan meledak jika dipecahkan, ledakkan celah di sana agar tetap bertahan dalam waktu yang lama. Aku ragu kita bisa pergi semudah itu dari sini,"
Bethany pergi berlari menuju celah tersebut. Sementara itu Rael mempersiapkan sihirnya untuk ikut dalam pertempuran tersebut.
Dua asap hitam lainnya tetap mengejar Aland dan meledak. Ledakan itu mulai meruntuhkan tebing di sekitar. Mythia melancarkan serangan kejutan namun pedang miliknya dengan mudah ditangkap oleh The Ripper. Tatapannya licik seolah-olah sudah mengetahui pergerakan Mythia sejak awal.
"Pedang ini tidak cocok untukmu yang hanyalah seorang gadis biasa,"
Pedang itu dipatahkan dengan mudah. Mythia menjadi lengah, tangan satunya mencengkeram leher Mythia dan mengangkatnya ke atas.
"Tenang saja, aku tidak akan membunuh gadis cantik sepertimu dan gadis bermata merah tadi,"
Ripper mencari keberadaan Bethany dan mendapatinya sedang berlari menuju celah di depannya. Hal itu menjadi kesempatan bagi Aland menyerangnya dengan kapak.
Ripper tidak sebodoh itu membuat dirinya penuh dengan celah. Serangan itu sudah ditunggu olehnya, cukup mengarahkan Mythia ke area serangan Aland membuat serangannya terhenti. Dengan cepat ia menghantam kepala Aland ke arah dinding dengan kuat.
"Kau pikir sehebat itu hingga mampu memberi luka kepadaku?"
Sekali lagi Ripper membanting Aland ke tanah. Lalu melemparnya ke atas dan secepat kilat memukulnya jatuh ke tanah sekali lagi.
"Inilah perbedaan kekuatan kita, dasar lemah,"
Celah sudah dibuka hingga sangat besar akibat ledakan dari ramuan sihir milik Rael. Namun ketika ia berbalik badan, semuanya sudah terkapar tidak berdaya. Dengan kekuatan sebesar itu, Ripper masih bermain-main dengan mereka karena tidak langsung membunuh semua yang ada di sana.
"Tersisa kau rupanya," ujar Ripper menatap Rael di langit.
"Aku tidak tertarik dengan dirimu, jadi matilah,"
Dua buah tebasan dilancarkan, tapi Rael berhasil menghindarinya di udara.
"Serangannya bisa dibaca selama memperhatikan tangannya," gumam Rael.
Ia bermanuver menggunakan sihir angin yang mendorong tubuhnya untuk menghindar. Bila menyentuh tanah, ia memanfaatkan sihir petir untuk bergerak secepat kilat. Tapi Ripper juga dapat bergerak dengan sangat cepat. Sabitnya sudah bersiap untuk mengambil nyawa Rael. Tapi ia membawa sebilah pedang yang menangkis serangan tersebut. Di saat yang bersamaan, ia menembakkan laser api namun Ripper berhasil menghindarinya.
"Sudah kuduga, sihirmu membutuhkan rapalan yang lama, lantas apa yang bisa kau lakukan?"
Tebasan demi tebasan dilancarkan Ripper ke arah Rael. Ia menghindarinya dengan sangat tepat sambil maju mendekati Ripper. Ia mulai melancarkan berbagai sihir murni dari berbagai arah. Setidaknya itu memberikan waktu bagi Aland dan Juliette bangkit lagi.
Serangan menjadi lebih terkoordinasi ketika Aland dan Juliette bekerja sama seolah saling mengerti satu sama lain. Tugas Rael hanyalah membuka peluang bagi mereka untuk menyerang.
Kabut asap diciptakan Rael untuk menghalangi pandangan. Tapi Rael telah memasang sihir penanda sehingga wujud Ripper bercahaya kebiruan sehingga dapat dilihat oleh yang lain.
"Penyihir memang menyebalkan," ujarnya.
Sebuah hal yang tak terduga, Ripper mengetahui lokasi Rael dan ia menerjang langsung ke arahnya. Namun pergerakan itu sudah dibaca oleh Juliette untuk melancarkan serangan balasan. Tapi hal itu tidak berakhir baik.
Sekarang ada dua Ripper di dekat Juliette. Tapi hanya satu yang memiliki penanda. Kini malah Ripper yang melancarkan serangan kejutan. Aland dengan sigap menerjang Ripper kedua, tebasannya menjadi sedikit meleset, namun tangan kanan Juliette terpotong seutuhnya. Kejadian itu berlangsung begitu cepat, senyuman licik terpampang jelas di hadapan Juliette yang kehilangan keseimbangannya. Ripper yang asli mengangkat sabitnya dan menebas Juliette. Tangan kirinya reflek mengambil pedang di tangan kanannya yang masih melayang di udara dan berusaha sekuat tenaga menangkis serangan tersebut.
Darah bercucuran di mana-mana. Mata kirinya terkena serangan tersebut. Keberuntungan ada pada Juliette karena tidak kehilangan nyawanya.
Itu sepadan dengan persiapan demi menciptakan panggung bagi Rael melancarkan anti-sihir miliknya. Dari samping, Rael mengarahkan tongkatnya ke arah Ripper, tanpa ampun ditembakkan dalam skala yang besar. Tembakan itu menembus langsung ke arah tebing, membuat lobang yang sangat besar.
"Serangan yang indah sekali, penyihir,"
Tatapan Rael kosong menoleh ke arah kanan. Juliette yang berlumuran darah kehilangan tenaganya dan hanya bisa pasrah terhadap apa yang akan terjadi ke depannya.
Sebilah pedang menusuk perut Aland hingga ia memuntahkan darah. The Ripper masih hidup dengan memindahkan kesadarannya ke tubuh kloningannya.
"Senang bisa bermain dengan kalian,"
Ripper mencabut pedangnya dan menendang dengan kekuatan penuh menghantam dinding hingga runtuh.
Bethany melihat dengan histeris dan berteriak memanggil namanya. Kejadian itu berlangsung sangat cepat sebelum ia dapat menghampiri area pertempuran tersebut.
"JANGAN DATANG KEMARI, BETHANY! LARILAH MASUK KE DALAM CELAH TERSEBUT!!" seru Mythia bangkit mengangkat pedangnya yang telah dipatahkan.
"Hmmm... sudah kubilang kau tidak cocok menggunakan pedang tersebut. Kau bahkan lebih lemah dari gadis itu," ujar The Ripper membicarakan Juliette yang terkapar tak berdaya.
Rael tidak akan membiarkan pengorbanan rekan-rekannya sia-sia. Ia melancarkan serangan petir beruntun kepada Ripper. Sekali lagi ia menciptakan 3 asap hitam yang terbang ke langit lalu bergerak menuju ke arah Rael.
Rael menciptakan bola anti-sihir yang meledakkan area sekitar, tepat ketika ketiga asap hitam mendekatinya. Ia melangkah mundur mempersiapkan rapalan sihir berikutnya. Asap itu memang hilang, namun Ripper tetap menerjang ke depan, Rael dipukul mundur mendekati jurang tak berujung tersebut.
Sebuah tebasan yang sangat kuat dilancarkan ke arah Rael. Ia bertaruh agar sihir anginnya dapat selesai dirapal sebelum tebasan tersebut mengenai dirinya. Namun hal itu sia-sia. Ia tidak menduga tebasannya secepat itu.
"..."
Darah bercucuran di mana-mana. Wajah Rael dipenuhi cipratan darah segar yang menutupi penglihatannya. Namun darah itu bukanlah miliknya.
"Bawa.... yang lain.... pergi..." ucap gadis itu, Mythia.
Waktu terasa berhenti seketika melihat gadis pujaannya terluka sangat fatal menerima tebasan tersebut setelah mendorong Rael agar tidak terluka. Jantung berhenti berdetak karena kejadian tersebut. Mulutnya tidak mau menutup kembali, hingga waktu kembali berjalan dengan sangat cepat. Mythia terlempar jatuh ke dalam jurang tak berujung.
"Ah, padahal aku tidak ingin membunuhnya,"
Tangan Bethany gemetar mengangkat panah yang hendak membidiknya. Ia gagal mengenai Ripper sama sekali akibat pergerakannya yang tidak masuk akal. Tangannya reflek menjatuhkan panah tersebut setelah melihat sahabatnya jatuh ke dalam jurang tak berujung. Aland yang baru saja menyingkirkan batuan yang menimpanya langsung disuguhkan pemandangan yang sangat menyayatkan hati.
"Ini salahmu, penyihir," seru The Ripper menatap sinis.
Jantung menjadi berdetak lebih cepat dari biasanya. Nafasnya menjadi semakin tidak stabil. Rael menatapnya dengan penuh kebencian.
"Salahku?"
Serangan api dan petir membabi buta mengacak-acak area sekitar hanya demi membunuh The Ripper.
"KAU MEMBUNUHNYA!!"
Rael menerjang ke depan melancarkan serangan anti-sihir berkali-kali. Gempa tidak terhindarkan akibat serangan dahsyat yang diberikan Rael.
Bethany ditarik paksa oleh Juliette untuk pergi dari sana. Tebing akan runtuh semuanya jika dibiarkan. Celah tersebut akan hilang jika tebing tersebut runtuh semua.
"Kita harus pergi, Bethany!" seru Juliette.
"Tidak.... kita harus bantu mereka!"
"Kau bisa apa?!!!" bentak Juliette dengan wajah penuh luka.
Rael berhasil melukai bahu kanan The Ripper. Hal itu membuat dirinya kesal. Kali ini ia menciptakan 5 asap hitam yang terbang di udara. Belum sempat menyebar ke segala arah, sebuah bola api raksasa meledakkan area tersebut dengan dahsyatnya. Serangan itu memicu reaksi berantai di mana tebing-tebing di sekitar runtuh satu per satu. Rael maju mendekati Ripper secepat kilat yang terluka. Namun refleknya lebih cepat, ia melancarkan tebasan yang membuat Rael menghindar. Tendangan yang kuat mengenai Rael hingga terlempar.
Ripper mengejar Rael untuk melancarkan serangan lanjutan tapi Rael sudah menduga hal tersebut. Laser api ditembakkan hingga menghanguskan tangan kirinya.
"Ini menarik! Serang diriku terus-menerus!"
Lukanya kembali pulih seiring berjalannya pertempuran. Rael meminum ramuan mana dan kembali menembak secara bertubi-tubi.
Sementara itu Juliette berlari sekuat tenaga menarik Bethany yang memohon untuk kembali di kala bebatuan mulai berjatuhan akibat gempa.
"Sialan kau, Rael. Kau akan membunuh kami semua, tahu!" seru Juliette yang batuk darah ketika berbicara.
"Aland!!"
Bethany menoleh ke arah Aland yang berdiri dengan luka di perutnya. Mengamati keadaan yang sudah tidak kondusif, ia sekali lagi menatap mata Bethany dengan senyuman yang hangat.
Rael kalah cepat dengan Ripper yang berhasil mencengkeram kepalanya dan membanting ke tanah dengan sangat kuat. Sekali lagi ia terjatuh di pinggir jurang tak berujung.
Ia kelelahan, meskipun terus memasok mana yang habis, staminanya sudah mencapai batas.
"Kau kesal, penyihir?" tanya Ripper dengan kondisi sempurna tanpa luka setelah meregenerasi.
"Inilah perbedaan kita, aku bukan semata-mata diangkat sebagai Pilar SOLUS, tahu,"
Ia berjalan perlahan mendekati Rael yang terkapar tak berdaya sambil meremas jarinya dengan kesal.
"Rekanmu, si Wadah Astaroth mengajariku hal ini, untuk menyembunyikan teknik-teknikmu di akhir-akhir sebagai serangan pamungkas. Aku kesal dia hampir membunuhku dengan serangan yang sangat mengerikan di Akademi. Akhirnya aku bisa membalasnya di sini,"
"Apa pun itu, matilah,"
Sabit hitam miliknya diayunkan ke arah Rael, namun hal itu berhasil ditangkis oleh Aland dengan sisa-sisa kekuatannya. Hal itu membuat The Ripper kesal setengah mati dengan ketahanan yang dimilikinya. Tebasan beruntun ia lancarkan untuk membunuh mereka berdua.
Aland menarik baju Rael dan lompat cukup tinggi lalu melemparnya ke dekat celah tempat Juliette dan Bethany berada. Semburan api keunguan membakar area tersebut sebelum Aland mendarat.
Sekali lagi ia menarik baju Aland dan membenturkan kepalanya agar Rael merasa sakit.
"Apa yang kau lakukan daritadi, hah?!! Begini sikapmu ketika Mythia mengorbankan diri untukmu?!! Lihatlah... kau sangat menyedihkan!"
"Iya... aku menyedihkan, Aland. Seandainya aku menembakkan anti-sihir langsung mengenai dia dan kloningannya, kita sudah menang," balas Rael sambil menangis.
"Kau memang tidak bisa mengalahkannya, Rael. Dirimu yang sekarang sangatlah lemah karena dipermainkan dirinya,"
Aland menghela nafas dan membantunya berdiri. Sebentar lagi tebing akan runtuh menimpa mereka dan celah tersebut akan lenyap.
"Karena itu..."
Sekali lagi Aland melempar Rael masuk ke dalam celah tersebut sambil membakar area sekitar. Menutup jalan bagi Aland menuju celah tersebut.
"Tunggu, apa maksudnya ini, Aland?!!" seru Bethany.
"Harus ada yang menghentikan dia di sini agar tidak ikut masuk ke dalam celah tersebut, Bethany," jawabnya.
"Kenapa kamu?!!"
Bethany ditarik paksa oleh Juliette yang menahan air matanya menatap keteguhan hati Aland yang sudah membulatkan tekadnya.
"Lepaskan aku, Juliette! Aland masih berada di sana! Ia harus kita selamatkan!!" seru Bethany kembali meneteskan air mata.
Bahaya masih mengancam mereka semua. The Ripper muncul dari kobaran api dengan tatapan sinis ke arah Aland.
Untuk terakhir kalinya, Aland menatap mereka berdua dan Rael yang mulai tersedot masuk ke dalam celah tersebut.
"Kau pasti paham, Juliette. Bahwa ini adalah keputusan terbaik yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kematian tim ini. Harus ada yang selamat sebanyak apa pun itu dengan sedikit pengorbanan," gumam Aland.
Juliette berpaling karena menolak untuk melihat Aland terakhir kalinya. Dia mulai tersedot masuk ke dalam celah, menarik Bethany untuk ikut masuk ke dalam. Perlu diingat bahwa celah hanyalah jalan satu arah. Sehingga tidak ada jalan untuk kembali ke tempat tersebut.
Aland menerjang maju menghindari tebasan demi tebasan dan menangkap Ripper. Mereka pun jatuh bersama ke dalam jurang tak berujung. Hal itu tentu tidak terpikirkan sama sekali olehnya. The Ripper semakin marah karena dirinya diajak mati bersama dengan Aland. Sekeras apa pun ia memberontak, kedua tangannya sudah dikunci agar tidak bisa melancarkan tebasan.
"SIALAN KAU, AKU TIDAK INGIN MATI BERSAMAMU!!!!"
"Tenang saja, aku tidak akan mati semudah itu,"
Jurang itu sangatlah dalam. Itu adalah titik terdalam Retakan Red City yang sama sekali tidak terjamah oleh siapa pun sebelumnya. Tidak ada apa pun di sana, hanya kekosongan dan kegelapan. Jauh sekali mereka terjatuh.
Tanah hitam menghantam mereka yang terjatuh. Hanya ada 3 bola mana yang bercahaya di dalam kegelapan memberikan sedikit penerangan bagi mereka. Dengan jarak 10 meter, masing-masing bangkit berdiri mengangkat senjata mereka.
Tempat itu mengutuk mereka berdua karena diserap energinya secara perlahan hingga mati, hal ini juga berefek kepada The Ripper. Amarahnya sudah tak tertahankan melihat perbuatan Aland yang menghalanginya sejauh ini.
"Jika kau menginginkan Bethany, langkahi dulu mayatku," seru Aland menodongkan senjatanya ke arah Ripper.
Maaf, Mythia. Aku gagal melindungimu sebagai pemimpin dari Lacheln Squad.
Maaf, Rael. Aku harus membuat keputusan ini secara egois. Karena dirimu masih naif seperti diriku di masa lalu.
Maaf, Bethany. Lagi-lagi aku meninggalkanmu, lagi-lagi aku mengingkari janji untuk selalu di sampingmu.
Maaf, Juliette. Aku memperlihatkan kematian sekali lagi kepadamu. Nampaknya kita berdua memang pemimpin yang buruk. Karena itu aku yakin kau dapat menghargai keputusanku.
To be continued...