Semua orang melihat Reinhart yang berdiri di atas podium melalui masing-masing cermin rumah yang disiarkan oleh Reinhart menggunakan sihirnya.
"Kepada seluruh warga negara Alterra. Matahari telah terbenam beberapa menit yang lalu meninggalkan kita dalam kegelapan. Negara ini telah berduka atas kepergian calon-calon pemimpin masa depan kita dalam jumlah yang sangat banyak. Mereka adalah murid-murid kesayangan kami para dosen, mereka adalah anak-anak kesayangan kalian para orangtua, dan mereka adalah teman-teman terbaik kita semasa berjuang bersama di akademi,"
Ucapannya benar-benar membuat suasana menjadi semakin suram. Rael memperhatikan para mahasiswa sekitar ada yang mulai menunduk, juga meneteskan air mata. Seorang ibu yang baru saja kehilangan anak semata wayangnya tidak dapat berhenti menangis dalam dekapan sang ayah yang berusaha tegar. Para dosen mulai mengenang memori-memori indah para mahasiswa yang penuh dengan kenakalan selama mengajar, sayangnya mulai ke depannya mahasiswa tersebut sudah tidak ada lagi mengganggunya.
"Bagaimana perasaan kalian sekarang? Marah? Sedih? Coba tatap orang-orang di sekitarmu, apakah mereka merasakan hal yang sama?"
Para mahasiswa mulai melihat ke sekeliling. Begitu juga dengan para orangtua dan dosen di tempat mereka masing-masing. Ada yang di pos darurat, ada yang di rumah masing-masing, dan ada yang berada di daerah pemukiman.
"Jika mengevaluasi kejadian ini, siapa yang patut disalahkan menurut kalian semua? Saya? Pemerintah? Anggota Federasi? Atau kalian sendiri?" tanya Reinhart dengan serius.
Semua hening tidak berani mengutarakan pemikiran mereka.
"Tidak ada yang menjawab, maka biarkan aku mengutarakan pendapatku terlebih dahulu secara pribadi,"
Reinhart mengambil nafas yang panjang.
"Aku kesal dengan kalian semua,"
Semua orang terkejut mendengar ucapan tersebut dari mulut seorang Reinhart Leorieth.
"Bagaimana tidak? Selama ini aku sudah bekerja keras memenuhi harapan kalian. Jujur saja aku sendiri tidak pernah meminta diberkahi kekuatan sehebat ini. Tapi itu adalah tanggung jawabku dan pengabdianku kepada negeri ini. Tapi apa timbal balik dari kalian? Tingkah fanatik kalian yang menganggapku sebagai seorang dewa terlalu berlebihan, ketika aku melakukan kesalahan kalian akan mulai mencaci makiku. Kalian lupa aku ini juga manusia seperti kalian? Bagaimana aku tidak lelah menjalani kehidupan seperti ini?"
"Akan kujelaskan kepada kalian yang menyebarkan berita ke seluruh dunia bahwa Alterra adalah tempat teraman yang begitu harmonis. Negara kita terancam musnah dalam beberapa bulan ke depan!"
Semua orang sudah saling berbisik-bisik tentang apa yang dibicarakan Reinhart di depan. Rael sendiri sudah diberitahu lebih dulu.
"Daerah kekuasaan invasi Megalithium telah menyentuh teritori wilayah aliansi negara ini, sehingga peperangan tidak dapat dihindari lagi. Ada pula kemunculan Retakan terbesar dalam sejarah umat manusia yang kami beri nama sebagai Red City, kawasannya semakin membesar hingga dalam 27 hari, ia akan mencapai kota ini. Tidak dapat dibayangkan sebesar apa nantinya jika dibiarkan. Bersamaan dengan itu, Fraksi SOLUS telah menyusup dan menyebabkan kekacauan di berbagai tempat termasuk tanah air kita sendiri. Kalian semua sudah menyaksikan langsung betapa mengerikannya mereka,"
"Terlebih lagi, iblis yang kalian ketahui menyebabkan kekacauan di ibukota dan sekitarnya, sayang sekali mengatakan hal ini tapi, mereka semua dulunya adalah seorang manusia. Seorang manusia yang diubah oleh mereka menjadi monster menyerupai iblis, baik itu adalah warga negara Alterra, maupun seorang imigran gelap yang dibawa mereka,"
Kericuhan mulai terjadi seiring Reinhart menjelaskan satu demi satu masalah besar yang menimpa negara ini. Cepat atau lambat Alterra akan menjadi medan peperangan jika keempat masalah itu tidak langsung diatasi. Bahkan ada yang sudah berencana untuk meninggalkan negara ini.
"Baru-baru ini aku mendapat kabar bahwa guild Sunbringer tidak kunjung kembali setelah ekspedisi yang mereka lakukan ketika aku memutuskan untuk datang menyelamatkan kota ini. Bahkan aku juga kehilangan sebagian besar anggota guild yang masih terjebak di dalam sana. Tidak ada yang tahu apakah mereka masih hidup atau tidak,"
"Jujur saja tidak ada lagi yang dapat kuandalkan karena seluruh anggota Federasi yang tersisa dikirimkan ke luar negeri dan medan peperangan yang sedang berlangsung. Tidak ada pilihan selain menyeret kalian anak-anak muda ke dalam Retakan tersebut untuk menyelamatkan mereka bersamaku."
Di tengah keputusasaan semua orang, mendengar kabar tersebut tentu saja membuat orang-orang semakin syok dan menolak keras untuk bergabung dalam misi tersebut. Suasana menjadi semakin hening karena tidak ada yang mampu berkata-kata lagi setelah Reinhart membuat keputusan tersebut.
"Kutanya sekali lagi kepada kalian, siapa yang patut disalahkan atas semua ini? Ketidakbecusan kami dalam melindungi negara ini? Pengambilan keputusan yang salah dari pihak pemerintah? Lemahnya kalian tidak mampu melindungi keluarga masing-masing? Atau ... idealisme bodoh yang digaungkan Federasi?"
Respon semua orang berbeda-beda. Joyce dan Bethany hanya mampu menyalahkan diri sendiri mengingat ketidakberdayaan mereka yang bergantung pada Emily. Randolf kesal karena lemahnya orang lain sehingga ia tidak bisa terjun membantu dalam peperangan. Shael tidak terima jika hanya mereka sendiri yang berjuang selama ini karena sebagian besar anggota Federasi diterjunkan ke medan pertempuran. Ada pula Mythia yang tidak tahu harus berbuat apa karena hanya menjadi beban akibat luka parah yang ia alami. Stephen hanya diam di barisan paling belakang.
Masing-masing orang memiliki pemikiran mereka sendiri. Itu adalah hak pribadi mereka. Beberapa orang telah mengalami kenangan yang menyakitkan setelah kejadian tersebut.
"Aku bukan orang yang pantas memerintah kalian untuk terjun ke dalam neraka sekali lagi. Karena itu aku mengumpulkan kalian semua di sini, baik para mahasiswa maupun anggota Federasi yang tersisa,"
Cermin-cermin kecil selama ini melayang-layang di udara, menampilkan wajah mereka satu per satu kepada seluruh warga yang melihat siaran tersebut melalui cermin komunikasi.
"Semua orang melihat ke arah kalian. Mungkin di antaranya adalah orangtua kalian, saudara kalian, teman kalian, atau hanya sekedar orang asing bagi kalian. Karena itu ingatlah mereka selalu, dari segala kehilangan yang kalian alami, ingatlah bahwa masih ada mereka yang melihat kalian sekarang. Meskipun mereka mungkin adalah orang asing bagimu. Kalian masih bisa memilih untuk tetap hidup demi mereka semua. Karena jika kalian memilih untuk bergabung denganku dalam regu penyelamatan Red City, mungkin ini terakhir kali mereka melihat wajah kalian,"
"Setelah mengetahui seluruh fakta ini, apakah kalian masih ingin mengabdikan diri kepada negeri ini?"
Pertanyaan itu sangatlah sulit dijawab oleh masing-masing diri mereka.
"Setidaknya, lindungilah orang-orang terdekat kalian. Tidak ada yang tahu bahaya seperti apa yang akan menimpa kalian lagi selama aku terjun ke dalam neraka nanti. Mungkin saja aku juga tidak dapat kembali seperti yang lain,"
Hening sekali tempat tersebut, tidak seperti sebelumnya. Semua orang memang harus diberitahu fakta bahwa kemungkinan terburuk ini bisa saja terjadi dan menimpa Alterra dalam waktu dekat.
"Karena itu buatlah keputusan kalian! Bagi mereka yang ingin tinggal dan melindungi keluarga dan orang-orang terdekatnya silahkan meninggalkan lapangan ini. Bagi mereka yang ingin menyerahkan nyawanya untuk terjun bersamaku ke dalam neraka silahkan menetap di sini. Pilihan kalian tidak pernah dianggap salah, itu adalah keputusan terbaik yang dapat kalian lakukan. Ingatlah bahwa masih ada yang dapat diperjuangkan di kota ini tanpa harus menyerahkan nyawa kalian. Sekian dari pengumuman malam ini,"
Sebuah pidato terburuk yang menampar masing-masing menggunakan pahitnya realita. Perlahan satu per satu orang mulai melangkah mundur dari lapangan tersebut.
Aland sudah menduganya karena Reinhart tidak sama sekali ingin membakar semangat mereka untuk berjuang bersama. Pada akhirnya manusia harus menentukan apa yang ingin mereka perjuangkan tanpa campur tangan orang lain.
Di hadapan Joyce sekarang, orang-orang berbondong-bondong pergi dari tempat tersebut. Sebuah tekanan batin yang membawa Joyce menuju ketakutan tak berujung.
"Pergilah, Joyce. Orangtuamu menunggu di rumah, bukan?" ujar Randolf di depannya.
Perkataan Randolf benar. Keadaan Joyce masih belum pulih sepenuhnya. Ia sudah cukup berjuang dengan kekuatannya yang sangat terbatas. Ini bukan tentang Federasi lagi, ini tentang batasan diri masing-masing.
Sensasi ini dirasakan oleh yang lain juga. Mythia juga ingin kembali, Bethany sudah menarik tangannya, memintanya untuk tidak usah ikut dalam misi bunuh diri ini.
Tapi tatapannya tertuju kepada Rael yang tidak berpaling sama sekali. Ia jatuh dalam dilema di mana kedua temannya mengambil jalan yang berbeda.
"Apakah kamu tidak ingin pergi, Mythia?" tanya Bethany gelisah.
"Kita ini terlalu lemah untuk misi ini! Kau tidak tahu semengerikan apa karena kau asik tertidur selama tragedi tersebut!" seru Bethany.
Mythia tahu ia masihlah lemah. Bahkan ia sendiri tidak tahu bagaimana memanfaatkan kekuatan besarnya seperti ketika Trisha memberkatinya. Mungkin saja kekuatan seperti itu sudah tidak ada lagi dalam dirinya. Namun ia masih belum memperjuangkan apa pun selama ini.
Dengan berat hati ia melepas tangan Bethany yang menariknya pergi tanpa berkata apa-apa. Namun hal itu sudah memiliki sebuah makna bagi Bethany akan keputusannya.
"Shael ... bagaimana keputusanmu?" tanya Vapula.
"Menyebalkan, aku ingin bersantai saja. Toh orangtuaku tidak mengharapkan apa pun dariku. Aku tidak ingin lagi bermain menjadi pahlawan setelah semua hal yang merepotkan menimpa diriku," jawabnya mulai melangkah mundur.
Satu per satu jumlah orang di lapangan berkurang secara drastis. Masing-masing memiliki jawaban mereka tersendiri.
Reinhart sendiri tidak berharap banyak. Apa pun yang terjadi ia akan tetap melangkah maju.
Lima menit berlalu dengan cepat. Dari sekitar 500 orang kini tersisa 10 orang saja yang masih berdiri dengan tegap di lapangan. Mereka adalah orang-orang yang ingin berjuang sekali lagi, yang memiliki dendam tersendiri, dan yang ingin menebus kesalahan diri.
"Lantas kenapa kamu masih berdiri di sini, Shael?" tanya Vapula sekali lagi.
"Yah, benar-benar sial,"
Joyce menggenggam erat jubah milik Randolf agar tidak terpisah darinya. Randolf terkejut melihat Joyce masih berada di belakangnya.
"Masih ada hal yang harus kulakukan, Randolf. Kamu tidak berhak memerintahku seperti itu ... " jawabnya sambil meneteskan air mata.
Mythia berdiri di samping Rael dengan penuh keyakinan. Ia menatap mata Rael yang tidak berpaling sedikit pun karena sudah meneguhkan tekadnya. Dia tidak boleh kalah darinya.
"Maafkan aku, ayah, ibu. Sepertinya aku memang tidak cocok menjadi bangsawan yang kalian inginkan," gumam Mythia.
Di sisi lain Stephen melihat di belakang tanpa meninggalkan lapangan sama sekali. Ia tetap berdiri di sana tanpa meninggalkan rekan-rekannya.
"Kenapa kau tidak benar-benar pergi, Bethany?"
Bethany sudah sempat meninggalkan Mythia namun langkahnya terhenti di barisan paling belakang. Bahkan ia tidak menghadap ke depan sedikit pun.
"Entahlah, diriku merasa bahwa lari bukanlah pilihan terbaik,"
"Tapi tidak ada salahnya untuk lari seperti kebanyakan orang. Kau hanya takut ditinggal sendirian sementara yang lain memilih untuk maju, bukan?" ujar Stephen.
"Berisik, apakah itu salah?" tanya Bethany.
"Tidak, karena mereka semua terlalu silau bagimu, bahkan seorang Aland sekali pun," jawab Stephen.
Dengan begitu, terbentuklah tim baru bersama dengan orang-orang baru dengan berbagai pergumulan dalam hati mereka. Ini adalah sebuah pilihan. Reinhart tidak akan berkomentar apa pun tentang keteguhan hati mereka semua.
"Aku menghormati keteguhan hati kalian melawan sebuah ketakutan. Neraka sekali pun tidak akan membunuh kalian semudah itu,"
"Dengan disaksikan oleh semua orang, kuumumkan regu penyelamatan Alterra yang akan membawa angin baru bagi masa depan negara ini,"
"Randolf Hawkins,"
Ia maju pertama berdiri tepat di depan podium menghadap ke arah Randolf.
"Shael Elaris,"
Vapula ikut hadir di pundaknya, berdiri di samping Randolf.
"Mythia Aveline,"
"Olivia Mikane,"
Perempuan dengan rambut bergelombang dan berwarna biru gelap. Ia sangat menonjol karena memiliki simbol belah ketupat di dahinya yang berwarna biru terang. Tidak lupa bahwa dia memiliki kembaran yang memiliki wajah dan perawakan yang sangat mirip ikut serta dalam misi tersebut.
"Alicia Mikane,"
Perbedaan mereka hanya pada simbol di dahinya. Kali ini Alicia memiliki lambang berbentuk lingkaran.
"Stephen Kent,"
Ia maju lebih dulu meninggalkan Bethany di belakang.
"Andrianna Juliette,"
Gadis berambut kecoklatan yang menutupi kedua matanya dengan kain hitam, berjalan dengan dua bilah pedang di punggungnya.
"Bethany Edelweiss,"
Mythia senang karena ia kini ikut berdiri di sampingnya. Bethany memalingkan pandangannya dari Mythia karena belum sepenuhnya percaya bahwa ini pilihan yang terbaik. Tapi ia tahu bahwa Mythia pasti akan memilih jalan ini, karena itu ia akan mengikutinya.
"Joyce Waller,"
Dia mengakui bahwa ia adalah yang paling lemah di antara yang lain. Tapi itu tidak akan menghentikannya untuk tetap maju ke depan.
"Terakhir, Rael Orna, silahkan maju ke depan,"
"Kau sengaja, bukan?" balas Rael sambil melangkah maju.
Mereka bersepuluh bersama Aland di belakang akan berjuang bersama Reinhart menuju misi bunuh diri yang dipenuhi ketidakpastian akan kelangsungan hidup mereka
"Bersiaplah karena besok subuh kita akan langsung berangkat menuju neraka yang harus kita taklukkan bersama-sama. Dari lubuh hati yang terdalam, aku menghormati keputusan kalian untuk berjuang bersamaku kali ini,"
Sebuah momen yang tidak pernah disangka sebelumnya, seorang Reinhart menundukkan kepala kepada mereka bersepuluh. Hal itu tentu disaksikan oleh semua orang.
"Jangan salah paham, mereka berdiri bukan untuk dirimu," seru Aland maju ke atas podium.
Kedatangannya membuat orang-orang terkejut, terutama Bethany yang tidak tahu keberadaannya sejak awal.
"Curang sekali berdiri di sana," seru Stephen.
"Meski belum saling mengenal satu sama lain, kuharap kita dapat bekerja sama nantinya!" seru Olivia menyapa dari samping.
Mereka mungkin belum mengenal ketiga orang tersebut, tapi setidaknya Rael tahu gadis kembar itu. Tidak salah lagi mereka adalah penyihir yang sangat berbakat. Mereka adalah seorang Outsider yang mendapat karunia dari langit. Belum lama ini bergabung dalam akademi sebagai salah satu siswi unggulan. Bertambah lagi orang-orang kuat di tim tersebut. Sementara itu Juliette menatap tajam ke arah Aland yang juga melihatnya. Seolah-olah saling mengenal satu sama lain.
"Sudah tidak ada jalan kembali, ya?" keluh Shael yang menyesal atas keputusannya.
Mythia menatap ke arah Bethany dan memegang tangannya dengan erat sekali lagi.
"Kali ini tidak akan kulepaskan tanganmu," seru Mythia yang merasa bersalah kepadanya.
"Hmph ... mungkin aku akan membebanimu, jadi-"
"Sudahlah, Bethany. Jangan merendahkan dirimu seperti itu, kau tetaplah hebat sebagaimana dirimu," puji Rael.
Dengan begitu, terciptalah regu penyelamatan yang akan terjun ke dalam Retakan terbesar dalam sejarah umat manusia dalam menghadapi bencana Transmigration Disorder. Sebuah tempat yang menjadi awal mula perjalanan Rael dalam bergabung ke Federasi untuk mencari tahu kebenaran dunia ini. Sebuah tempat yang menjadi awal pertemuannya dengan Emily. Kemungkinan besar Emily berada di sana, perseteruan dengan anggota SOLUS akan menunggu mereka sekali lagi. Kali ini mereka tidak akan bertahan, melainkan menyerang.
Semua ini sesuai dengan keinginan Gadis Tanpa Nama yang ia temui ketika membekunya waktu di sekitar. Gadis itu mungkin mengetahui masa depan yang sudah diramalkan, identitasnya begitu misterius, namun misinya sekarang adalah menyelamatkan semua orang, termasuk Emily dan Moana yang terjebak di sana.
"Trisha, apakah kau ada di sana? Moana membutuhkan bantuanmu, mungkin," gumam Rael melihat ke arah langit yang mulai menampakkan bulannya.
Di sisi lain, dari kejauhan seseorang telah memperhatikan mereka. Tidak lama setelah itu ia memutuskan untuk pergi bersama ajudannya seorang wanita.
"Yang Mulia, apakah saya boleh menanyakan pertanyaan yang sensitif?" ujarnya.
"Silahkan,"
Sang Raja sekaligus ayah dari Reinhart memperhatikan semuanya dengan jelas. Ia menghentikan langkahnya untuk mendengarkan pertanyaan tersebut.
"Kenapa anda tidak bertindak sama sekali ketika tragedi itu terjadi?"
"Karena itu bukan urusanku," jawabnya.
"Tapi seorang raja tidak boleh-"
"Memangnya kenapa jika orang-orang akan membenciku?" bantah Sang Raja.
"Aku tidak akan pernah bersikap lembut kepadanya. Umurku sudah tidak lama lagi. Kelak Reinhart akan segera menggantikan posisiku sebagai pemimpin negara dan Federasi Selatan. Biarkan dia berjuang sendirian untuk memahami bahwa dirinya sekali pun tidak dapat menyelamatkan semuanya. Biarlah orang-orang menganggap buruk diriku dan mendukung Reinhart ke depannya. Dengan begitu masa depan negara ini akan lebih cerah sekali pun berakhir dengan sebuah kudeta,"
Jawaban tersebut benar-benar menyentuh hati ajudannya yang sudah berada di sampingnya selama 15 tahun lamanya.
"Saya sudah menjadi ajudan anda sejak mashh muda, hingga sekarang sudah menjadi seorang ibu dari dua anak. Saya berani mengatakan hal ini, anda mungkin bukan raja yang hebat, tapi anda adalah ayah yang tepat baginya. Seharusnya anda lebih jujur dengan perasaan anda terhadap Reinhart," ujar ajudannya tersenyum dengan tulus.
"Heh, berhentilah mengatakan hal seperti itu. Aku harus kembali ke medan perang karena orang-orang telah menungguku. Aku percaya bahwa Reinhart mampu menaklukkan Retakan itu dengan orang-orang pilihannya,"
Sang Raja mulai melangkah meninggalkan tempat tersebut bersama ajudannya.
[Before the Endworld]
Sebelum matahari menampakkan diri, mereka semua sudah bersiap dengan naganya masing-masing. Bahkan beberapa orang datang untuk mendukung mereka.
Rael memperhatikan suasana yang jauh berbeda dari sebelumnya. Mereka memancarkan sebuah harapan baru, bukan lagi kesuraman yang tidak berujung. Mungkin menunjukkan realita lebih baik daripada membakar semangat yang bersifat imajinatif. Mereka menjadi lebih menghargai kehidupan mereka masing-masing, walau ada yang berniat untuk mempertaruhkan nyawanya dalam neraka kali ini.
"Syukurlah suasana ini menjadi lebih baik," ujar Mythia menghampiri sambil memberi makan kuda milik Rael.
"Iya," jawab Rael tersenyum.
"Mythia ... "
Mythia terkejut ketika kedua orangtuanya datang menemuinya yang sedang memberi makan naga. Sikapnya menjadi tidak terarah dan tidak tahu harus mengucapkan apa kepada mereka. Mythia merasa mereka pasti akan menentang pilihannya kali ini. Ia berjalan perlahan sambil merangkai kata-kata dalam benaknya sebelum diutarakan kepada mereka.
"Ayah, ibu, aku ... minta maaf karena-"
Tanpa sadar ibunya langsung memeluk erat putrinya yang paling muda. Sang ayah juga sudah menahan air matanya agar terlihat tegar di depan anaknya.
"Apakah kamu menyesal membuat keputusan ini?" tanya ibunya.
"Tidak, bu,"
"Kalau begitu berjanjilah untuk pulang,"
Ibunya melepas pelukan dengan terpaksa. Tangis ibunya sendiri membuat Mythia ikut meneteskan air mata. Kali ini ia memeluk ibunya juga ayahnya. Tidak peduli bahwa mereka pernah berselisih sebelumnya, mereka adalah orangtua kebanggaan Mythia. Mythia sangat menyayangi mereka. Begitu juga dengan orangtuanya.
"Rumah akan menjadi sangat sepi tanpamu," ujar sang ayah.
Kini Mythia paham, sejak awal kedua orangtuanya hanya merasa kesepian. Ia senang karena mengetahui bahwa kedua orangtuanya sangat mencintai dirinya.
"Begitu aku kembali, aku mau jalan-jalan dengan kalian," seru Mythia yang sudah tidak bisa menahan tangisannya.
Ibunya memeluk dengan lembut anaknya. Dulu ia masih sangat kecil sekali, kini ia sudah lebih tinggi dari ibunya. Namun sikapnya tidak akan pernah berubah di depan sang ibu.
Sang ayah menatap ke arah Rael dengan senyuman yang tulus.
"Jaga putri kami, seperti sebelumnya,"
Rael tidak menyangka ucapan tersebut keluar dari mulut mereka. Namun hal itu tidak perlu diminta lagi.
"Baiklah,"
Bethany menatap dari kejauhan, ia turut merasa senang melihat keharmonisan keluarga Mythia yang sudah saling berbaikan setelah masalah tersebut. Tanpa sadar Aland sudah berada di sampingnya sambil meminum minuman kaleng.
"Merek terbaru, rupanya negara di Benua Pusat sering menggunakan kaleng sebagai makanan dan minuman darurat di perjalanan," ujarnya memberikan sebotol kaleng kepada Bethany.
Ia mengambilnya namun kebingungan bagaimana cara membukanya. Aland hanya tersenyum karena sudah menduga hal tersebut.
"Tidak biasanya kau tidak seberisik itu," ujarnya sambil membukakan minuman kaleng untuk Bethany.
"Setelah semua ini kau baru menunjukkan batang hidungmu sekarang?" jawab Bethany dengan ketus.
"Maaf,"
"Dasar pemimpin tidak berguna," seru Bethany.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Baik-baik saja, sayangnya aku tidak akan terlalu berguna tanpa mataku yang masih dalam pemulihan," jawabnya.
Bethany menggenggam erat minuman tersebut. Ia mengkerutkan dahinya dan mulai menutupi wajahnya dengan rambut agar Aland tidak dapat melihatnya.
"Kenapa kamu menghilang? Bukankah kamu seharusnya tetap berada di dekatku apa pun yang terjadi?"
"Banyak hal yang terjadi, karena itu aku baru bisa berani menemuimu sekarang, maaf,"
Bethany memukul secara pelan bahu milik Aland sambil memalingkan wajahnya. Kenangannya selama penyerangan tersebut tidak akan pernah dilupaka olehnya. Berbagai kematian yang terekam jelas karena mata miliknya memperlihatkan secara detail bagaimana masing-masing orang tercabik-cabik para iblis dengan ganasnya.
"Kali ini akan berbeda, Bethany," ujar Aland.
Ini hanya sebuah permulaan baru bagi mereka. Sebuah petualangan baru menanti di sana dengan segala hal misterius di dalamnya. Ini bukanlah sebuah perpisahan, karena mereka akan kembali.
Perlahan ibukota mulai tidak terlihat seiring mereka menembus awan-awan di langit. Ini adalah perjalanan yang sama ketika Rael pertama kali menjalankan misi. Namun kali ini ada banyak yang mengikutinya. Dari berbagai kalangan dengan berbagai pemikiran, namun tujuan mereka sama yaitu menaklukkan Red City yang akan melahap negara Alterra dan sekitarnya jika dibiarkan.
Angin segar memulai perjalanan ini dengan lancar. Di ujung perjalanan sudah ada yang menanti mereka. Itu adalah tempat yang mereka sebut sebagai neraka.
To be continued...