Chereads / Before the Endworld / Chapter 25 - There was Miracle, Once

Chapter 25 - There was Miracle, Once

"Selama aku mengalahkan kalian, akademi akan berakhir saat itu juga,"

Sebuah energ kegelapan yang sangat besar terkumpul di langit. Kedatangan Rael tidak disambut baik oleh The Death Prayer.

Anti-sihir dilepaskan untuk menghancurkan serangan tersebut di langit. Rael berada di garda depan ketika orang-orang terluka dan melarikan diri ke dalam shelter.

"Pergilah, Emily! Jangan sampai mereka merebut dirimu!" seru Rael.

Menggunakan anti-sihir sangat menghabiskan mana miliknya yang terbatas, ia tidak bisa menggunakannya terus-menerus.

"Kau, pernah disinggung oleh Sorhocs,"

Death Prayer menurunkan tangannya, ia berhenti menyerang dan menatap Rael dengan tatapan kosong.

"Aku tidak peduli, kenapa kalian mengincar Emily? Bukankah percuma karena segel dalam dirinya? Kau tidak akan bisa merebut kekuatan tersebut," tanya Rael mengangkat tongkatnya.

Death Prayer hanya bergumam sendiri, dia tidak menjawab pertanyaan Rael. Keberadaannya membuat wilayah sekitar menjadi hitam putih, energi sihir terpancar sangat kuat di depan Rael.

"Kamu tidak akan bisa mengalahkannya sendirian!" seru Emily.

"Aku tidak akan mati, yang penting masuklah ke dalam sana! Panggil bala bantuan di dalam!"

Energi kegelapan kembali ditembakkan secara beruntun. Namun anehnya sihir pertahanan Rael mampu menahan serangan tersebut. Tembok transparan yang sangat kokoh dipenuhi energi sihir yang tidak biasa.

"Kutukan yang kutanamkan dihapuskan dengan mudahnya. Wahai penyihir, kau sangatlah berdosa,"

Tatapannya yang dingin mulai menunjukkan kekuatan aslinya. Ia semakin terbang tinggi di langit dengan cahaya rembulan yang menyinarinya. Salju tidak pernah berhenti untuk turun menutupi seluruh kawasan akademi secara perlahan. Bola energi hitam yang sangat pekat tercipta sangat besar.

Rael tidak bisa sembarang menyerang, di sekitarnya terdapat mahasiswa yang terluka. Ia harus menyelamatkan mereka dari serangan besar-besaran yang akan dilakukan Death Prayer.

Tembakan beruntun menghujani kawasan tersebut setelah bola kegelapan meledak. Serangan dari segala arah membombardir kawasan asrama hingga mengalami kerusakan parah. Rael menciptakan banyak sekali pelindung sekaligus untuk melindungi seluruh orang yang ada di sana. Tanah bergetar, bahkan dirasakan oleh mereka yang ada di dalam shelter.

"Randolf ... bantu Rael ... " ujar Mythia dengan suara lemah.

Randolf hanya mengepal tangannya dengan keras. Raut mukanya ingin untuk membantu peperangan di luar sana. Tapi kondisi di dalam sama buruknya, nyawa seseorang sedang dipertaruhkan. Hanya segelintir orang yang mampu melancarkan teknik penyembuhan tingkat tinggi untuk mengatasi luka dari Death Prayer.

Kembali di permukaan, serangan tersebut berlangsung cukup lama. Tidak ada yang dapat dilakukan Rael selama orang lain masih berada di sana. Rael tidak dapat bertarung dengan leluasa. Emily menatap Rael di hadapannya yang melindungi mereka secara mati-matian. Dia tidak akan meninggalkan Rael, dia sudah membulatkan tekad di dalam hatinya.

Apakah dirimu akan menggunakanku lagi?

"Tolong aku, Astaroth. Aku tidak mengenal siapa dirimu, tapi aku sangat mengandalkanmu dalam situasi kali ini. Kalahkan perempuan jahat itu!"

Sayangnya itu adalah hal yang sangat dinanti-nantikan oleh seseorang. Sebuah pilihan yang sangat fatal untuk ke depannya.

"Astaroth..."

Dari balik kegelapan malam yang tak terlihat, cahaya rembulan tidak mampu menyinari sosok tersebut yang menjelma menjadi bayangan. Perlahan bayangan Emily membesar dan menyebar melahap sekitarnya. Rael dan beberapa mahasiswa menyadari anomali tersebut di tengah gempuran serangan, termasuk Death Prayer.

"Perasaan macam apa ini? Apakah aku melakukan kesalahan?"

"Tidak ... hanya saja ini di luar kendaliku sebagai manusia berdosa."

Naga raksasa bangkit dari bayangan tersebut, sosok yang menelan segalanya. Bahkan Rael menyaksikan di depan matanya, kebangkitan seekor naga kegelapan sesungguhnya. Dirinya melihat ke arah atas, sang naga menampakkan diri secara perlahan muncul ke permukaan. Sosok yang selama ini hanya terlihat dari balik awan-awan.

Dia meraung dengan sangat kuat hingga memberikan tekanan bagi Death Prayer di hadapannya. Berbagai macam serangan kegelapan tidak berefek apa pun terhadap perwujudan dari kegelapan itu sendiri. Matanya merah menyala, begitu ia membuka mulutnya, tembakan energi yang sangat kuat melesat hingga menghancurkan sebagian tubuh dari The Death Prayer yang sedari tadi hampir membunuh mereka semua.

"Bawa yang lain pergi,"

Emily bangkit berdiri dengan simbol kutukan muncul di wajahnya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan kesadarannya sambil menggunakan kekuatan penuh dari Astaroth.

"Kenapa kau melakukan hal ini!" bentak Rael.

"Lantas apa kamu ingin menghabiskan seluruh sihirmu hanya untuk melindungi mereka semua yang kesulitan untuk berjalan?" balas Emily.

Raungan keras terdengar setelah ia mengepakkan sayapnya yang sangat besar. Ia menciptakan badai besar di kawasan tersebut.

"Belum cukup,"

Tubuh Death Prayer utuh kembali setelah terlempar cukup jauh. Di hadapannya sekarang terdapat seekor naga raksasa yang bersiap untuk menyerangnya sekali lagi.

"Sampai berapa lama kamu dapat mempertahankan kemampuan tersebut?" tanya Death Prayer.

Rael menatap Emily di sebelahnya, raut wajah yang tidak meyakinkan. Emily hanya dapat mempertahankan kekuatan tersebut selama 10 menit saja agar dia tidak menjadi gila dan dikendalikan oleh Death Prayer.

Biar kukatakan kepadamu, Penyihir Agung. Ini adalah kehendak langsung dari Emily. Jadi apa yang akan terjadi ke depannya, semua tidak ada hubungannya dengan perselisihan kita di masa lalu. Diriku yang sekarang hanyalah mengikuti keinginannya untuk berkembang lebih jauh. Tapi ada bayaran yang besar untuk keadaan ini. Seseorang telah menantikan kedatanganku di dunia ini, begitu juga denganku.

Sang Dewa Astaroth melakukan telepati langsung kepada Rael saja. Tidak ada yang mendengar suara tersebut selain dirinya. Meskipun mereka sedang berada di dalam domain seseorang, karena dia tidak terikat oleh aturan dunia ini.

"Sepertinya ini menarik ... aku tidak menyesal menemui Ichilla kali ini!!"

The Doll Maker muncul dari atap bangunan di belakang Death Prayer. Wajahnya sangat bersemangat untuk terjun ke dalam pertarungan.

Gulp...

Rael menelan ludah dengan perasaan khawatir. Dua pilar SOLUS berada di hadapannya sekarang. Begitu kekuatan besar yang dikeluarkan Emily habis, kekalahan sudah menanti. Tanpa pikir panjang sang naga menembakkan bola energi yang menghancurkan bangunan tersebut, tempat The Doll Maker berpijak. Ia terbang di langit menghindar serangan tersebut setelah kehilangan kedua kakinya. Namun benang-benang tipis mulai merajut dan memunculkan kembali kedua kakinya layaknya boneka rajutan.

Emily membelah naga tersebut menjadi tiga dengan ukuran yang lebih kecil untuk mempermudah pergerakan mereka terbang di langit.

"Tunjukkan kepadaku kekuatanmu yang didambakan oleh semua orang selama ini!"

Dengan benang-benang ditangannya, tercipta dua golem raksasa yang menjatuhkan diri menimpa kedua naga ke tanah. Pertempuran di langit terjadi ketika The Doll Maker berhadapan langsung dengan para naga yang terbang sambil menembakkan laser kegelapan.

Rael bergerak dengan cepat ke sisi kiri Death Prayer dan menembakkan sihir petir dan angin secara bersamaan. Dia tidak boleh menggunakan anti-sihir secara sembarangan agar tidak kehabisan mana. Posisi Death Prayer telah jauh dari rekan-rekannya sehingga ia bisa leluasa bertempur tanpa beban satu pun. Tembakan beruntun dihindari oleh Rael sambil maju ke depan, tebasan angin ditembakkan berkali-kali hingga menghancurkan pertahanannya.

Death Prayer menciptakan sebuah pedang yang sangat panjang, mengubah gaya bertarungnya menjadi pertarungan jarak dekat. Ia menerima tantangan Rael yang hendak mendekatinya, kini mereka berdua berhadapan satu sama lain. Pedangnya hampir saja melukai Rael, ia juga mengambil pedangnya untuk membalas serangan Death Prayer. Namun dua tangan raksasa muncul dari tanah di kanan dan kiri Rael, jika Rael tidak menghindar, tubuhnya pasti remuk akibat serangan tersebut.

Death Prayer mampu menciptakan lingkaran sihir di langit untuk menembak sambil bergerak lincah menyerang Rael menggunakan pedangnya. Sementara Rael tidak terbiasa melakukan hal tersebut secara bersamaan. Ia menghindar secara perlahan untuk mencari celah. Matanya menatap fokus dan semuanya terasa semakin lambat. Dalam beberapa saat, Death Prayer akan menebas dirinya. Di saat yang bersamaan tiga lingkaran sihir akan segera melancarkan serangan tepat mengenainya.

Tubuhnya bergerak dengan cepat maju ke depan hingga membelakang Death Prayer. Dengan bantuan sihir angin ia menebas lawannya sambil bermanuver menjauhi lokasi tersebut. Lingkaran sihir Death Prayer berakhir menembak ke arah dirinya sendiri.

Tentu saja semua itu belum berakhir, dari balik kepulan asap, tiga laser kegelapan ditembakkan dari tiga arah yang berbeda. Rael tidak sempat menciptakan perisai anti-sihir sehingga mengalami luka yang cukup parah hanya bermodalkan pertahanan biasa.

Tanpa diduga Shael dan Vapula datang membantu dari arah kanan. Vapula langsung menerkam Death Prayer, menelannya hingga utuh. Namun itu hanyalah pengalihan semata karena Vapula langsung meledak oleh kekuatan yang sangat besar. Shael menarik Rael untuk menjauh sesaat sambil melihat situasi pertempuran. Dua golem raksasa dikalahkan dengan mudah oleh sang naga. Emily masih bertarung seimbang melawan The Doll Maker yang terus-menerus membangkitkan golem raksasa dari rajutan benangnya.

"Kacau sekali tempat ini," ujar Shael.

"Bagaimana dengan Vapulamu?"

"Bisa kubangkitkan lagi," ujar Shael sambil memunculkan Vapula dari bayangannya.

Rupanya Shael membawa bala bantuan berubah mahasiswa tingkat senior lainnya. Mereka muncul satu per satu dari balik puing-puing bangunan.

"Jangan biarkan mereka berani menjajah akademi kita begitu saja!" seru salah satu mahasiswa.

Rael takjub melihat keberanian mereka semua, berbeda dengan yang bertahan di dalam shelter karena tidak memiliki semangat hidup.

"Mereka semua dari gedung utama, aku membantu mereka untuk melarikan diri dan sampai ke sini," ujar Shael menjelaskan.

"Tapi mereka akan mati jika seperti ini!" seru Rael.

"Kita juga, bukan? Apa salahnya jika mereka seperti kita yang nekat menghadapi kematian?"

Shael memgulurkan tangan kepada Rael, mengajaknya untuk bertempur bersama sekali lagi. Sebuah harapan yang ingin dilihatnya sejak awal kini muncul di depan matanya. Ketika semua orang mulai bertarung bersama-sama, sebagai pelajar yang mempertahankan akademi ini.

Emily melihat dari kejauhan dengan perasaan lega setelah naganya membanting The Doll Maker jatuh ke tanah. Kekuatannya sebentar lagi terkuras habis. Kemungkinan besar dia akan kehilangan kesadaran, tapi Rael sudah diberitahu sejak awal.

"Bantu Emily, kami akan mengatasi biarawati sialan itu," seru Shael menepuk pundak Rael.

Sayangnya harapan tersebut langsung lenyap dalam pandangan Rael ketika sesosok pria berjubah hitam muncul di belakang Emily yang perlahan mulai kehilangan kesadarannya.

"..."

Sosok itu telah menunggu dengan sangat sabar tanpa menampakkan diri. Semuanya sesuai dengan keinginan dia selama ini. The Doctor telah datang untuk mengamankan target mereka.

"Hanya di waktu ini saja, diriku terlepas dari pengawasan mata iblis tersebut. Hal yang kuinginkan sejak awal akhirnya berada dalam dekapanku,"

The Doctor menggendong Emily yang kehilangan kesadaran setelah para naga lenyap menyatu dengan kegelapan. Wajahnya tersenyum licik, ia menoleh ke arah Bethany yang tak berdaya. Matanya tidak lagi aktif sehingga penyergapan dapat dilakukan dengan mudah.

The Doll Maker telah bangkit kembali dengan tawa khasnya. Tiga golem raksasa diciptakan kembali.

"Sekarang apakah kamu mengerti, Rael? Usaha kalian sia-sia sejak awal! Sudah kuperingatkan setelah pertemuan terakhir kita, bukan? Kali ini ... aku akan membunuhmu,"

Rael harus berhadapan dengan The Doll Maker yang menghalangi jalannya menuju ke tempat Emily berada. Shael dan yang lain dibombardir serangan mengerikan dari Death Prayer. Kondisi berbalik begitu cepat, tiga golem telah datang untuk menyerang Rael. Nafasnya tidak teratur, ia tidak dapat mendengar apa pun. Apakah benar mereka tidak dapat melakukan apa pun? Apakah benar semua ini sia-sia? Semua orang telah berjuang untuk bertahan hidup. Bahkan Emily rela mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memberikan cukup waktu. Shael telah berjuang membawa bala bantuan yang cukup banyak. Randolf di dalam shelter telah berhasil menyelamatkan banyak sekali nyawa.

Rael merenungkan apa kontribusinya selama ini. Dia yang seorang penyihir biasa dipaksakan untuk bertarung mati-matian melawan kekuatan yang jauh di atasnya terus-menerus. Tanpa bantuan Mythia yang mengalami kebangkitan, Rael tidak mampu melawan The Doctor waktu itu. Tanpa bantuan yang lain, Rael tidak dapat berbuat apa-apa selama penyerangan SOLUS di akademi ini.

"Apa salahnya menerima kekalahan, Rael?"

Waktu terhenti dalam sekejap. Sosok yang telah ia lupakan sebelumnya kembali muncul di hadapannya. Dunia menjadi lebih berwarna setelah selama ini terkena efek dari Death Prayer.

Gadis tanpa nama telah datang kembali. Kali ini ia berwujud sebagai Emily. Namun suaranya yang sangat khas sangat familiar bagi Rael. Suara yang dewasa, suara yang menyelamatkan Rael di reruntuhan kala itu.

"Kamu ... yang muncul dalam kesadaran Emily ... "

Perlahan Rael menatap dirinya dengan seksama. Emily mengenakan gaun polos berwarna putih. Senyumannya yang manis menatap Rael dengan penuh rasa peduli.

"Kamu sudah berusaha sekuat tenaga. Sayangnya lawanmu terlalu kuat untukmu yang sekarang. Kamu masih lemah, akuilah itu terlebih dahulu ... "

Rael mendecak kesal, dia tahu hal itu sejak awal. Namun dia tidak ingin terus-menerus menjadi lemah begitu saja.

"Siapa sebenarnya dirimu? Apa aku mengenalmu?"

"Seseorang yang hanya diingat oleh dirimu. Bahkan diriku tidak tahu siapa. Terkadang aku dapat terhubung langsung kepadamu. Seolah-olah ... kamu adalah orang yang sangat berharga bagiku ... "

Gadis itu berpaling dan menatap langit yang sudah tertutupi awan. Mencegah cahaya rembulan menyinari harapan bagi mereka semua. Semuanya membeku dalam aliran waktu yang abadi. Korban sudah berjatuhan ketika berhadapan dengan Death Prayer. Cepat atau lambat para golem akan mendaratkan pukulan kepada Rael. The Doctor akan pergi membawa Emily. Tidak ada hal yang bisa dilakukan oleh Rael sama sekali.

"Aku tidak peduli siapa dirimu, apa yang harus kulakukan sebenarnya? Bagaimana aku menjadi cukup kuat hingga mampu melindungi semuanya?"

"Bahkan Penyihir Agung sekali pun gagal melindungi sesuatu yang berharga baginya. Apakah di zaman ini Reinhart mampu melakukannya?"

Gadis itu menoleh ke arah Rael. Mereka berdua saling bertatapan satu sama lain untuk waktu yang lama.

"Sebelum Endworld menghampiri dunia ini, lindungi teman-temanmu yang sangat berharga itu. Bahkan jika itu berarti harus meninggalkan segalanya."

"Apa maksudmu?" tanya Rael tidak paham.

"Apakah kamu lupa, apa tujuanmu menjadi penyihir?"

Kenangan lenyapnya desa dan keluarganya terlintas di kepalanya setelah gadis tanpa nama menanyakan hal tersebut. Sebuah kenangan yang ingin ia lupakan sejak lama, pada akhirnya ia harus menghadapi masa lalu itu sekali lagi.

Sosok anak kecil yang tidak berdaya setelah melihat desanya lenyap tertelan oleh cahaya dari langit. Dia menangis begitu keras sebelum akhirnya dihampiri oleh seseorang dari belakang.

"Kenapa kau telah menyelamatkan keluargaku!! Kau sudah berjanji, bukan?!! Jawab aku, kak Reinhart!!" seru anak kecil tersebut.

Reinhart hanya terdiam mendapati bahwa yang tersisa dari tempat tersebut hanyalah Rael seorang saja yang masih kecil.

Rael menatap dari kejauhan ingatan tersebut yang diputar secara nyata oleh gadis tanpa nama di hadapannya. Dia ingat tujuannya menjadi penyihir di akademi ini.

"Aku ingin diakui oleh Reinhart. Dengan begitu aku dapat mengungkap kebenaran di balik bencana Transmigrasi ini. Hingga membawa pulang orangtuaku kembali yang terjebak di luar sana,"

Gadis itu tersenyum dan berjalan mendekati Rael.

"Kalau begitu aku tidak perlu khawatir lagi denganmu,"

"Tapi hal itu semua tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi sekarang!" seru Rael.

"Ada,"

"Kau ingin menyelamatkan Emily, bukan? Maka serahkan kemenangan kepada mereka terlebih dahulu..."

"Apa maksudmu?! Kau ingin kita semua mati dan membiarkan Emily dibawa pergi oleh mereka?!"

Gadis itu bergumam sambil menutup mulut Rael dengan halus. Kemudian dia terpikirkan sebuah ide.

"Banyak hal yang ingin kujelaskan kepadamu, tapi bukan sekarang waktunya. Agar kamu mempercayaiku ... dengarkanlah pesan ini,"

"Rael ... kamu kalah kali ini. Tapi kamu memiliki kesempatan kedua untuk menyelamatkan Emily yang akan dibawa ke dalam Red City. Selamatkan dia, lindungi dia hingga tiba waktunya kebangkitan Astaroth untuk turun ke dunia ini. Dengan begitu Reinhart akan mengakui keberadaanmu untuk mengungkap rahasia yang selama ini ia sembunyikan darimu ... "

Informasi tersebut masih diproses dalam benak Rael. Dia hanya memahami sebagian perkataannya. Apa yang sebenarnya ia bicarakan? Seolah-olah dia telah melihat masa depan dunia ini.

"Lihatlah ... dia sudah membuat pilihan untuk menyelamatkan akademi ini ... "

[Before the Endworld]

Waktu berjalan kembali. Sesaat sebelum golem tersebut menyerang Rael, kubah tersebut hancur oleh kekuatan yang melampaui seorang dewa.

Sebuah pedang raksasa yang bisa dibayangkan menembus penghalang tersebut hingga hancur berkeping-keping. Mystic Creator telah datang dari atas langit dengan memancarkan energi sihir yang luar biasa besar.

"Permainan sudah berakhir, SOLUS,"

Dia melayang di udara bersama dengan pedang raksasa ciptaannya. Sekejap semua mata tertuju kepada penyelamat mereka.

"Jadi ini pilihanmu, Reinhart!" seru The Doctor menyeringai.

Pedang tersebut kembali dijatuhkan ke tanah. Menyebabkan gempa dahsyat yang menghancurkan segala di sekitarnya. Masing-masing murid memperoleh sihir pelindung di sekujur tubuhnya sebagai pemberian Reinhart.

Doll Maker dan Death Prayer merasakan tanda bahaya mengintai nyawa mereka setelah domain tersebut dihancurkan dalam satu hunusan pedang sebesar menara raksasa berukuran 50 meter.

"Hentikan dia, golem-golemku!"

Tombak-tombak raksasa melesat dengan cepat menghancurkan golem satu per satu. Amarah Reinhart dirasakan ketika ia membantai para golem yang terus diciptakan Doll Maker. Puluhan pedang dan tombak diciptakan untuk membantai mereka semua. Dia turun ke tanah dan berjalan secara perlahan menuju orang yang menciptakan golem tersebut.

"Dasar monster!"

Dua bunga raksasa tercipta di belakangnya, menembakkan sihir cahaya ke arah Reinhart. Pergerakannya sangatlah cepat, kini dia berada di belakang Death Prayer yang sedang membidik Reinhart sejak awal.

Satu pukulan melempar Death Prayer jatuh cukup jauh. Hal itu tidak menghentikannya menembakkan sihir kutukan dalam jumlah banyak ke arah Reinhart.

"Apa yang kau harapkan dari sihir ini?"

Reinhart mengangkat tangannya dan menghentikan seluruh tembakan sihir milik Death Prayer di udara. Dia mengambil alih kendali sihir tersebut dan mengembalikan semuanya kepada Death Prayer.

Dari langit dua golem bersiap menghantam Reinhart sekuat tenaga. Namun sebuah kubus raksasa tercipta di atas Reinhart. Didorongnya menghantam para golem di langit hingga remuk. Kemudian kubus tersebut digerakkan kembali untuk dipecah menjadi serpihan-serpihan kubus kecil. Masing-masing melesat dengan kecepatan kilat ke arah golem yang melindungi Doll Maker dari serangan tersebut.

Kemampuannya menciptakan apa pun lalu mengendalikan sesuka hati. Tidak ada yang tahu apa yang diciptakan Reinhart selama pertempuran melawannya. Kini dia menciptakan prisma-prisma raksasa yang dihantamkan kepada Doll Maker. Ia tidak lagi sempat menciptakan golem yang melindunginya dari bombardir Mystic Creator.

Laser hitam yang sangat besar ditembakkan oleh Death Prayer namun ditahan begitu saja oleh sihir pertahanan yang sangat kokoh. Tatapannya yang dingin menjadi gelisah karena melawan musuh yang sudah bukan lagi seorang manusia. Tidak ada yang menduga di balik sihir kegelapan yang ia tembakkan, muncul sebilah tombak yang menusuk tepat jantungnya. Bahkan sihir miliknya tidak berefek apa pun terhadap tombak ciptaan Reinhart yang ia tembakkan menerjang serangan Death Prayer.

"Kita tidak akan bisa menang melawan dia, setidaknya kita harus mengamankan target terlebih dahulu,"

The Doctor melangkah mundur dari pertempuran. Ia menyerap Emily masuk ke dalam sihir ruang miliknya. Reinhart menoleh ke arahnya dengan tatapan membunuh. Dengan cepat ia bergerak menciptakan sebilah pedang untuk menebas leher The Doctor.

Meskipun kepalanya terputus, dia hanya tersenyum licik. Karena dia tahu bahwa dia tidak akan mati hanya karena itu.

"Kau membuat keputusan yang salah, Reinhart. Kedatanganmu di sini hanya memperburuk tragedi Red City yang membuatmu kehilangan lebih banyak anggota guildmu!"

"Kata siapa? Aku memiliki banyak anggota hebat di sini yang akan menyelamatkan rekan-rekanku. Aku percaya akan hal itu," seru Reinhart.

The Doctor hanya tertawa, "Teruslah bermimpi, Reinhart, hingga guild Alpha akan berakhir dengan dirimu sendiri sebagai anggota terakhir,"

Para pilar SOLUS berubah menjadi cairan hitam yang perlahan lenyap seutuhnya dari sana. Meninggalkan Reinhart sendirian menatap ke arah langit yang sebentar lagi memunculkan matahari dari arah timur.

"..."

Rael yang menyaksikan pertempuran singkat tersebut tidak mampu berkata apa-apa. Kekuatannya berada di level yang berbeda. Ketiga pilar SOLUS seolah-olah tidak ada apa-apanya di hadapannya.

Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa Emily telah ditangkap oleh mereka. Reinhart menoleh ke arah Rael yang berada 10 meter jauhnya.

"Lagi-lagi kau terlambat, Reinhart,"

"Maaf," jawab Reinhart.

"Kenapa kau membutuhkan waktu yang sangat lama untuk datang kemari?! Jika kau datang lebih cepat, semua orang pasti masih ... "

Bagi Rael percuma mengatakan hal tersebut kepadanya.

"Kau tidak pernah berubah, sama seperti ketika kau gagal menyelamatkan desa kami,"

"..."

Semua orang menyorakkan kemenangan setelah kedatangan Reinhart yang menyelamatkan mereka semua. Namun ada juga yang jelas tidak menerima kemenangan seperti ini. Hal ini sama saja dengan kekalahan bagi mereka.

Shael geram melihat korban yang terus berjatuhan. Lagi-lagi Bethany gagal menyelamatkan seseorang dan menjadi beban akibat matanya, begitu juga dengan Joyce yang meremas tanah di sekitarnya karena kesal. Mythia tidak mampu berbuat apa-apa karena luka parah yang dialaminya. Mendengar kabar kemenangan, Randolf dapat bernapas lega setelah kehabisan mana. Sejenak ia memikirkan keadaan teman-temannya di luar sana, sehingga ia mengajak Mythia untuk pergi keluar bersama.

"Berakhir sudah, orang-orang akademi berhasil diselamatkan berkat kedatangan tuan Reinhart," ujar Stephen yang mengamati dari kejauhan.

"Apakah benar ini hal yang terbaik?"

Aland menatap dari kejauhan, tampak Rael dan yang lain berekspresi aneh. Ia tidak berhak mengomentari karena tidak ada untuk mereka.

"Kau tidak ingin menghampiri mereka?" tanya Stephen.

"Bukan waktu yang bagus, entah perjuangan seperti apa yang mereka alami hingga sampai di titik ini. Aku yang sengaja bertindak egois meninggalkan akademi sebelum penyerangan hanya akan dibenci oleh mereka,"

"Tapi tanpa dirimu, ibukota sudah hancur akibat lonjakan kemunculan iblis yang naik secara drastis!" bantah Stephen.

"Seandainya.. aku memberitahu mereka agar tidak pergi ke festival, apakah semua akan berbeda?" tanya Aland.

Stephen hanya terdiam. Dia sendiri merahasiakan hal ini dari rekan-rekannya. Setidaknya yang ia pikirkan adalah menyerahkan bahaya di akademi kepada mereka sementara dirinya dan Aland akan menangani masalah di kota. Tapi mungkin saja hal itu akan membuat hubungan mereka semakin merenggang tanpa adanya komunikasi.

Reinhart berjalan mengarah ke matahari terbit dengan terik. Cahaya itu terlalu menyilaukan untuk akhir yang memilukan.

"Setidaknya aku sudah melakukan apa yang kau perintahkan, Reinhart,"

To be continued....