Chereads / Before the Endworld / Chapter 9 - Bright Sky After Rain

Chapter 9 - Bright Sky After Rain

Malam yang sangat panjang telah berakhir sepenuhnya dengan kedatangan sang matahari dari arah timur. Kehancuran kota Berich memang tak terhindarkan, tapi sebagian besar warga berhasil dievakuasi. Sebuah pos darurat diciptakan di depan gerbang kota. Bersama-sama mereka saling menolong setelah bencana yang disebabkan manusia itu sendiri. Semua orang menyambut kemenangan, tapi ada juga yang sedang meratapi kesedihan.

Cahaya mentari pagi bersinar lebih terang dari biasanya. Semenjak tragedi semalam berlangsung, dia selalu menunggu di kereta kudanya, berharap keajaiban terjadi kepada suami tercintanya.

Setelah berbagai kesibukan yang menyibukkan Randolf, ia akhirnya bisa menemui Jessica bersama Joyce. Dari kejauhan dia melihat Jessica yang terus menatap kota Berich sambil mengelus perutnya yang sudah genap delapan bulan.

"Ayolah, kamu ingin menemuinya sejak semalam, bukan?"

Joyce menepuk punggung Randolf untuk memberinya semangat.

"Ini tidak semudah yang kubayangkan" jawab Randolf dengan penuh keraguan di hatinya.

"Hmm... aku tidak terlalu berkontribusi besar di misi kali ini, tapi sebagai perempuan aku paham dengan situasi yang dialami dia. Kamu yakin ingin aku menggantikanmu?" tanya Joyce.

"Tidak, biarkan aku saja" jawab Randolf membulatkan tekadnya. Joyce tersenyum mendengar jawaban tersebut. Itu baru Randolf yang ia kenal sejak lama.

"Nona Jessica" sapa Joyce menghampiri Jessica di kereta kudanya, menunggu untuk keberangkatan setelah ditunda sejak semalam.

"Terima kasih sudah mau menitipkan rekan kami Emily di kereta kuda anda. Yah, tidak kusangka Rael bisa kepikiran hal seperti ini" seru Joyce.

"Tidak masalah, sepertinya aku tidak berhak ikut campur, tapi dia selalu tertidur sejak kemarin, ya?" tanya Jessica dengan ragu-ragu.

"Ah, maafkan kami karena tidak menjelaskan apa pun. Dia memang sedang mengalami gejala misterius yang membuatnya tertidur lebih lama. Seperti itu mungkin?" jawab Joyce

"Begitu, ya"

Joyce memberikan isyarat kepada Randolf dengan mengedipkan salah salah satu matanya. Ia pergi meminta tolong orang sekitar untuk menggendong Emily yang berbaring di kereta kuda. Kini menyisakan Randolf dan Jessica saja.

Setelah memikirkan kata-kata yang tidak menyakiti perasaan Jessica, tetap saja sulit untuk diucapkan. Melihat raut muka Randolf, ia menjadi sedikit tersenyum.

"Tidak apa-apa, tuan Randolf. Saya sudah mengetahui semuanya dari dia sendiri. Memang sayang sekali dia harus berakhir seperti ini" jawab Jessica dengan santai.

"Maaf, saya tidak mampu berbuat banyak" ujar Randolf.

"Apakah menurutmu, Randolf memiliki penyesalam di akhir hayatnya? Apakah dia bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang?" tanya Jessica menatap ke arah langit.

Melihat hal itu, Randolf paham bahwa dia tidak perlu memikirkan kata-kata lagi. Karena kata-kata saja tidak cukup untuk menghilangkan rasa sakit akan ditinggalkan orang yang dicintainya.

Randolf memberikan sebuah cincin yang ia keluarkan dari sakunya ke tangan Jessica.

"Sayang sekali Theo lenyap karena kobaran api yang menyelimuti dirinya. Tapi kami menemukan cincin ini setelah api padam. Tidak ada goresan maupun bekas terbakar sama sekali. Saya rasa ini harus diberikan kepada anda" ujar Randolf.

Jessica menatap cincin pernikahan itu dengan wajah terkejut. Dia tidak menyangka akan melihat cincin ini lagi. Dia memasangkan cincin tersebut di jari manis tangan kirinya. Sehingga ia kini memiliki dua cincin di tangan kanan dan kirinya. Ia menatap cincin tersebut terus-menerus.

"Dia pasti takut anda melupakannya. Karena itu dia meninggalkan sesuatu untuk anda" ujar Randolf.

Angin sepoi-sepoi bertiup ke arah mereka. Di bawah cahaya mentari pagi yang mulai naik ke atas langit. Perempuan itu akhirnya meneteskan air mata. Randolf tidak berani menatapnya, ia memutuskan untuk berpaling sejenak. Membiarkan perempuan itu menangis sepuasnya.

"Dasar bodoh, mana mungkin aku akan melupakanmu. Setelah semua yang kita lalui bersama. Aku masih ingat ketika kamu begitu antusias ingin mempelajari bahasa duniaku, aku masih ingat ketika kamu melindungiku dari para bangsawan itu, aku masih ingat jatuh bangun dirimu membangun usaha sendiri, aku selalu menemanimu setiap saat. Tidak akan pernah aku lupakan selama itu"

Dia sudah berjanji untuk tidak menjadikan perpisahan ini dengan kesedihan. Tapi itu sangat sulit untuk dilakukan baginya. Mulai sekarang dia akan hidup untuk terus mengenang dia di dalam hatinya. Dia akan membesarkan anak itu sendiri dengan usahanya. Dia akan menceritakan kepada anaknya kelak, betapa heroik ayahnya demi melindungi keluarga sendiri.

Dia adalah kegelapan yang melindungi rembulan untuk bersinar terang untuknya.

[Before the Endworld]

"Kau tidak ingin mengucapkan perpisahan kepada Rael? Mereka akan segera kembali ke Alterra, loh" tanya Joyce menghampiri Randolf di pos darurat tempat warga-warga di evakuasi.

"Aku tidak punya waktu untuk berdebat dengannya. Warga-warga di sini memerlukan pertolongan, terlebih lagi aku sudah berjanji untuk mengawal Nona Jessica ke Alterra dengan selamat nanti" jawab Randolf yang sedang mencatat sesuatu di kertas.

"Benar juga, kalian tidak perlu kata-kata lagi. Semuanya sudah tersampaikan dengan jelas. Meskipun kalian akan tetap berselisih di akademi nanti" seru Joyce tersenyum.

Tim Rael dipinjamkan naga salju oleh tim Randolf karena mereka akan kembali menggunakan kereta kuda bersama Jessica. Setelah perjalanan panjang, akhirnya misi pertama Rael berakhir dengan cukup baik. Meskipun menyisakan keraguan di hatinya. The Doll Maker menghilang, ancaman masih belum berakhir. Tapi setidaknya mereka akan kembali tanpa halangan ke Alterra.

Naga mereka siap untuk berangkat. Mythia membawa Emily yang masih tertidur di belakangnya. Ia mengikatkan diri dengan Emily agar dia tidak terjatuh ketika terbang di atas langit nanti.

"Kamu sudah berpisah dengan anggota Peacekeeper?" tanya Mythia.

"Sepertinya tidak usah, aku sudah merepotkan mereka dengan rencana egoisku" jawab Rael.

Naga mereka perlahan naik semakin tinggi ke langit menembus awan. Kota Berich semakin mengecil ukurannya jika dilihat dari langit, sebelum tertutupi awan.

"Akhirnya kita pulang!" seru Bethany dengan senang.

"Benar, sebentar lagi akan tiba saatnya menulis laporan yang menyebalkan" ujar Aland dengan raut muka kesal.

"Ah, iya juga, aku benci itu" bahkan Mythia juga kehilangan semangat. Hanya Rael yang tidak paham dengan maksudnya.

"Setiap misi berakhir, kita harus menulis laporan secara detail terkait pengerjaan misi kita. Ini untuk pengarsipan di pusat, sehingga tidak jarang ada revisi dalam penulisan laporannya" ujar Bethany menjelaskan.

"Ah, aku sudah terbiasa di akademi, sih" jawab Rael.

"Kalau begitu tolong urus laporanku, anak baru" seru Aland.

"Namaku Rael, sih. Kayaknya kau belum pernah menyebut namaku sejak awal" ujar Rael yang heran.

Aland hanya diam saja. Suasana menjadi hening. Aland yang memimpin perjalanan di depan mulai memperlambat kecepatannya diikuti oleh yang di belakang.

"Anak baru, bagaimana dengan misi pertamamu?" tanya Aland.

Rael cukup bingung menjelaskannya. Itu bukan hal yang bisa dijawan dengan sepatah dua kata saja. Semuanya terlalu kompleks.

"Kalau begitu kuganti pertanyaannya, apakah kau mengambil keputusan ini tanpa penyesalan apa pun?" tanya Aland.

Rael paham apa yang dia bicarakan. Ini tentang segala hal yang diperbuat Rael mulai dari menjalin kontrak dengan The Doll Maker dan pertarungannya dengan Theo. Segala rencana yang ia siapkan sudah diberitahu kepada yang lain setelah semuanya berakhir.

"Seandainya, kau memilih keputusan yang lain, seperti mengakhiri Theo dengan tanganmu sendiri, apakah kau menyesal?" tanya Aland sekali lagi.

"Mungkin aku tidak akan memaafkan diriku jika membunuhnya begitu saja. Aku belum siap untuk melakukan hal seperti itu" jawab Rael.

"Berarti ini keputusan yang tepat menurutmu?" tanya Aland.

"Iya" jawabnya dengan yakin.

"Baguslah, kalau begitu aku akan mendukungmu"

"Setelah semua yang kulakukan?" tanya Rael.

Aland terdiam sejenak, kemudian akhirnya dia kembali membuka suara, "Tidak ada keputusan yang terbaik di dunia ini. Semua itu relatif tergantung persepsi masing-masing. Selama kau tidak menyesal mengambil keputusan tersebut, itu sudah cukup. Meski pun begitu, mungkin kau bisa lebih percaya dengan kami. Kita ini tim, bukan?"

Rael merasa bersalah telah bertindak egois fanpa persetujuan teman-temannya yang sudah menyambut baik dirinya di dalam tim ini.

"Berbanggalah, Rael. Kamu mampu bersaing satu lawan satu melawan Phantom itu sendiri sudah cukup hebat, loh" seru Mythia.

"Benar, sih. Dia adalah lawan yang sangat kuat. Padahal api miliknya hanyalah elemen api biasa, tapi kekuatannya lebih besar daripadaku. Aku iri sekali" ujar Aland.

"Tapi mungkin kalau bukan karena Rael, mungkin hasilnya akan lebih buruk, tidak kusangka The Doll Maker benar-benar tidak melukai kita karena sumpah kontrak dengan Rael" seru Bethany.

Sumpah kontrak adalah mutlak. Konon hal itu sudah ada sejak era para dewa menguasai dunia ini sebelum manusia. Karena itu bagi siapa pun yang melanggar sumpah kontrak yang dibuat, ia akan menerima ganjaran yang mematikan.

"Sudah banyak yang kita lalui, ya" ujar Mythia.

"Sebaiknya kita pulang harus langsung puas-puasin istirahat di ranjang " seru Bethany.

"Jangan lupa laporan" Mythia dan Bethany menatap kesal setelah Aland mengatakan hal tersebut sekali lagi. Rael hanya tertawa melihat tingkat teman-temannya sendiri. Tidak ia sangka setelah bersusah payah bergabung ke Federasi, dia langsung memperoleh teman-teman yang menyenangkan. Mulai sekarang, kehidupan Rael akan berubah dengan drastis.

Theoraldo Valdenheim atau dipanggil sebagai Phantom, adalah pahlawan bagi para Outsider yang tertindas di kota Berich. Upayanya menggerakkan para Outsider untuk melakukan pemberontakan. Tidak diketahui apa motifnya melakukan hal tersebut. Keterlibatan SOLUS diperkuat dengan kutukan yang tertanam di dalam diri para Outsider sesuai dengan interogasi yang dilakukan Vapula dan Randolf saat itu. Awalnya Rael menduga dalang yang mengendalikan Theo dan yang lain adalah The Doll Maker, tapi nampaknya ada sosok yang lebih berbahaya di skenario ini. Kemungkinan The Doll Maker juga hanyalah satu dari pion-pion yang dikerahkan oleh sosok misterius ini. Bahkan mereka yang terikat dengan SOLUS tidak bisa menyebut namanya. Sekuat apa dia sampai membuat Theo tidak mampu meminta pertolongan Randolf dan rekan-rekannya? Tapi semua itu tidaklah penting untuk sekarang. Sejak awal misi mereka bukan itu, karena gadis misterius yang muncul dari reruntuhan tersebut juga memiliki banyak sekali keanehan yang belum terjawab. Hingga sampai kembal ke Alterra, gadis itu tidak pernah bangun sejak saat itu.

[Before the Endworld]

"Menjalin kontrak dengan salah satu buronan tingkat dunia, kau cukup gila untuk pemula, ya?" ujar Moana memeriksa laporan milik Rael di kamarnya.

Singkat cerita sudah berlangsung 3 hari semenjak kedatangan mereka kembali ke Alterra. Misi penelitian tentang gadis misterius tersebut diserahkan kepada Moana. Mereka berempat hanya mengisi keseharian menulis laporan sejak saat itu karena banyak sekali yang harus dilaporkan dalam misi kali ini.

"Kak Moana, ini sudah hasil revisi ketujuh, saya harap dengan ini berakhir sudah penyiksaan saya" ujar Rael dengan wajah yang lesu. Rael menjadi jarang tidur karena sibuk mengurusi laporan pertamanya sebagai anggota Federasi. Belum lagi tugas akademi yang menumpuk setelah absen beberapa hari. Setiap kali ia datang ke rumah Moana untuk penyerahan laporan hanya berakhir dengan revisi terus-menerus. Padahal selama ini laporan yang ia buat di akademi tidak pernah mengalami masalah.

"Kau tahu bagaimana aku meyakinkan atasan karena kau dianggap menunjukkan indikasi sebagai pengkhianat bagi Federasi? Jika kau tidak menuliskan laporan dengan benar, bisa-bisa kau yang terkena masalah nantinya" seru Moana menjelaskan.

"Maafkan saya, lalu terima kasih sudah membela saya" ucap Rael menundukkan kepalanya dengan lemas.

"Kau mau revisi lagi?" tanya Moana.

"Jika memang ada kesalahan saya siap merevisi laporan tersebut" jawab Rael.

"Tidak perlu, ini sudah cukup" Moana memberi stempel di bawah laporan milik Rael dan disimpannya di meja laci sebelum nanti diserahkan ke kantor pusat.

Hal itu tentu saja membuat Rael terkejut dan senangnya bukan main. Wajahnya langsung bersinar dengan gembira. Perjuangan begadang selama tiga hari membuahkan hasil.

"Kau cukup merepotkanku sebagai anggota baru, sebagai pembimbing kau akan kuberi hukuman" seru Moana.

"Eh?" Rael kembali terkejut karena diberi hukuman.

"Jadilah asisten pribadiku"

[Before the Endworld]

Esok harinya, terdapat misi baru untuk mereka berempat.

"Awas Rael!" tembakan laser hampir mengenainya. Tembakan itu sangat kuat hingga menghancurkan salah satu rumah.

Tembakan itu berasal dari lebah raksasa berukuran dua meter yang membuat kekacauan di salah satu desa dekat ibukota Alterra. Lebah itu mampu menembakkan laser dari antenanya, terlebih lagi lebah ini berwarna putih berbeda dari lebah pada umumnya yang berwarna kuning. Ini adalah lebah terakhir yang harus dihabisi. Rael mencoba untuk menembakknya dengan anti-sihir buatannya. Setelah memfokuskan aliran mana di ujung tongkatnya, energi hitam muncul. Tapi saat ingin menembaknya malah berakhir tidak stabil dan meledak melelehkan tongkat sihir miliknya. Hampir saja dirinya tewas karena sihir sendiri. Lebah itu maju menyerang ke arah Rael, tapi ia langsung terbelah menjadi dua setelah serangan kejutan dari Mythia yang menghilangkan diri.

"Rael, kamu tidak apa-apa?" tanya Mythia khawatir. Dia melihat tongkat milik Rael dipenuhi energi hitam. Saat Mythia mencoba menyentuhnya, Rael langsung berteriak keras melarangnya. Hal itu membuat Mythia cukup terkejut. Aland dan Bethany ikut mendatangi suara Rael.

"Bahaya jika dipegang, solusi terbaik adalah membeli tongkat baru nanti" Rael menghela nafas karena harus kembali mengeluarkan uang demi membeli tongkat sihir. Ini sudah ketiga kalinya tongkat miliknya hancur karena kegagalan merapal anti-sihir.

"Anak baru, kau baik-baik saja?Sepertinya kau mencoba merapal sihir yang berbeda dari sebelumnya tapi gagal" tanya Aland.

"Maaf, aku lagi mencoba sihir baru tapi malah berakhir merepotkan tim"

Bethany menyikut Rael dengan wajah kesal, "Jangan minta maaf terus, kita itu khawatir bukan ingin menceramahi"

"Tapi kamu menceramahi Rael sekarang" ujar Mythia.

"Mythia gak usah ikut-ikutan" seru Bethany yang semakin cemberut wajahnya.

Seorang pria tua dengan topi jerami menghampiri mereka berempat. Jalannya bungkuk menggunakan tongkat karena sudah tua.

"Terima kasih, anak muda. Desa ini selamat dari serangan monster asing yang muncul tiba-tiba"

"Sudah menjadi tugas kami, pak" ujar Aland.

"Sayang sekali kebunku menjadi sarang lebah karena portal tersebut" pak tua itu mengamati sarang lebah berbentuk bola raksasa di sebuah kebun berry yang dikelilingi perumahan desa. Beberapa warga mulai keluar dari rumah dengan perasaan senang karena sudah aman.

Misi kali ini berlangsung dengan cepat. Mereka segera kembali ke ibukota untuk melapor kepada Moana yang sedang meracik ramuan di rumahnya.

"Lebah? Dua meter? Berwarna putih?" tanya Moana memastikan.

Aland mengangguk dengan heran. Ada yang mengganjal di pikiran Moana setelah mendengar hal tersebut.

"Itu sudah terjadi di berbagai negara belakangan ini. Beruntung kita mendapat musuh yang sedikit jumlahnya" ujar Moana menjelaskan sambil mencari salah satu dokumen di rak.

"Maksudnya, belakangan ini di berbagai wilayah selalu mengalami Transmigration Disorder yang membawa koloni lebah dari dunia yang sama?" tanya Mythia.

Moana menyerahkan salah satu dokumen kepada mereka jika berkenan untuk membacanya. Dokumen itu berisi total laporan serangan koloni lebah yang berasal dari dunia lain sejumlah 37 kasus.

Hal itu membuat Mythia dan Bethany tertarik untuk membacanya lebih detail. Padahal yang memiliki hobi membaca adalah Rael. Tapi kali ini Rael kehilangan semangat karena kehilangan tongkatnya sekali lagi. Tongkat sihir sangatlah mahal karena membutuhkan resonansi spesial terhadap penggunanya sebelum dipakai. Tidak bisa menggunakan sembarang tongkat, dan harus memiliki kualitas yang bagus agar selaras dengan kemampuan sihir Rael.

Rael kembali ke Akademi untuk melanjutkan penelitian di ruangan pribadi miliknya. Masing-masing murid diberikan ruangan khusus untuk membuat penelitian sihir sendiri sebagai salah satu syarat kelulusan nanti. Hanya di sini ia bisa menikmati waktu untuk menyendiri sambil membuat penelitian.

Berbagai kertas yang dilukis lingkaran sihir berserakan di lantai karena belum dirapihkan setelah misi mendadak tadi. Dia merasa heran karena anti sihir miliknya selalu saja tidak stabil. Ini adalah tahun pertamanya sebagai mahasiswa. Karena itu penelitiannya tentang anti-sihir harus segera berhasil untuk membuktikan kemampuan dirinya terhadap orang-orang.

Rael berbaring di lantai sambil merenung betapa lemah diirinya. Jika terus seperti ini, Rael hanya akan menjadi beban bagi timnya.

Rael mencoba untuk memunculkan kembali anti-sihir tanpa menggunakan tongkat. Kali ini dia membuat dengan lebih kecil. Percikan listrik berwarna hitam muncul dan merusak lingkaran sihir yang diciptakan Rael di udara. Semakin sulit ia merapalnya tanpa adanya tongkat sihir. Dia hanya bisa menghela nafas dengan pasrah.

"Inilah kenapa kau tidak usah membuat penelitian di luar batas kemampuanmu" seru Randolf menghampiri ruangan Rael tanpa mengetok pintu.

"Pergilah" seru Rael tanpa melihat ke arah Randolf. Saat ini dia sedang tidak ingin berdebat.

"Dasar penyihir gadungan, aku tidak paham apa yang sedang kau coba ciptakan, tapi apa benar itu adalah sihir?" tanya Randolf dengan wajah kesal.

"Kenapa kau memedulikan penelitianku?" tanya Rael.

"Karena penelitianku sudah selesai" sebuah pedang dilempar tepat tertancap di sebelah kepala Randold yang terkejut bukan main. Wajah Rael sangat kesal mendengar ucapan Randolf yang datang hanya untuk menyombongkan diri.

Pintu diketuk dari luar dan datang Joyce ikut masuk ke ruangan Rael.

"Sudah kubilang, kau datang untuk berbaikan, bukan? Bisa tidak sehari saja tidak usah ribut?" Joyce memarahi Randolf sambil menyikutnya.

"Ngapain kau di sini, Joyce?" tanya Rael beranjak bangun.

"Sebenarnya aku yang menyuruh Randolf untuk datang kemari. Kudengar belakangan ini kau tampak memiliki masalah. Meskipun Randolf adalah orang yang kau benci tapi dia masih bisa diandalkan jika berkaitan dengan ilmu sihir sepertimu" jawab Joyce.

"Kau mendengar dari siapa?" tanya Rael.

"Mythia" jawabnya.

"Sejak kapan kalian dekat?" tanya Rael sekali lagi.

"Sejak menjalani misi bersama. Jangan meremehkan perempuan"

Randolf menghela nafas. Dia terpaksa menuruti permintaan Joyce karena kalah taruhan dengannya. Karena itu ia datang ke sini. Setelah dipikir-pikir baru kali ini ada orang selain Mythia yang memasuki ruangan penelitiannya. Sayangnya keadaan tampak berantakan untuk kesan pertama mereka.

"Setidaknya beresin dulu" seru Randolf memunguti kertas-kertas di lantai sambil mengamati lingkaran sihir yang dibuat Rael.

Rael dan Joyce ikut merapihkan ruangan agar lebih nyaman dilihat. Proses bersih-bersih menjadi lebih cepat karena dilakukan bersama-sama.

"Dipikir-pikir aku jadi jarang bertemu Mythia. Dia sibuk?" tanya Rael.

"Dia kan bangsawan terkemuka, ada banyak acara yang harus ia hadiri" jawab Joyce sambil melihat-lihat buku.

Melihat Randolf dan Joyce yang sibuk membaca penelitian milik Rael membuat dirinya menjadi ragu-ragu. Dia tidak percaya mereka berdua benar-benar serius ingin membantunya.

"Penelitianmu cukup menarik, Teori Selaput Realitas? Aku baru pertama kali mendengarnya" ujar Randolf membaca karya tulisku yang belum sempurna.

Penelitian ini diawali dari rasa penasaran Rael terhadap salah satu sihir bernama Disrturb Magic yang mampu meniadakan rapalan mantra seseorang. Ini merupakan salah satu sihir kuno yang diciptakan oleh penyihir di Era Lampau jauh ribuan tahun lalu.

Hal itu semakin menarik ketika Rael menemukan unsur yang mampu menciptakan gangguan terhadap aliran mana di dalam lingkaran sihir dari Disturb Magic.

Dari situ ia mengembangkan unsur tersebut menjadi sihir baru yang mampu menghancurkan segala bentuk sihir di dunia ini bernama anti-sihir.

"Pantas saja para dosen menantikan hasil karyamu" seru Randolf.

"Aku tidak masalah jika harus membantumu sedikit. Ingat bahwa akademi ini cukup ketat tentang originalitas suatu karya masing-masing siswanya tanpa campur tangan orang lain. Pada akhirnya hanya kamu yang bisa menyelesaikan penelitian ini" ujar Joyce menjelaskan.

"Tidak masalah, aku paham. Jika kalian memang ingin membantu, aku akan terima dengan senang hati. Mengingat kita sudah pernah menjalankan misi bersama" untuk pertama kalinya Rael berinteraksi dengan siswa akademi selain Randolf yang selalu mengganggunya.

"Jadi apa yang harus kami bantu?" tanya Randolf tanpa bertele-tele.

"Sepertinya tidak untuk sekarang, karena nanti aku ada urusan" jawab Rael.

"Hmm... sepertinya kita datang di waktu yang tidak tepat" ujar Joyce. Pada akhirnya Randolf bersungut-sungut karena merasa Rael membuang waktunya yang sangat berharga. Dia akhirnya pergi duluan keluar dari ruangan penelitian. Rael sedikit tidak enak terhadap niat mereka tapi memang memiliki urusan yang lebih penting dari sini.

"Jangan diambil hati, Rael. Randolf sebenarnya memang berniat untuk membantumu sebagai ucapan terima kasih untuk apa yang terjadi di kota Berich. Seandainya kau membunuh Theo lebih awal, memang itu yang harus dilakukan seharusnya agar masalah tidak semakin runyam. Tapi, Randolf pasti akan sedih karena tidak bisa berbicara untuk terakhir kalinya. Karena itu dia menyerahkan perencanaan misi kepadamu" seru Joyce sebelum pergi.

Mendengar hal itu, hilang keraguan di hatinya. Kali ini dia benar-benar bersyukur telah membuat keputusan yang tepat.

To be continued....