Chereads / Before the Endworld / Chapter 8 - Even the Rain Can't Stop the Flame

Chapter 8 - Even the Rain Can't Stop the Flame

*Rael! Jawab kami! Bagaimana keadaan di atas sana?" tanya Bethany melalui telepati.

Getaran terus terjadi di atas sana. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Penyapuan ruang bawah tanah berhasil dilakukan. Sialnya bom masih belum ditemukan.

"Ah, aku lupa kita masih terhubung dengan telepati ini" nafas Rael tersengal-sengal. Namun dia lamgsung mematikan komunikasi tersebut.

Hal itu membuat Bethany khawatir, Aland dan Shael setuju untuk segera pergi dari ruang bawah tanah. Sayangnya jalan keluar mereka dihalangi oleh seseorang.

"Sayangnya aku tidak bisa membiarkan kalian pergi begitu saja setelah mengalahkan seluruh anak buahku" gadis itu berambut ungu dengan wajah rupawan seperti boneka.

Bethany yang melihatnya langsung menyiapkan kuda-kuda untuk bertarung. Dia tahu dengan matanya bahwa gadis itu adalah lawan yang sangat mengerikan. Shael memanggil Vapula yang muncul di belakangnya.

"Tidak kusangka The Doll Maker tiba-tiba muncul di kota ini" seru Aland menodongkan kapaknya kepada gadis tersebut. Perlahan para Outsider yang sudah dikalahkan bangkit kembali. Definisi bangkit tidak cocok untuk kasus ini. Mereka semua telah tiada, namun benang-benang sihir milik The Doll Maker mengendalikan mereka.

"Kalian tidak dibutuhkan dalam panggung yang diriku inginkan. Sebaiknya kalian tetap diam di sini dan biarkan diriku yang lain menikmati pertunjukkan tersebut" seru Bianca, The Doll Maker.

[Before the Endworld]

Satu jam yang lalu, balai kota dipenuhi sukacita. Namun yang ada di hadapan Rael sekarang hanyalah kepanikan tanpa henti dari orang-orang akibat serangan dari Outsider pemberontak. Beberapa dari mereka telah menyusup masuk ke balai desa dan membuat kekacauan. Randolf dan yang lain sudah bergerak untuk mengatasi pemuja Phantom di daerah pinggir kota. Hanya Rael sendiri yang berada di balai desa sekarang, menghadapi para Outsider termasuk sang Phantom, Theoraldo Valdenheim.

"Kau terlalu naif, Rael. Semua yang kau rencanakan selama ini bukan semata-mata ingin berduel denganku, melainkan demi melindungi teman-temanmu, bukan?" tanya Theo turun dari menara jam setelah Rael kelelahan bertarung menyelamatkan para warga yang sedang dievakuasi penjaga kota.

"Kudengar kau menjalin kontrak dengan Nona Bianca. Kau rela membuang Emily begitu saja agar Bianca tidak terlibat dalam penyerangan kali ini melalui sumpah kontrak. Dengan begitu kau memiliki kesempatan untuk menang" Theo berjalan mendekati Rael dengan topeng iblisnya. Di hadapan Rael sekarang sudah tidak ada lagi Theo sang pemilik Bonbox Restaurant. Melainkan seorang pembunuh bernama Phantom.

"Tapi kau tidak ingin mengambil resiko untuk membawa rekan-rekanmu melawanku di sini. Semua karena kau belum mengetahui lokasi peledak tersebut, bukan?"

Rael bangkit dan menyiapkan tongkat sihirnya untuk melawan Theo, "Tidak ada salahnya aku menyuruh rekan-rekanku memeriksa ke tempat lain, siapa tahu peledaknya memang bukan di sini" jawab Rael.

"Kau tidak cocok menjadi bagian dalam Federasi, Rael. Karena kau tidak bisa melawan kami, Outsider"

Dengan cepat Theo mengarahkan pedangnya ke arah Rael Namun ia membaca ayunan pedang Theo yang semakin mendekat ke arahnya. Perisai sihir kecil diciptakan khusus untuk menangkis tebasan Theo. Hal itu dapat menghemat penggunaan energi sihirnya, sekaligus membuat Rael dapat merapal sihir satu lagi secara bersamaan. Sihir api ditembakkan namun Theo cukup gesit untuk menghindarinya. Rael mengerahkan lebih banyak tembakan api dari langit. Ledakan demi ledakan terjadi. Di dalam kepulan asap, Rael menyembunyikan dirinya dan muncul dari atas menembakkan sihir petir menyambar ke tubuh Theo.

Rael melompat ke atas salah satu bangunan untuk menjaga jarak dengan Theo. Dia tidak dipanggil Phantom secara kebetulan. Pria itu adalah tipikal pembunuh yang melakukan serangan matikan untuk membunuh target secara instan dan kembali menyatu dalam kegelapan seolah-olah menghilang begitu saja. Rael hampir saja tertebas kepalanya karena Theo tiba-tiba muncul di belakangnya.

Beradu fisik dengan Theo sudah jelas Rael tidak mampu mengalahkannya. Rael ditendang jauh mengantam dinding rumah. Tebasan berapi dilancarkan oleh Theo. Rael melompat tinggi dengan bantuan sihir angin, tapi Theo membaca gerakan tersebut. Sayangnya Rael yang membaca pertarungan tersebut satu langkah ke depan. Rael memancing Theo menghampirinya di langit sebelum ia bermanuver dengan lompatan angin ke bawah. Ia memanfaatkan medan bangunan kota untuk menyembunyikan dirinya.

"Jangan bermain petak umpet, Rael" Theo menembakkan tiga roket api yang diciptakan khusus mengunci serangan ke arah Rael. Tiga roket tersebut meledak setelah Rael menciptakan sihir penghalang. Theo langsung tahu keberadaannya. Secepat kilat Theo mengejar Rael yang begitu lamban baginya. Tebasan Theo berhasil menggores dahi kepala Rael sebelum ia menghempaskan Theo begitu jauh dengan bola angin yang diledakkan.

Sihir tebasan angin Rael tembakkan dengan banyak ke arah Theo dan dibalas dengan tebasan api miliknya. Udara menjadi semakin panas karena apinya menyebar ke sekitar.

"Kenapa kau tidak serius melawanku, Rael?!" seru Theo.

"Begini pun aku sudah berjuang agar tidak mati, Theo" jawabnya.

"Di mana sihir misteriusmu itu yang membuat bahuku tidak bisa pulih kembali?" tanya Theo menghampiri Rael dengan menembus kobaran api.

"Jika begitu, sihirku akan membunuhmu" jawab Rael.

"Kenapa kau mempedulikan nyawaku? Kenapa kau tidak menghargaiku sebagai lawanmu?" seru Theo bertanya balik.

"Karena aku tidak bisa menganggapmu sebagai musuh, Theo!" jawab Rael dengan suara lantang.

Dengan cepat Theo berada di depan mata Rael. Serangannya tidak bisa ditangkis atau dihindari karena audah sedekat itu.

"Kalau begitu matilah" satu tebasan melukai dada Rael cukup parah. Sensasinya seperti terbakar oleh api. Theo sekali lagi menendang Rael menghantam ke arah dinding bangunan hingga roboh menimpanya.

Pasukan pemberontak kembali datang berkumpul setelah mengalahkan para penjaga kota. Jumlah mereka sekitar dua puluhan.

Theo sedikit terkejut melihat puing-puing bangunan diangkat oleh Rael agar dapat membebaskan diri. Dia kembali bangkit dengan luka yang sudah ia hentikan pendarahannya untuk sementara. Kali ini dia tidak lagi menggunakan tongkat sihirnya. Dia mengambil sebilah pedang dari sihir ruang untuk menantang Theo berduel.

"Apa kau, bisa menggunakan pedang?" tanya Theo.

"Entahlah, aku jarang melatihnya. Percuma menjaga jarakku darimu. Tongkat sihir itu hanya akan memperlambat pergerakanku" jawab Rael.

"Tapi sihirmu tidak akan sekuat sebelumnya tanpa tongkat sihir"

"Sihir biasa sudah cukup"

Kali ini Outsider yang lain ikut menyerang Rael. Dengan bantuan sihir angin dia bergerak bebas menghindari serangan mereka dan melumpuhkannya dengan sihir listrik. Ia melompat dari satu bangunan ke bangunan yang lain. Pedang itu juga dapat beresonansi dengan sihir milik Rael sama seperti Theo. Ia melancarkan tebasan berapi untuk mengalahkan pasukan Theo satu per satu.

Saat menangkis salah satu Outsider yang menyerangnya, rupanya dia adalah Bernard yang ia temui di distrik waktu itu.

"Demi pembebasan, revolusi akan digaungkan!" energi sihir dalam diri Bernard meningkat drastis. Seketika menciptakan ledakan bunuh diri yang sangat kuat. Beruntung Rael dapat menghindarinya. Bernard telah meninggal di tempat. Beberapa Outsider juga ikut meledakkan diri ketika mendekati Rael. Hal itu membuat dirinya kebingungan.

"Jangan bilang, peledak itu ditanamkan di dalam diri masing-masing Outsider? Karena itu tidak pernah ditemukan!" seru Rael mengkerutkan dahinya karena kesal.

"Ngomong-ngomong aku yang mengendalikan peledakan mereka. Jika kau tidak ingin mereka semua meledak secara bersamaan di kota ini, bunuhlah aku, Rael!" seru Theo.

Dengan cepat tendangan Rael mendarat di kepala Theo hingga terjatuh. Topeng iblisnya terlepas. Namun pukulan yang kuat juga berhasil mengenai Rael hingga ia terpental menghantam salah satu bangunan hingga runtuh menimpanya.

"Bertarung menggunakan pedang tapi tidak membunuh satu orang pun. Kau hanya membuang tenagamu saja! Bagaimana rekan-rekanku bisa dihentikan jika kau tidak membunuh mereka! Apakah kau ingin terus menyaksikan mereka satu per satu meledak di hadapanmu, hah?!" Theo mengusap darah yang keluar dari mulutnya akibat tendangan Rael yang diperkuat dengan sihir.

Dua penyihir menembakkan sihir api ke arah Rael namun ditangkis olehnya dengan sihir pelindung. Dia terluka tapi masih berdiri untuk lanjut bertarung.

"Apakah ini kematian yang kau inginkan, Rael? Energi sihirmu akan segera habis jika memaksa untuk bertarung sambil terus menyembuhkan diri seperti itu" Theo bersiap untuk mengangkat pedangnya yang bernyala api untuk mengakhiri hidup Rael saat itu juga.

Saat itu Rael tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan oleh Theo. Melihat nyawanya sendiri sudah berada di ujung tanduk, tentu dia tidak ingin mengalami kematian yang sia-sia. Terlebih lagi dia masih belum mencapai mimpinya. Saat itu, insting bertahan hidupnya aktif. Ia menghirup dan menghembuskan nafas dengan cukup panjang.

"Aku juga bisa tanpa mata spesial seperti Bethany" percikan listrik mengelilingi tubuh Rael saat itu juga. Theo memutuskan untuk mengakhiri Rael dengan tebasan berapi miliknya. Namun ia menghalaunya dengan tebasan angin. Secepat kilat Rael berada di hadapan Theo. Kedua pedang saling beradu dengan cepat. Akan tetapi kekuatan Theo jauh lebih unggul. Tanpa diduga Rael mengambil kembali tongkat sihirnya dan menembakkan laser api secara beruntun ke depan. Theo terluka dibagiin perut kanannya. Rael yang sekarang memegang pedang dan tongkat sihir sekaligus.

"Apa kau benar-benar seorang penyihir?" tanya Theo.

"Itu tidak penting, aku hanya perlu menjauhkanmu dari para Outsider menggunakan domain ini agar kau tidak meledakkan mereka. Sihir itu pasti sejenis dengan sihir jebakan manual. Tanpa perangkat sihir khusus, kau tidak akan bisa mengaktifkan ledakan tersebut jika jaraknya terlalu jauh" jawab Rael.

Tongkat sihir Rael ditancapkan ke tanah dan menciptakan penghalang yang besar berbentuk kubah. Para Outsider selain Phantom terpental keluar dari penghalang tersebut. Itu adalah domain buatan yang dapat mengurung target yang diinginkan oleh pengguna, dalam kasus ini adalah Theo. Rael sudah terkuras banyak sekali mana. Karena itu dia harus memanfaatkan kesempatan terakhir ini untuk menghentikan Theo.

"Kau tidak akan bisa menghentikanku jika tidak membunuhku, Rael!"

Dua pemuda itu saling beradu pedang, menangkis serangan, dan melancarkan sihir terkuat masing-masing. Theo menggunakan sihir air untuk menciptakan ombak raksasa demi menenggelamkan Rael. Dia akhirnya menggunakan anti-sihir ciptaannya untuk menghancurkan air di hadapannya.

"Kau tahu kenapa The Doll Maker mau membuat kesepakatan denganku?" tanya Rael menangkis serangan dadakan dari Theo

"Bukan semata-mata karena aku pintar atau sebagainya, pada dasarnya dia melakukan itu sebatas karena dia senang melakukannya!" Rael menciptakan perisai sihir untuk melindungi diri dari tebasan api beruntun dari Theo.

"The Doll Maker adalah sosok yang memperdaya dan mengendalikan orang lain demi memuaskan hasratnya tersendiri. Bahkan ia sampai menghancurkan salah satu negara di Benua Pusat karena adu domba yang ia ciptakan. Apakah itu revolusi yang kau inginkan? Jawab aku Theo!"

Serangan kuat dari Theo membuat pedang Rael terlepas dari genggamannya. Sebuah roket api dari sebelah kanan meledak mengenai Rael hingga terjatuh.

Domain buatan Rael perlahan memudar karena kehabisan mana. Dia tidak mampu melanjutkan pertarungan kembali meskipun berusaha bangkit berdiri.

Theo menjatuhkan pedangnya. Setelah diperhatikan lagi, hujan tidak pernah berhenti karena persembahan akhir gagal dilaksanakan. Kubah itu awalnya melindungi dari hujan. Kini mereka kembali diguyur hujan deras yang memadamkan seluruh api milik Theo.

"Seandainya, kau datang ke sini dua bulan lebih awal. Apakah semua ini akan berbeda?" tanya Theo dengan wajah murung. Rael menoleh ke arah Theo. Dia tidak lagi merasa marah, kini hatinya sedih.

"Seperti yang kubilang dari awal, Rael. Aku bertarung demi keluargaku. Tapi mulai sekarang aku sudah melepas keluargaku satu-satunya untuk selamanya" Theo menciptakan pedangnya sendiri yang terbuat dari kobaran api yang tidak padam meskipun hujan.

"Kau sudah kalah, Rael. Aku akan meledakkan kota ini" Theo menembakkan bola api yang meledak di langit. Hal itu dilakukan untuk memanggil para Outsider yang tersisa. Masing-masing Outsider telah meneguhkan hati untuk melakukan pengorbanan di pertempuran ini. Meskipun para penduduk berhasil dievakuasi keluar kota, jika digabung, mereka juga akan terkena ledakan tersebut. Tapi Rael sudah tidak memiliki kekuatan untuk menghentikannya.

"Theo!!!"

Suara yang familiar bagi Theo. Ia menoleh ke belakang dan melihat Randolf datang menyeret tubuh Bianca The Doll Maker, itu adalah salah satu bonekanya. Tubuhnya sudah rusak setelah pertarungan sengit melawan Randolf. Rael tidak menduga ia sekuat itu.

"Rael sialan, kau akan kuurus nanti sampai membuat kami masing-masing melawan The Doll Maker yang merepotkan,meskipun hanya bonekanya saja" Randolf menatap ke arah Theo dan terdiam sejenak.

"Theo, katakan kalau kau terpaksa melakukan ini, bukan? Kau.... diancam oleh The Doll Maker, bukan?"

Theo hanya terdiam tanpa mengatakan apa pun. Bahkan dia tidak mampu menatap mata Randolf saat itu.

"Katamu ingin meledakkan kota ini? Hentikan sekarang. Aku akan membantumu agar tidak terjerat hukuman yang berat. Cukup katakan bahwa kau dikendalikan oleh The Doll Maker sialan itu!" seru Randolf.

Hanya terdengar derasnya hujan selama beberapa detik. Mereka saling terdiam tanpa mengucapkan apa pun.

"Aku tidak mungkin menyelesaikan dengan setengah-setengah, Randolf" jawab Theo.

"Jangan bercanda! Aku selalu membelamu sejak dulu! Bahkan ketika Rael sekali pun meragukan identitasmu" balas Randolf.

Theo kembali terdiam. Pedang ciptaannya perlahan memudar karena keraguan dalam hatinya.

"Kenapa kau tidak pernah meminta tolong kepadaku seperti biasa? Apa aku tidak cukup untuk melimdungimu? Kita sahabat, bukan? Atau, aku yang tidak cukup kuat untuk melindungimu?" tanya Randolf sambil menundukkan kepala, menyembunyikan wajahnya.

"Ini adalah keluargaku, Randolf. Jika aku sendiri tidak bisa melindungi keluargaku tanpa bantuan orang lain, aku tidak akan bisa menjadi ayah yang baik bagi anakku kelak" jawab Theo tersenyum.

Mereka berdua memang tidak saling menatap satu sama lain. Tapi mereka sedang berbicara dari hati ke hati, sebagai seorang sahabat, sebagai seorang saudara, meskipun mereka berasal dari dunia yang berbeda.

"Antarkan istri dan anakku dengan selamat menuju kota harapan bagi kami Outsider yang terlantar" seru Theo mencoba untuk menatap mata Randolf.

"Harusnya, kau yang melakukan itu, bukan orang lain. Kau pemimpin keluarganya, bukan?" tanya Rael yang berusaha berdiri dengan sisa tenaganya.

"Mereka tidak akan aman jika berada bersamaku" jawab Theo.

"Ada aku, Theo!" seru Randolf.

"Kau saja tidak cukup, Randolf. Dia jauh lebih kuat dari kalian, karena itu aku tidak punya pilihan lain" balas Theo.

Pedang berapi ciptaan Theo kembali berkobar begitu terang dan lebih kuat. Keraguan di hatinya sudah hilang sepenuhnya. Mulai sekarang dia akan terus bertarung hingga titik darah penghabisannya.

"Aku tidak jadi meledakkan kota ini, anggap saja ini hadiah perpisahanku sebagai Theoraldo Valdenheim. Jalan yang kupilih sebagai Phantom, harus diakhiri sebagai Phantom juga" Theo mengenakan kembali topeng iblis yang terjatuh tadi.

"Apa kau juga tidak mampu membunuhku, Randolf?" tanya Theo menatap ke arah Randolf.

Randolf mengarahkan tongkat sihirnya ke arah Theo. Tapi sihir cahayanya tidak mau keluar. Tangannya gemetar karena keraguan di hatinya.

"Semua tidak akan berakhir, jika tidak dimulai dengan kematian" Theo terbang ke langit dengan kekuatan penuh. Api berkobar di sekujur tubuhnya. Akhirnya dia mengeluarkan kekuatan penuhnya, menjelma menjadi roh api yang membakar segalanya.

"Halo? Randolf? Apa kau mendengarku? Akhirnya kita terhubung dengan yang lain. Bagaimana situasinya? Kami ditahan oleh salah satu pemimpin fraksi SOLUS The Doll Maker. Tapi tiba-tiba saja dia menghilang" seru Shael berkomunikasi menggunakan telepati.

"Phantom, sedang membakar kota ini. Kita harus menghentikannya, berkumpul segera dengan yang lain" seru Randolf menutup telepati dengan kesal. Dia menghampiri Rael dan memukulnya.

"Apa yang kau pikirkan, Rael?! Kupikir kau mempunyai rencana yang lebih baik. Tapi kau malah mengurung kami dengan The Doll Maker tersebut! Kenapa kau bekerja sama dengan dia, pengkhianat!!" seru Randolf mengangkat kerah Rael setelah terjatuh akibat pukulannya.

"Kalau bukan karena dirimu, semua ini tidak akan terjadi! Kau jatuh dalam pengkhianatan. Kita semua akan mati karena menari dalam genggaman mereka dengan ledakan bunuh diri buatan mereka! Karena itu aku memisahkan kalian!" Rael membalas pukulan Randolf dengan perasaan kesal.

"Lantas apa yang kah lakukan di sini? Setelah menyingkirkan kami, kau tidak mampu menyingkirkan Theo? Padahal dia orang yang ingin kamu lawan dalam rencanamu ini, bukan?" tanya Randolf.

"Lagi-lagi seperti itu. Kau seenaknya membunuh seseorang dengan wewenangmu sebagai anggota Federasi. Sama seperti yang kau lakukan terhadap Emily waktu itu" jawab Rael.

"Kenapa orang senaif dirimu bisa masuk ke Federasi ini? Jika sikapmu seperti itu bagaimana kau bisa menyelamatkan orsng lain? Kau akan terus lemah dengan sikap seperti itu!" nada suara Randolf semakin tinggi.

"Lantas kenapa kau tidak melakukan hal tersebut kepada Theo?" tanya Rael.

Randolf terdiam dan mundur beberapa langkah. Itu adalah tamparan keras baginya yang sudah menganggap Theo sebagai saudaranya sendiri. Sejak awal dia sudah tahu Theo menyembunyikan sesuatu darinya, tapi dia memilih untuk menutup mata dan percaya kepada Theo suatu saat dia akan bercerita kepadanya. Tapi hal itu baru terjadi hari ini.

"Itu karena... aku juga lemah" hujan menutupi tetesan air mata laki-laki tersebut. Dia duduk dan menyembunyikan wajahnya. Dia sudah gagal melindungi sahabatnya sendiri.

Rael tidak ingin memarahinya lagi. Dia mampu merasakan hal yang dialami oleh Randolf saat ini. Rael duduk di sebelahnya. Mungkin mereka berdua akan mengalami demam setelah ini karena tidak segera meneduh. Tapi itu tidak penting sekarang.

"Kalau begitu kita impas" ujar Rael menepuk pundak Randolf.

"....."

"Anak itu curang sekali, meskipun aku sudah menduganya, sih. Aku hanya bisa mendapatkan Emily jika ia menang melawan Theo. Tapi anak itu malah sengaja kalah darinya agar kontrak menjadi tidak berlaku. Tapi akan kumaafkan karena sudah memberikan pertunjukkan yang menarik bagiku, hihi. Selanjutnya kita akan bertemu lagi, Rael. Gadis itu tidak terlalu penting untuk direbut sekarang. Masih ada cukup waktu sebelum ritual disiapkan. Saat itu tiba, aku akan benar-benar merebut paksa segalanya darimu, Rael"

[Before the Endworld]

Darah bercucuran dari kepalanya. Pertarungan yang sangat panjang menantinya tiada henti. Seluruh anggota guild Peacekeeper dan Alpha berkumpul menghentikan Phantom yang melayang di atas langit dengan api membara. Namun dia sama sekali tidak menemukan keberadaan Rael dan Randolf setelah kejadian itu.

"Kira-kira apa yang sedang dilakukan Jessica, ya? Apakah dia menangis? Aku benar-benar suami dan ayah yang buruk" guman Theo.

Tembakan sihir kembali dilancarkan. Hanya membuang-buang mana jika tetap melayang di udara. Dia turun dan bertarung melawan mereka semua. Di kota ini seluruh Outsider telah dikalahkan. Hanya dia satu-satunya yang tersisa di antara lautan api yang tidak pernah pada di tengah-tengah hujan.

"Apakah anakku akan ditindas nantinya karena tidak memiliki seorang ayah?" guman Theo di dalam pikirannya sambil menghindari serangan lawannya. Dia berhasil menahan terkaman ular putih raksasa yang hampir memakannya. Sang Phantom membanting ular tersebut begitu saja namun ular putih itu berhasil menghantamnya dengan ekor.

Lawannya juga memiliki api yang spesial berwarna keunguan. Sayangnya apinya jauh lebih kuat dan lebih panas darinya. Entah sudah berapa lama pertarungan ini berlangsung. Ingatannya semakin pudar karena dilahap api. Satu-satunya yang ia pikirkan sekarang hanyalah istri dan anaknya.

Muncul tembakan gas berwarna ungu yang meledak menciptakan kabut tebal di sekitar Phantom. Salah satu kesatria berpedang menghantamnya hingga melangkah mundur. Kekuatannya luar biasa. Kalau tidak salah ingat namanya adalah Stephen. Kerja sama mereka begitu kompak. Berbagai serangan dilancarkan demi melukai Phantom yang terdesak. Dia berusaha melarikan diri untuk memulihkan diri namun ular putih tersebut selalu berhasil menghadangnya. Hingga muncul serangan dadakan yang memotong lengan kanannya. Padahal dia sedang melayang di udara.

Nasib mereka semua memang mengalami luka bakar akibat pertempuran tersebut. Tapi Phantom sudah melalui pertempuran yang sangat panjang dan melelahkan. Bahkan dia sendiri heran kenapa masih melanjutkan pertempuran ini. Dia bertanya-tanya tujuan ia bertarung selama ini.

Jika sesuatu yang harus ia lindungi sudah berhasil selamat. Maka tidak ada lagi alasan baginya untuk bertarung melawan mereka semua.

Sang Phantom membuka topengnya dan menatap ke arah menara jam yang masih kokoh berdiri. Gadis itu sudah membidiknya sejak lama. Sudah saatnya pertunjukkan ini berakhir. Begitu panah itu menembus kepalanya. Dia tidak perlu merasakan rasa sakit akan kematian. Setidaknya dia tidak perlu mati terbakar apinya sendiri.

Teruntuk Jessica,

Jujur aku bingung apa yang harus kutulis di surat ini. Mungkin saja kau sudah tahu sejak lama. Tapi aku akan pergi menuju tempat di mana aku menabur segalanya. Disitulah aku akan menghadapi segala yang kutuai. Kamu tidak perlu terlibat dengan hal ini. Aku lebih menginginkan dirimu membesarkan anak kita dengan baik. Aku memiliki sahabat yang bisa diandalkan yang akan mengantarkanmu ke kota yang lebih aman. Kalau bisa jangan terlalu merepotkan dia. Aku sudah berhutang banyak dengannya, hahaha.

Tolong namakan anak kita Lucius jika dia adalah laki-laki, agar dia bisa menjadi cahaya dan kebanggaanmu. Didik dia agar menjadi pria yang bertanggung jawab atas ibu dan keluarganya kelak. Dia harus menjadi kesatria yang melindungi istri dan anaknya nanti. Namakan anak kita Dahlia sesuai dengan bunga kesukaanmu, agar dia terlahir cantik dan menawan sepertimu. Kelak dia akan menikahi pangeran yang siap melindungi dirinya dalam keluarga yang harmonis.

Tertanda, Theoraldo Valdenheim

To be continued....