10 jam sebelum festival....
Keadaan tidak sedang baik-baik saja di antara kedua rival tersebut. Rael, Randolf, Shael dan Theo sedang dalam masa pemulihan. Malam itu mereka pulang paling terakhir di antara yang lain. Semua orang tidak tahu harus berbuat apa setelah mereka kembali tanpa mengatakan apa pun. Tapi rapat harus tetap dilakukan untuk berbagi informasi.
"Kami mendapatkan peta jalur bawah tanah yang dibangun secara diam-diam oleh fraksi SOLUS yang terhubung ke sudut-sudut kota ini dan berpusat di balai desa" seru Bethany memberikan kertas yang digambar sebuah peta sesuai apa yang dikasih liat salah satu orang di acara tersebut.
"Berarti kemungkinan besar bom berada di bawah tanah, jika diledakkan pasti akan membuat kota Berich runtuh seketika" ujar Aland.
"Sayangnya jalur barat terlalu damai, pengawalan berhasil tanpa adanya serangan apa pun, bagaimana dengan jalur selatan?" tanya Stephen.
Rael dan Randolf hanya menutup mulut selama rapat tersebut, Theo pun menggantikan msreka memberi penjelasan.
"Peledak kami temukan di salah satu markas dekat jalur pengiriman. Namun sayangnya peledak tersebut hanya sekedar dijadikan umpan untuk meledakkan kami saat itu. Kereta-kereta sudah dipastikan hancur, sisa-sisa pasukan berhasil melarikan diri tanpa membawa apa pun. Karena itu masalah peledak belum ada yang tahu. Apakah memang sudah berada di dalam kota ini atau akan segera dikirim lagi dalam beberapa waktu ke depan"
"Para pemberontak ada menyebutkan bahwa terdapat pemimpin yang berkuasa atas hidup dan mati mereka. Phantom juga melayani dia, sayangnya kita tidak mendapatkan informasi apa pun terkait hal tersebut " Shael menambahkan pernyataan Theo.
"Aku yakin kita sudah menyisiri kota ini dengan baik, informasi-informasi para Outsider juga kita berhasil bongkar semuanya, tidak mungkin Randolf melewatkan sesuatu" seru Stephen.
"Lalu..." Theo kembali menambahkan.
"Phantom mendatangi kami" hal itu sontak membuat Bethany dan Mythia terkejut.
"Bohong! Phantom ada muncul di acara sebagai bintang utamanya, loh!
Tidak ada yang percaya jika Phantom adalah sosok yang lebih dari satu orang. Tidak mungkin Phantom berada di dua lokasi yang sama.
"Kalau begitu beberapa menyisiri ruang bawah tanah ini terlebih dahulu tanpa ketahuan. Kita harus memastikan lokasi peledak sebelum festival dimulai. Mau sebanyak apa pun Phantomnya, kita bisa mengalahkannya ketika para warga berhasil diselamatkan lebih dulu" seru Stephen.
"Ah iya, kita sudah tidak bisa mengharapkan walikota, dia sudah dicuci otak oleh fraksi SOLUS, sama saja membocorkan rencana kita kepada mereka. Pada akhirnya kota ini memang tidak pernah bekerja sama dengan kita" seru Shael sambil bermain dengan Vapula yang menjadi ular kecil. Rapat tersebut akan berlangsung lama untuk dibahas rencana ke depannya. Sayangnya Rael tidak kuat terus berada di sana.
"Jika sudah mencapai kesimpulan beritahu saja, aku lelah" Bahkan Randolf pun tak lama ikutan naik ke lantai dua untun beristirahat. Mythia menahan Randolf, bertanya temtang apa yang sebenarnya terjadi, terlebih lagi Rael menggendong Emily yang tak sadarkan diri hingga sekarang.
"Dia hanya tertidur" jawab Randolf kemudian meninggalkan tempat rapat.
Saat itu hujan deras mengguyur mereka. Emily terluka parah, dia terkapar tidak berdaya. Namun luka tersebut perlahan pulih dengan sendirinya berkat kekuatan dari monster misterius itu. Semua syok dengan apa yang mereka lihat. Energi sihir Emily mengganggu kestabilan mana yang membuat kepala mereka bertiga terasa sakit. Randolf kembali menodongkan tongkat sihirnya. Emily adalah ancaman besar bagi dunia ini. Randolf tidak ingin membiarkan monster sepertinya berkeliaran bebas apalagi dibawa ke dalam ibukota Alterra. Dengan luka seperti itu tidak mengalami kematian sudah menunjukkan bahwa dia bukanlah manusia.
Hingga sekarang gadis itu tidak pernah bangun kembali. Dia tertidur di penginapan. Lingkaran segel penghalang dilukis pada gulungan kertas dan ditempelkan di dinding-dinding kamar Emily sebagai bentuk pencegahan.
"Huh, sudah kuduga akan terjadi seperti ini. Gadis itu melampaui ekspektasiku. Kurasa inilah yang diinginkan SOLUS. Tapi darimana mereka mengetahui hal tersebut?" Rael sedang berbicara empat mata dengan Moana menggunakan cermin.
"Bukankah pemimpin Federasi juga seperti mengetahui sesuatu?" tanya Rael.
"Entahlah. Aku tidak bisa membiarkan junior-juniorku melawan para pemberontak dan menjaga gadis berbahaya itu secara bersamaan. Mungkin lebih baik jika-"
"Anda juga ingin menyarankan membunuh gadis itu, bukan?"
Moana terdiam menatap mata Rael yang berbeda dari sebelumnya. Dia selalu murung semenjak saat itu.
"Benar, menghancurkan lebih mudah dibandingkan memperbaiki yang sudah rusak. Tapi pada akhirnya itu hanya pilihan. Menurutmu apa yang terbaik, Rael?"
Rael tidak mampu menjawab hal itu sekarang. Dia sedang bimbang dan terus mengurung diri di kamar.
"Yah, gadis itu tidak bisa dibunuh selama terdapat monster itu, mungkin. Tidak akan ada perubahan rencana jika kalian sepakat melanjutkan misi ini. Aku harap kau menemukan jawaban dari pertanyaanku ketika misi ini selesai, Rael" Mosna menutup komunikasi tersebut.
Tidak lama Mythia mengetuk pintu kamar Rael. Kembali menanyakan kabarnya karena Rael menghiraukan Mythia malam itu. Rael meminta Mythia tidak mengganggunya sementara waktu. Tidak terdengar lagi suara Mythia di luar.
Mythia langsung mendobrak pintu kamar Rael dengan raut muka sebal. Dia menghampiri rael yang sudah duduk termenung.
"Mau sampai kapan merenung terus? Sebenarnya apa yang harus dipikirkan?"
"Kamu tidak mengerti, Mythia"
"Jelas tidak, memangnya kamu cerita padaku apa yang terjadi? Semua orang khawatir, nanti malam kita ada misi besar. Jangan egois, Rael!" seru Mythia menarik kerah Rael yang terkejut.
"Jika kamu tidak ingin bicara denganku, setidaknya ceritalah kepada orang lain, atau pergi cari angin sana" nada Mythia kembali halus kepada Rael.
Rael merasa bersalah sudah membuat Mythia begitu khawatir dengannya. Dia mencoba untuk tetap tersenyum seperti biasa kepadanya. Wajah Mythia menjadi malu-malu menatap mata Rael.
"Aku ingin membeli makanan, mau kah kamu menemaniku?" ajakan Rael membuatnya semakin tersipu malu. Namun dia sangat senang melihat kondisi Rael yang tidak murung lagi.
"Baiklah"
[Before the Endworld]
Suasana kota lebih ramai dari sebelumnya. Semuanya sibuk dengan persiapan festival nanti malam. Mereka berdua berjalan menuju pinggir kota untuk menghindari keramaian sekaligus mencari udara segar di perkebunan kota Berich. Sepanjang jalan tidak jarang melihat penindasan para Outsider. Tapi itu tidak penting sekarang.
"Indahnya kota ini" seru Mythia melihat perkebunan yang sangat luas di hadapan mereka sekarang.
"Mythia, aku bingung harus memulai dari mana"
"Kalau begitu cerita saja ketika kamu sudah siap. Sekarang nikmati pemandangan dulu. Ada sebuah kedai teh yang enak di sini beserta camilan yang lezat" seru Mythia.
Mereka duduk di teras dan menikmati teh hangat beserta roti sambil melihat hamparan perkebunan yang luas. Ada beberapa pekebun yang sedang menyiram tanaman mereka. Buah-buah sebentar lagi akan siap untuk dipanen.
"Rael, kau ingat ketika kita pertama kali bertemu?" tanya Mythia.
"Ingat, menyebalkan rasanya aku kalah denganmu" jawab Rael kembali mengingat-ingat kenangan tersebut.
Saat itu sedang musim dingin. Rael kembali bertemu dengan Mythia ketika tidak sengaja terseret kasus penculikan anak. Rael menemukan penculik tersebut dan bergerak sendirian menuju tempat persembunyian mereka. Tanpa diduga Mythia langsung menyerang Rael karena mengira dia adalah musuh. Namun Rael menyadari keberadaannya dan mempersiapkan perangkap. untuk menjebak Mythia. Sayangnya anggota yang lain meringkus Rael.
"Kau... yang kukalahkan waktu itu" seru Mythia yang terjerat rantai sihir.
"Kau mengenalnya?" tanya salah satu anggota.
"Dasar, kukira musuh ternyata kalian anggota Federasi.
"Kenapa kau di sini? Kau tidak mungkin musuh, bukan?" tanya Mythia.
"Jelas tidak, aku membuntuti penculik tersebut ke rumah ini" seru Rael.
"Padahal kami kira kamu penculiknya, karena itu kami mengikutimu ke sini" ujar Mythia.
Penculik tersebut ditangkap dengan mudah di dalam rumahnya. Rael tidak bisa terlibat lebih lanjut karena hanya siswa biasa sehingga memutuskan meninggalkan lokasi tersebut.
"Bagaimana kamu menemukan penculik tersebut? Kenapa kamu tahu dia seorang penculik? Lalu kenapa kamu bisa menyadari serangan dadakan milikku?" tanya Mythia penasaran.
Rael menoleh ke belakang menatap matanya yang berbinar-binar. Gadis ini terlalu banyak tanya, pikirnya.
"Aku mempelajari pergerakanmu saat tanding waktu itu. Penculik tersebut juga memiliki kemampuan yang hebat dalam menyembunyikan aura keberadaannya"
"Sekali melihat pergerakanku kamu langsung meningkat seperti itu, hebat banget" seru Mythia.
Rael menggertakan giginya dengan kesal setelah mendengar pujian dari orang yang mengalahkan dirinya.
"Berisik, aku tidak ingin mendengarnya darimu" Rael langsung pergi dari sana meninggalkan Mythia.
"Apa kamu.... kecewa?" tanya Mythia.
Langkah Rael kembali terhenti. Dia hanya menghela nafas sambil berkata, "Kekalahanku hanya berarti aku lemah. Tidak ada hal lain lagi"
"Kalau begitu mendaftarlah tiga tahun lagi! Lalu jadilah penyihir untukku" seru Mythia.
"Hah?" Rael terkejut dan menoleh.
"Jujur saja aku tidak mengerti hal mengenai sihir semacamnya meskipun aku keturunan bangsawan. Karena itu aku menginginkan penyihir sepertimu, penyihir yang memahami sihir lebih dari siapa pun!"
"Kenapa kau berpikir aku tahu segalanya?"
Mythia hanya tersenyum.
"Perasaanku saja"
Setelah itu Rael mencari tahu tentang Mythia yang ternyata merupakan anak dari pendiri Alterra Academy. Sebenarnya dia sering berkeliling di akademi meskipun bukan seorang siswa. Hanya saja Rael tidak menyadarinya selama ini. Perlahan mereka semakin sering berpapasan. Mythia diterima dalam guild Alpha, sementara Rael masih berjuang demi bergabung ke Federasi dengan melatih sihirnya. Tiga tahun adalah waktu yang cukup lama bagi mereka berdua. Perlahan mereka semakin dekat hingga sekarang.
"Sampai sekarang aku masih tidak paham kenapa kau mulai menganggapku tahu akan segalanya" ujar Rael sambil meminum teh hangat di tangannya.
"Aku tidak begitu mengenal sihir, tapi selama ada dirimu, aku akan mengatasi sisanya. Mungkin hal seperti itu yang kuinginkan sejak lama"
Mythia tersenyum dan mengangkat tangan kanannya ke atas, menutupi cahaya matahari dari pandangannya. Awan-awan kecil menghiasi langit biru yang indah setelah badai berlalu semalam. Mythia beranjak dan berdiri di hadapan Rael.
"Karena itu, apa pun pilihanmu aku akan selalu mendukungnya. Aku percaya kamu mengambil pilihan yang terbaik. Sekali pun tidak ada yang mempercayaimu, ingatlah kepadaku" seru Mythia.
Gaunnya tertiup angin sepoi-sepoi dihiasi oleh daun-daun yang berterbangan akibat angin. Sejak awal Rael tahu, senyumannya bagaiman matahari yang memberikan kehangatan bagi siapa pun termasuk dirinya. Pertemuan pertama mereka sudah menjelaskan hal itu, tapi baru kali ini Rael mengakuinya. Dia tersenyum dan berterima kasih karena bisa mengenalnya sejak saat itu.
[Before the Endworld]
5 jam sebelum festival...
"Mythia, aku ingin membicarakan hal ini terlebih dulu dengan seseorang, setelah itu baru aku akan ceritakan kepa-"
Mythia langsung menutup mulut Rael. Dia hanya tersenyum karena sudah paham dengan semuanya. Itu semua karena dia percaya kepada Rael.
"Pergilah, aku bisa pulang sendiri" seru Mythia.
"Tidak, aku akan.... mengantarmu" Rael perlahan memalingkan wajahnya karena merasa aneh dengan kalimat tersebut. Sebaliknya, Mythia malah tersipu malu dengan perkataan tersebut.
"Jika kamu memaksa, maka ya... sudah"
Sesampainya di penginapan, Rael pamit untuk pergi ke tempat yang seharusnya ia datangi sejak awal. Dia tidak akan melarikan diri lagi dan menyelesaikan semua masalah yang ada demi kelangsungan misi nanti. Tempat itu adalah mansion kediaman Theo.
"Hey, aku cukup penasaran dengan isi rak bukumu. Sepertinya berisi ilmu pengetahuan yang menarik. Apakah ada novel juga?" seru Rael melihat-lihat ruang kerja Theo.
Theo sendiri hanya terkejut untuk kedua kalinya seorang tamu langsung memasuki ruang kerjanya.
"Tidak kusangka tamu yang istriku maksud adalah Rael, bagaimana keadaanmu?"
"Bukankah seharusnya aku yang bertanya seperti itu?"
"Ah, aku baik-baik saja karena kamu melindungiku" jawab Theo menyeduhkan kopi untuk mereka berdua agar dapat berbincang di sofa.
"Maksudku, bahumu. Bukankah terasa sakit hingga sekarang?" tanya Rael dengan serius menatap Theo.
Gerakan Theo berhenti dan perlahan menatap tajam ke arah Rael. Perbincangan ini tidak dapat dilakukan seperti perbincangan pada umumnya di sofa bersama kopi hitam.
"Apa maksudmu, Rael? Aku tidak paham"
"Tidak usah basa-basi, Phantom yang asli"
Pada akhirnya identitas Theo terbongkar juga selama ini oleh Rael. Tidak ada yang tahu tentang hal ini. Ke depannya percakapan ini hanya diketahui oleh mereka berdua saja.
"Apa kau sudah curiga sejak awal?" tanya Theo sambil mengunci pintu dan bersandar di pintu tersebut.
"Aku sendiri juga tidak ingin memercayainya!" seru Rael dengan suara tinggi.
Pertemuan pertama Rael dengan Theo di restoran tersebut menjadi awal mulanya. Theo jelas mengenal Rael saat itu terlebih lagi bersama dengan target incarannya yaitu Emily.
Awalnya Rael tidak memedulikan pertanyaan Theo terkait kapan mereka datang ke kota ini. Hingga akhirnya mereka berkeliling bersama di distrik penampungan. Timbul kecurigaan Rael terhadap Theo.
"Kau mungkin tidak sadar tetapi aku mencoba untuk melakukan telepati kepadamu selama berjalan di distrik penampungan, namun kau tidak menghubungi siapa pun. Aku berasumsi mungkin saja kau sudah menghubungi mereka yang bakal kita temui sebelum itu. Sejak awal pertemuan tersebut sudah kau rencanakan, bukan? Aku bertanya-tanya kenapa kau ingin aku menemui mereka semua yang kebetulan sekali berada di sana. Terlebih lagi mereka kenal dekat denganmu"
"Karena itu aku meminta Randolf untuk memperhatikan bahumu, sihir hitam yang kuciptakan cukup mematikan meskipun belum sempurna. Bahumu tidak akan pernah bisa disembuhkan oleh sihir apa pun, aku jamin" seru Rael.
"Karena itu aku kesulitan, dasar" Theo mengakuinya begitu saja. Dia kembali teringat dengan momen di mana Randolf mengkhawatirkan dirinya sore itu dengan mata yang serius.
"Aku sengaja membahas hal mengenai dirimu sebelum pelaksanaan misi ekspedisi jalur selatan kala itu bersama dengan Randolf dengan harapan kau mendengar suara kami. Bahkan repot-repot memanggil dua Phantom palsu yaitu anak buah sendiri untuk bertingkah seolah-olah sepertimu"
"Kau seolah-olah ingin membuktikan kepada kami berdua setelah mendengar percakapan tersebut" seru Rael menjelaskan.
"Justru itu malah membuatmu semakin yakin, ya? Padahal kupikir dengan hilangnya kepercayaan Randolf kepadamu akan mengurangi sedikit ancaman" ujar Theo.
"Kenapa!!" seru Rael sekali lagi dengan suara keras.
"Kenapa, kau mengkhianati temanmu sendiri yang sudah saling mengenal cukup lama!"
Theo hanya terdiam dan memutuskan untuk duduk di sofa sambil meminum secangkir kopi hitam.
"Kau tidak akan mengerti, Rael" ujar Theo menatap Rael. Pembicaran mereka dipotong ketika istrinya mengetuk pintu ruang kerja. Secaea reflek Rael memutuskan untuk bersembunyi di balik meja kerja milik Theo.
"Maaf, apa kamu terganggu, di mana Rael?" tanya Jessica, istrinya.
"Lagi ke kamar mandi tadi, kenapa emangnya?"
"Mengenai pemindahan barang-barang, sayangnya barang-barang untuk peralatan bayi kita tidak bisa kita bawa saking penuhnya kereta yang dipesan. Wajar, sih, bawaan kita memang banyak" ujar Jessica.
Theo hanya tersenyum mendengar ucapan Jessica. Dia memeluknya sejenak dan mengucapkan terima kasih.
"Nanti saat sampai kita akan membelinya lagi, tinggalkan saja di sini"
"Oke, semangat jadi ayah bulan depan!" seru Jessica menutup pintu.
Theo dan istrinya akan segera meninggalkan kota Berich setelah festival ini selesai. Theo sendiri pun tahu, tempat ini akan segera berubah menjadi medan peperangan kelak. Tapi Jessica sangat ingin menikmati festival tersebut untuk terakhir kalinya.
"Aku tidak pernah mengkhianati siapa pun. Sejak awal memang tujuanku adalah demi melindungi orang-orang yang berharga bagiku"
"Dengan membunuh orang lain? Dengan menjadi penjahat seperti sekarang?" tanya Rael.
"Apakah kalian anggota Federasi benar-benar menjamin kami?"
Rael tidak bisa membalas hal tersebut setelah menyaksikan sisi gelap kota ini yang menindas para Outsider secara keji.
"Lalu kenapa kau tidak pindah saja?"
"Karena tempat ini sudah memiliki banyak kenangan, Rael"
"Hah?"
"Kelak kau akan menyadari seburuk-buruknya suatu tempat, selama kenangan manis ada di sana, hal itu tidak akan berubah meskipun tempatnya menjadi tempat yang mengerikan"
Kota Berich adalah tempat pertama kali Theo bertemu dengan Jessica. Tempat pertemuan pertama Theo dengan Randolf. Kehidupan harmonis Theo dengan Jessica hingga berujung pernikahan. Randolf juga sesekali datang menemui atau menjalin kerja sama. Hal tersebut sulit untuk ditinggalkan kenangannya.
"Aku tidak mengerti, Theo"
"Aku sudah dewasa, aku tidak perlu dimengerti oleh semua orang. Ini adalah jalan yang kuyakini benar, maka akan kulakukan.
Theo tahu bahwa dibalik penyelamatan yang dilakukan Randolf terhadap mereka berdua, terdapat orang-orang yang gagal mereka selamatkan. Theo tidak ingin hal itu terjadi sehingga dia menjadi pembunuh bayaran.
"Lalu kenapa kau tidak membunuhku?" tanya Rael.
"Kenapa, ya? Aku juga ingin mengetahui hal tersebut. Mungkin karena aku selalu mendengar ocehan Randolf tentang dirimu yang katanya menyebalkan. Aku tidak ingin membunuh temannya Randolf" jawabnya.
"Tapi gara-gara itu aku ketahuan sekarang" Theo bersandar di sofa sambil menghela nafas panjang. Rael memperhatikan secarik surat yang sudah ia tulis di meja kerja. Rael seolah-olah tahu apa isi surat tersebut.
"Apa kau ingin meneruskan jalan ini hingga akhir, Theo? Itu sia-sia"
"Bagaimana denganmu? Kau sudah menghubungi yang lain untuk menangkapku?" tanya Theo.
Rael hanya terdiam lalu menggelengkan kepala. Theo sangat kecewa dengan tindakan Rael. Dia mengambil pedang sihirnya lalu ditodongkan ke arah leher Rael.
"Bagaimana jika aku memenggal kepalamu sekarang agar tidak ada yang membongkar identitasku?" tanya Theo.
"Lakukan saja, tapi kau akan kehilangan orang yang menarik sepertiku. Aku bisa membantu proses pengkhianatanmu terhadap SOLUS, Theo"
Dia sangat terkejut karena Rael bahkan mengetahui sejauh itu. Baginya, Rael sudah melampaui ekspektasi awalnya.
Sejak awal Theo memamg tidak pernah membocorkan apa pun terkait rencana Randolf dan yang lain dalam memburu fraksi SOLUS. Dia bahkan samar-samar memberikan informasi pergerakan mereka seperti upaya penyelundupan peledak tersebut.
"Setelah festival ini berakhir, tentukanlah pilihanmu. Alterra bisa menjamin keselamatan kalian melalui kami. Seharusnya Randolf sudah memberitahumu berkali-kali"
Jawaban itu tidak perlu dipikirkan lagi. Sejak awal keputusan Theo sudah bulat, tidak akan pernah berubah apa pun yang terjadi.
"Ayo kita tanding ulang nanti, Rael. Kali ini tidak ada lagi Phantom yang palsu. Yang asli akan muncul dan membuka topengnya di depan semua orang. Karena sudah tidak ada lagi yang perlu disembunyikan"
Rael menarik kerah Theo dengan perasaan marah, "Kenapa kau melakukan sejauh itu! Apa yang mereka berikan kepadamu sehingga kau tunduk terhadap mereka? Bagaimana dengan keluargamu, Theo?!"
Theo langsung mendorong Rael hingga menabrak meja kerja dengan keras, menjatuhkan tumpukan dokumen yang sangat banyak jumlahnya.
"Seandainya kita bertemu sebulan lebih cepat, mumgkin semua akan berubah, Rael" Theo berjalan menuju jendela ruangan, matahari akan segera terbenam.
"Kau terlalu naif, Rael. Dunia ini tidak bisa diisi dengan kebaikan saja, tanpa bertarung keluargaku akan mati semudah itu"
"Apa maksudmu?"
"Seperti itu maksudku, aku sudah terikat dengan kutukan yang dimaksud oleh Shael. Pilihanku hanyalah bertarung melawan kalian sekarang. Hanya itu satu-satunya cara untuk melindungi Jessica dan anakku nanti. Randolf sudah cukup menolongku selama ini, setidaknya untuk keluarga sendiri, aku ingin melakukannya dengan usahaku sendiri" seru Theo.
"Meskipun jessica mungkin akan membencimu?"
"Iya"
"Lalu bagaimana dia hidup tanpa dirimu? Membesarkan sendirian anakmu tanpa seorang ayah!"
"Kuharap hal itu bisa kuwujudkan, tapi keberadaanku hanya membawa bahaya bagi mereka berdua. Karena itu aku akan terus bertarung di dalam kegelapan ini, Itulah misi terakhirku, sebagai Phantom"
[Before the Endworld]
1 jam sebelum festival....
"Berkat negosiasimu, acara dipercepat mulai jam 7, ya?"
"Acara utamanya tetap mulai jam 8, sih. Tapi keretanya sudah siap untuk berangkat sebentar lagi"
Untuk terakhir kalinya, Theo dan Jessica melakukan kencan di balai desa sebelum pergi dari kota tersebut. Mereka bergandengan tangan selama jalan bersama, tidak pernah ingin dilepaskan oleh Theo. Waktu berlalu begitu cepat. Berbagai macam tempat permainan dan toko camilan mereka kunjungi.
Acara utama sebentar lagi akan dimulai, Theo dan Jessica sudah keluar dari balai desa. Kereta kuda sudah selesai mengangkut barang-barang mereka.
"Ada beberapa hal yang harus kulakukan sebelum pergi, bagaimana kau menunggu di dalam saja?"
"Apakah bakal lama?" tanya Jessica.
"Tidak, aku akan kembali secepatnya"
"Apakah kamu menyembunyikan sesuatu?" Jessica langsung memeluk dengan erat, tidak ingin melepaskan Theo.
"Kamu pikir bisa membohongiku dengan mudah?" Jessica menutupi wajahnya yang mulai meneteskan air mata. Setelah beberapa menit, Jessica melepas pelukannya.
"Pergilah, aku sudah berjanji dengan diri ini untuk tidak menangis padahal" seru jessica memaksakan diri untuk tersenyum.
Theo hanya bisa membalas dengan senyuman paling tulus yang ia bisa buat sebelum benar-benar meninggalkan Jessica sang pujaan hatinya.
Jadilah rembulan bagi anak kita agar tidak tersesat. Biarkan dia menganggapmu sebagai bintang paling terang di langit, Dunia kita tidak memerlukan matahari, karena dirimu tetap akan bersinar ketika aku menjadi kegelapan
To be continued....