Suasananya benar-benar suram. Mereka harus menyaksikan anak-anak dibentak karena tidak mengenakan ban lengan ketika hendak keluar dari distrik penampungan. Distrik itu dijaga oleh beberapa panjaga. Mereka harus mengisi formulir sebelum memasuki penampungan tersebut.
Banyak orang duduk di pinggir jalan. Raut muka tidak ada yang bahagia. Semuanya murung, baju lusuh, sama sekali tidak ada semangat hidup. Lingkungan tidak terurus, sampah berserakan, tidak pernah dibersihkan.
Bagi kota para pedagang, Outsider adalah beban finansial tertinggi dikarenakan peningkatan pajak demi memenuhi kebutuhan mereka. Tidak jarang protes yang dilakukan massa demi penurunan pajak berlebihan yang terjadi di sini. Terlebih lagi kasus pemberontakan Outsider yang sedang banyak terjadi belakangan ini akibat pergerakan dari fraksi SOLUS. Cepat atau lambat kota ini akan menjadi target selanjutnya
"Hanya beberapa orang saja yang bisa berbahasa Arcadian di sini. Jika kalian ingin berbicara dengan mereka aku akan menunjukkan jalannya" ujar Theo.
"Mencari informasi, ya" Rael memikirkan apa saja yang perlu ditanyakan nanti. Bagi mereka Rael dan yang lain adalah orang asing, pastinya susah untuk mendapatkan informasi yang berguna.
"Kalau begitu aku akan bertanya kepadamu terlebih dahulu, sebagai seorang Outsider, boleh?" tanya Rael menghentikkan langkah dan berbalik menatap Theo.
"Bagaimana pendapatmu tentang rumor bernama Phantom?"
Theo terdiam sejenak. Ia terkejut karena ditanyakan perihal tersebut. Kemudian dia tersenyum dan menjawab, "Sepertinya anda akan kecewa jika mendengar jawaban saya. Saya akan menjawabnya ketika perjalanan di distrik ini berakhir, gimana?"
"Baiklah"
Orang pertama yang ditemui bernama Bernardo, seorang pengangkut barang di daerah konstruksi bangunan. Dia terlilit oleh hutang setelah terkena penipuan oleh salah satu pedagang luar yang datang ke kota ini. Mati-matian dia melunasi hutang tersebut hingga kehilangan putrinya karena tidak membayar tepat waktu. Hingga sekarang ia masih hidup dalam hutang yang terus menumpuk.
Wajahnya sangat frustasi saat menatap kedatangan Rael dan yang lain. Tapi dia mengenal wajah yang familiar.
"Sudah lama tidak berjumpa" sapa Theo.
"Kenapa kau datang ke tempat ini? Untuk pamer kesuksesanmu, hah?" nada bicara pria tersebut langsung meninggi.
"Aku membawakan orang yang mungkin bisa membantumu asal kita bekerja sama, Bernard" Theo menunjuk Rael dan mendorongnya maju ke depan dengan tergesa-gesa.
Rael langsung memutar otak untuk memulai pembicaraan ini agar dia mau mendengarkan ucapannya.
"Ehem, perkenalkan saya Vincent, kami adalah utusan dari Alterra ingin melakukan survei bagi para Outsider yang sedang dalam perlindungan Federasi untuk dimintai beberapa keterangan yang bisa membantu kami dalam mengumpulkan data-data untuk diajukan ke depannya. Apakah anda berkenan untuk bekerja sama? Saya banyak mendengar tentang anda melalui kenalan saya yaitu Theoraldo, kalian sepertinya saling mengenal satu sama lain"
Bernard mengamati Rael dari atas ke bawah, dia sedikit merasa curiga namun akhirnya menghela nafas dan mengiyakan permintaan Rael. Ia menanyakan banyak hal terkait kondisi distrik ini yang begitu parah, memberikan kesempatan bagi Bernard untuk menyuarakan protesnya. Hal ini perlu dilakukan untuk memikat perhatian Bernard dengan iming-iming memberikan keringanan dalam pelunasan hutang. Sementara Theo, Mythia, dan Emily sedikit menjauh untuk memberikan mereka berdua ruang untuk berbicara.
"Anak itu ahli sebagai seorang penipu, ya?" seru Theo.
"Entahlah, antara dia emang seorang jenius atau otaknya saja yang memiliki pemikiran jahat" jawab Mythia menggelengkan kepala.
Di sisi lain Emily tiba-tiba dihampiri oleh seorang anak kecil bertanduk satu yang datang secara malu-malu. Emily mencoba untuk mendekati anak tersebut sambil mengulurkan tangannya disertai senyuman hangat. Anak itu dipenuhi perban, sayang sekali anak secantik dia harus menderita di distrik ini.
"Orang.... baik??" tanya anak tersebut. Pada akhirnya Emily berhasil meraih tangannya yang mungil.
"Anak itu..." Theo memperhatikan interaksi mereka berdua dengan seksama, dia mengenal anak tersebut.
"Kau kenal?" tanya Mythia.
"Sedikit, sebaiknya hiraukan saja" jawab Theo memalingkan wajah.
"Kakak, baik" ucap Emily sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Tolong" jawab anak tersebut.
"Apa?" anak tersebut hanya menarik tangan Emily. Dia ingin membawanya ke suatu tempat. Emily menoleh ke arah yang lain. Theo menggelengkan kepala untuk tidak ikut campur dengan anak tersebut.
"Sebaiknya jelaskan dulu, Emily tidak akan menurut begitu saja jika kau hanya menutup mulut" seru Mythia serius dengan ucapannya.
"Kau bisa menemani rekanmu, saya akan menunggu Rael di sini dan menyusul ke sana. Rasa penasaran memang tidak tertahankan" jawab Theo.
Akhirnya Emily dan Mythia pergi mengikuti gadis tersebut. Rael melihat kejadian tersebut dan berusaha mempercepat wawancaranya.
"Bukankah seharusnya memang seperti itu, tuan Vincent?'
"Benar sekali, tentu saja akan saya sampaikan dengan segera begitu survei hari ini selesai lebih cepat. Jadi pertanyaan saya yang terakhir adalah..."
"Bagaimana menurutmu tentang rumor yang beredar? Phantom namanya"
Pria itu langsung terdiam beberapa saat. Pertanyaannya kini menjadi serius tidak seperti sebelumnya.
"Kenapa anda menanyakan hal tersebut?"
"Anggap saja ini menentukan keputusanku kedepannya" wajah Rael kini sangat mengintimidasi pria tersebut.
"Aku tidak ada kaitannya dengan rumor tersebut. Aku terlalu sibuk bekerja" jelas dia menghindari pertanyaan tersebut dari matanya.
"Bukankah lebih mudah jika meminta Phantom sang pembela Outsider untuk membunuh penagih hutang tersebut sehingga kebebasan akan menanti anda di masa depan?" tanya Rael dengan senyuman liciknya.
"Bagi kalian.... dia penjahat, bukan?"
"Entahlah, itu tergantung jawabanmu, mungkin? Kupikir tidak ada salahnya mengandalkan pahlawan itu. Terima kasih sudah mau bekerja sama dengan kami. Saya pamit undur diri, sukses selalu dengan karir ands" Rael pergi meninggalkan Bernard diikuti oleh Theo yang pergi tanpa berpamitan dengannya.
"Anda mematahkan kepercayaan mereka begitu saja dengan pertanyaan terakhir" ujar Theo.
"Hey, jangan terlalu formal. Yang lain pergi ke mana?"
"Berbicaralah dengan salah satu orang sebentar saja, mereka berdua pasti akan baik-baik saja. Ada alasan kenapa aku ingin anak tersebug menjadi tujuan terakhir perjalanan ini" seru Theo menyarankan.
Tidak pikir panjang Rael hanya mengiyakan saja karena tidak ingin berdebat.
Namanya adalah Maria Margaret. Sekeliling rumahnya berbeda jauh dari sebelumnya. Tempat ini bersih dan terawat. Rumahnya jauh lebih besar dari yang lain. Perumahan di daerah sini berisi orang-orang yang memiliki semangat hidup. Wanita tersebut sedang menyapu halaman sambil berbincang dengan tetangga.
"Nyonya Maria, apakah anda sehat?" sapa Theo.
"Ah, lihatlah kamu sekarang, sudah seperti bangsawan auranya" seru Maria.
"Aku membawakan teman dari Alterra yang sedang berpetualang" Theo menunjuk Rael. Ibu-ibu yang lain berpamitan kembali ke rumah masing-masing setelah menatap sinis kepada Rael. Dia menyadari hal tersebut namun mengabaikan untuk sementara.
"Perkenalkan nama saya Rael, Theo sedang mengajak saya berkeliling di kota ini. Saya mendengar banyak hal tentang anda dari dia sehingga ingin bertemu langsung dengan anda" seru Rael memperkenalkan diri.
"Kamu anak yang baik, ya" wanita itu tersenyum.
"Ahaha, tapi tidak kusangka distrik ini memiliki kawasan yang terawat seperti ini" puji Rael.
"Tentu saja kami berbeda dari mereka. Kami memiliki harga diri untuk dipertahankan di dunia ini. Bahkan kami yakin kasta kami sekarang jauh di atas para bangsawan palsu di kota ini" wanita tersebut benar-benar sombong.
"Ahaha, kalau begitu kenapa tidak meminta Phantom membunuh mereka saja?" lagi-lagi raut muka wanita tersebut berubah. Theo memalingkan wajah dan menghindari pembicaraan tersebut karena Maria menatapnya dengan tajam.
"Saran yang bagus, tapi kami sendiri sudah cukup bersyukur karena tanpa diminta, orang-orang yang menindas kami dahulu sudah dihabisi olehnya" wanita tersebut kembali tersenyum.
"Phantom benar-benar diidolakan oleh kalian para Outsider, ya?"
"Biasa saja, sih. Itu kelakukan anak saya yang bahkan menyebabkan rumor Phantom menyebar dengan cepat"
Theo sebelumnya sudah menjelaskan bahwa anaknya telah dieksekusi karena menjadi provokator dalam aksi keributan massa beberapa bulan lalu karena membela Phantom yang masuk dalam daftar buronan. Anak tersebut sempat disiksa karena diduga mengetahui sesuatu tentang Phantom. Padahal dia hanya sebatas mengidolakannya.
"Memangnya kenapa anda menanyakan hal tersebut?"
"Saya penasaran seperti apa Phantom tersebut. Mungkin lebih seru jika bertemu secara langsung. Apakah anda tahu sesuatu"
"Tidak"
"Begitu ya"
Tiba-tiba saja suaminya datang dari dalam rumah menghampiri mereka. Sekali lagi Rael memperkenalkan diri. Pria tersebut sangat ramah bahkan menyarankan mereka untuk masuk ke dalam. Tapi Rael dan Theo sudah hendak pergi menyusul Mythia dan Emily. Satu hal yang membingungkan adalah tingkah mereka jika menyinggung tentang Phantom, seolah-olah mereka tahu sesuatu.Tapi di sisi lain itu termasuk hal yang wajar karena mereka takut salah bicara jika berkaitan dengan buronan negara ini. Kondisi terburuk adalah senasib dengan anaknya Maria.
"Kenapa kau menanyakan hal tersebut kepada mereka?" tanya Theo.
"Tidak ada salahnya, bukan?"
"Tapi kesan mereka menjadi buruk padamu"
"Tidak peduli, aku tidak akan kembali ke sini lagi"
Sebentar lagi mereka sampai di lokasi terakhir. Sebelum itu Theo menahan Rael untuk membicarakan sesuatu.
"Apa yang kau lihat mulai sekarang, mungkin adalah momen yang tidak akan bisa kau lupakan. Kondisinya berbeda dari sebelumnya. Bisa dibilang salah satu sisi gelap kota ini"
"Tidak ada masalah, kuharap begitu" Rael sudah membulatkan tekad untuk melihat langsung semua kondisi para Outsider di kota ini.
Sampailah mereka berdua di sebuah gubuk kumuh. Terdengar bunyi pukulan terus-menerus di dalam. Pintu sudah terbuka sejak tadi. Dari ruang tamu saja penuh dengan kotoran dan gelap gulita tanpa penerangan. Mereka berpapasan dengan Mythia yang pergi keluar dari gubuk tersebut. Dia tidak kuat menyaksikan apa yang terjadi di dalam.
Terdapat Emily yang memegang tangan anak kecil dengan gemetar. Dia terus menatap seorang wanita dengan pakaian yang robek sedang memukul mayat berseragam dengan batu. Kepalanya sudah tidak lagi berbentuk. Wanita itu terus tersenyum.
"Terima kasih, wahai Phantom. Sudah membalaskan dendamku. Terima kasih, wahai Phantom. Sudah membalaskan dendamku..." kata-kata itu terus diulanginya.
"Baru-baru ini ada kabar tentang kekerasan yang dialami seorang wanita oleh lima penjaga distrik Outsider sekaligus. Esoknya para penjaga tersebut tewas, salah satu mayat berhasil dicuri oleh sang korban yang sudah menjadi gila seperti sekarang " ujar Theo menjelaskan.
"Emily, ayo kita pergi"
"Tolong" anak kecil itu kembali bersuara.
"Bunuh, kakakku" serunya.
"Emily, kita pergi dari sini" Rael pun tidak kuat berada di sana dengan bau busuk dari mayat tersebut.
Emily dengan terpaksa melepas genggaman anak kecil tersebut dan pergi mengikuti Rael. Namun anak kecil tersebug mengejar Emily, terus menarik tangannya.
"Makan" anak itu kelaparan.
Rael langsung melepas genggaman anak tersebut dan menarik Emily untuk pergi dari sana. Rael sudah menahan rasa mualnya sejak tadi dan ingin muntah sekarang juga.
"Kenapa mayat tersebut dibiarkan?" tanya Mythia.
"Karena tidak ada yang peduli"
Setelah membersihkan mulutnya dari muntahan, Rael menghampiri Theo dengan wajah serius.
"Biar kutanya satu hal, apa yang terjadi dengan kasus tersebut seandainya Phantom tidak turun tangan?"
"Kelima pria tersebut hanya dikenakan denda 20 keping emas per orang"
"Sial, sudah kuduga"
Kota ini tidak bisa diselamatkan. Orang-orang di kota ini sudah terpengaruh akar kebencian yang mendalam terhadap para Outsider. Tapi kenapa semua menutup mata atau memang tidak ada yang tahu kebenaran kota ini?
"Sebenarnya dua orang yang kupertemukan denganmu adalah kandidat antek-antek Phantom karena diduga pernah berinteraksi dengannya. Orang yang menipu Bernard sebenarnya sudah meninggal dibunuh oleh Phantom, tapi walikota tidak membiarkan hutang tersebut lunas begitu saja. Hutang tetap diberlakukan baginya sebagai pajak selama dia bekerja. Perumahan tadi berisi orang-orang pemuja Phantom. Karena itu mereka mendedikasikan diri untuk hidup menaikkan derajat mereka bahkan berhasil memperdaya penjaga distrik demi kepentingan mereka. Untuk wanita di gubuk tersebut, itu adalah sebuah kemalangan tragis yang sudah sulit untuk diselamatkan" ujar Theo menjelaskan.
"Lantas bagaimana menurutmu tentang Phantom itu sendiri?" tanya Rael.
"Dia adalah satu-satunya orang yang membela para Outsider di sini. Tanpa dia keadaan di kota ini akan semakin menyedihkan. Apakah Alterra mampu memanfaatkan kuasanya untuk mengadili kota ini? Tidak"
"Tapi, keberadaan Phantom hanya memperbesar renggangnya hubungan Outsider dengan penduduk Arcadian di kota ini. Lagipula aku tidak membutuhkan dia. Aku sudah berjuang sekeras mungkin demi menghidupi keluarga sendiri di sini" jawab Theo.
"Kenapa orang-orang begitu jahat? Mereka hanyalah korban" seru Emily.
"Inilah kenapa idealisme Federasi tidak semudah itu ditegakkan di awal-awal pembentukannya. Masih saja ada wilayah yang menyimpang dari visi misi Federasi, meskipun telah menjadi bagian dari Federasi" ujar Mythia memeluk Emily yang mengeluarkan air mata.
Emily tidak tega melihat kejadian tragis yang menimpa wanita itu. Kini tidak ada yang menghidup anak tersebut jika kakaknya sudah gila karena kejahatan penduduk kota ini.
Sebelum menjalankan misi ini, mereka harus mengetahui kenyataan pahitnya terlebih dahulu.
[Before the Endworld]
"Terima kasih, sudah mau menemaniku membeli bahan makanan"
"Tidak apa-apa"
Mythia dan Rael baru saja pergi dari pasar kembali ke penginapan. Matahari akan segera terbenam, Bibi Hannah akan memasak makan malam untuk mereka semua.
Di dalam penginapan ada Aland duduk di meja makan dengan raut muka serius memakan semangkuk sup hangat. Bethany berdiri di hadapannya, menciptakan suasana yang sangat tegang. Mythia dan Rael bertatapan satu sama lain, bertanya-tanya apa yang terjadi di sini selama mereka pergi ke pasar.
"Kau lulus" ucap Aland.
Wajah Bethany langsung bersinar ceria. Dia berteriak kencang lalu berlari memeluk Mythia yang baru saja sampai.
"Mythia, aku bisa memasak sekarang!" serunya.
"Pantas tadi aku tidak melihatmu, rupanya lagi di dapur memasak" ujar Mythia.
"Ayo bantu bibi Hannah" seru Bethany.
Rael mencari seseorang sedari tadi. Dia bertanya kepada Aland perihal keberadaan Emily. Gadis itu cukup sulit untuk dideteksi menggunakan sihir. Tapi Aland hanya fokus menikmati sup tersebut tanpa mendengarkan pertanyaan Rael.
"Aland?"
"Berisik, anak baru. Diri ini sedang menghayati cita rasa masakan Bethany untuk pertama kalinya"
"Namaku Rael, sih"
Terdengar teriakan Emily dari lantai atas menyebabkan Rael reflek berlari ke sumber suara, berpikir ada musuh yang menyerang secara tiba-tiba.
Seekor ular putih melilit tubuh Emily yang ketakutan. Gadis itu, Shael Elaris sedang mengendus aroma tubuh Emily.
"Aromamu cukup unik, ya"
"Padahal sebelumnya terasa energi yang sangat kuat. Tapi sekarang sudah hilang" seru ular putih tersebut.
Bulu kuduk merinding, tapi Emily tidak mampu melepaskan diri. Dia menengok ke arah Rael meminta tolong kepadanya.
"Kalian.... ngapain?"
"Maaf sudah menyentuh klienmu tiba-tiba. Aku penasaran manusia seperti apa dia ini. Energinya sangat tidak stabil, terkadang kuat tapi sekarang tiba-tiba sangat lemah" Shael meminta ularnya untuk melepaskan Emily dan kembali menghilang dalam bayangan milik Shael.
"Ular itu..."
"Ah, ini pertama kali kamu melihatnya, ya? Namanya Vapula. Dia bisa jadi ular kecil maupun besar tergantung kemauanku"
Lagi-lagi ular itu muncul melingkari pundak Shael, "Aku sangat bersemangat hari ini"
"Bukankah timmu sedang pergi? Kenapa kau di sini?" tanya Rael.
"Harus?"
Gadis ini adalah pemalas akut. Dia kembali masuk ke dalam kamar untuk melanjutkan tidurnya setelah terganggu oleh energi misterius akibat kedatangan Emily.
"Bangunkan aku ketika rapatnya hendak dimulai jam 7 nanti"
[Before the Endworld]
"Kerjaanmu menumpuk di meja ini"
"Randolf, tiba-tiba banget datang ke sini"
Tempat ini adalah kediaman rumah Theo beserta istrinya. Berbeda dengan Outsider lainnya, ia memperoleh izin membeli tanah di salah satu wilayah kota Berich sebagai rumah miliknya. Rumah tersebut cukup besar untuk ditinggali dua orang saja.
"Ruang kerjamu benar-benar mirip dengan ruang kerja di restoran" Randolf memperhatikan sekitar seperti rak-rak buku beserta beberapa hiasan tanaman hijau.
"Biar ingat rumah sendiri"
Randolf memperhatikan foto keluarga Theo bersama istrinya yang kini sedang hamil.
"Berapa bulan?"
"Delapan"
"Bulan depan aku akan datang lagi berarti"
"Anakku akan lebih hebat darimu" seru Theo dengan bangga. Randolf membalas dengan tertawa berharap semoga hal itu terjadi.
"Jadi dia sainganmu?" Theo membuka topik.
"Apa saja yang kalian bicarakan?" tanya Randolf.
"Hanya memberikan realita sebenarnya dari kota ini"
Randolf menghela nafas setelah membaca dokumen-dokumen di meja kerjanya.
"Huh, kenapa kau tidak mengikuti usulanku bergabung dengan Federasi? Kau tidak perlu hidup di sini lagi"
"Aku hanya perlu melindungi keluargaku saja, bukan yang lain. Anak itu membutuhkan seorang ayah juga di sisinya setiap saat" jawab Theo.
Randolf kembali memperhatikan gerak-gerik Theo. Tubuhnya sedang tidak baik-baik saja. Tetapi dia adalah salah satu rekan kerja sementara milik Randolf sekarang demi keberlangsungan misi ini.
"Istirahatlah, besok malam adalah penentunya. Jangan bekerja terlalu berat. Aku sudah melihat surat permintaan egois dari walikota yang menyuruhmu membantu persiapan festival besok. Jelas dia ingin memerasmu" Randolf langsung menyobek surat tersebut dan membuangnya ke tong sampah.
Randolf pergi dari ruang kerja tersebut. Dia pamit kembali ke penginapan disusul oleh rekan-rekannya yang menunggu di bawah. Theo hanya dapat melihat dari jendela ruang kerjanya.
"Kau masih saja bersikap terlalu peduli seperti dulu"
Saat itu musim salju menutupi jalanan kota Berich. Theo hanyalah seorang Outsider yang mengamuk membunuh beberapa orang. Namun dirinya sudah tidak berdaya sambil memeluk seorang gadis demi melindunginya. Para penjaga mengelilinginya sambil menodongkan pedang kepadanya.
"Hentikan kalian semua! Kalian salah paham!" Randolf tiba-tiba datang menghalangi para penjaga untuk mendekat.
"Apa maumu, anak muda? Dia adalah pembunuh" datang orang yang menunggang kuda yaitu pemimpin pasukan kota tersebut.
"Tidak!" serunya.
"Para bangsawan yang mati tersebut adalah orang keji yang menyiksa para Outsider di ruang bawah tanah rumahnya. Tindakan yang dia lakukan hanya sebatas pembelaan diri, apakah itu salah?"
"Lalu? Bagaimana kalau dia membunuh lebih banyak orang? Ini negara kami Zanier, kalian penduduk Alterra tidak berhak ikut campur"
Seekor ular raksasa muncul di belakang para penjaga tersebut. "Aroma penjahat, seandainya aku bisa memperbolehkanmu untuk memakan mereka semua, Vapula"
"Kau ingin memulai perang dengan Zanier, hah?!" para pasukan bersedia untuk menyerang.
Theo yang memperhatikan hal itu semua menyuruh Randolf untuk menghentikan semua ini. Namun Randolf menghiraukannya. Lingkaran sihir tercipta di langit-langit. Kapan saja Randolf dapat melepaskan sihir beruntun tersebut untuk membunuh mereka semua.
"Kapten Gardeli, anda diduga melakukan pemberontakan dan bekerja sama dengan para bangsawan untuk melakukan tindakan asusila terhadap para Outsider yang melanggar idealisme Federasi. Surat perintah telah diturunkan untuk mengeksekusi anda bersama para pengikutnya "
Mereka semua bergerak menyerang ke arah Randolf namun tanah tiba-tiba berubah menjadi pasir hisap akibat ramuan ciptaan Joyce Waller yang dilempar dari atas bangunan.
"Tenggelamlah"
Tapi pemimpin mereka bergerak dengan cepat ke belakang Theo setelah turun dari kudanya. Tapi tebasan tersebut dipatahkan oleh Stephen, menjatuhkan Gardeli ke pasir hisap.
"Namamu, theo, ya? Kau sudah berjuang dengan baik selama ini ruang bawah tanah tersebut. Giliran kami yang melindungimu sekarang" seru Randolf sambil mengaktifkan sihir cahaya di langit. Menembakan puluhan laser yang membunuh seluruh pasukan di sana. Tidak ada yang bisa menghindari serangan tersebut.
Untuk pertama kalinya Theo menemukan orang yang benar-benar peduli terhadap para Outsider. Setelah itu Theo mendapat kesempatan kedua untuk memulai hidupnya seperti biasa bersama gadis yang ia cintai, seorang Outsider juga.
"Hey, mau coba foto?" Randolf membawa sebuah kamera.
"Ehmn....tidak paham?"
"Ah, kau belum fasih berbahasa Arcadian, ya"
Randolf langsung merangkul Theo dan memotret kamera yang ia pegang.
"Wah, bagus juga hasilnya" kamera tersebut mampu mencetak hasilnya secara langsung. Dua orang laki-laki terlihat di dalam foto tersebut. Ada yang kebingungan, ada yang merasa bahagia.
"Akhirnya Randolf dapat teman baru selain kita bertiga" Stephen meneteskan air mata melihat kejadian itu.
"Berisik, pergi sana!" seru Randolf dengan marah.
Datang seorang gadis memeluk Theo sambil menangis. Namanya adalah Jessica. Gadis yang ia lindungi saat itu.
"Ah, terima kasih, menyelamatkan kami" seru Jessica. Randolf hanya tertawa karena merasa aneh dengan gaya bicara mereka yang tidak fasih berbahasa Arcadian.
"Belajarlah berbicara dengan benar, setelah itu kita bisa berbincang banyak hal"
"Nama?" tanya Theo.
"Randolf" mereka berdua berjabat tangan kemudian Randolf menunggangi naga bersama yang lain untuk pergi dari kota tersebut. Tanpa sadar Randolf telah menyerahkan foto mereka berdua ke tangan Theo saat berjabat tangan.
Theo baru-baru ini memahami seluruh perkataan Randolf saat itu setelah mengingat-ingat kenangan berharga tersebut. Fotonya digandakan menjadi dua. Satu dipajang di restoran sementara satu lagi di rumahnya. Randolf adalah teman pertamanya selama tinggal di antah-berantah ini untuk beberapa waktu yang lama. Kenangan tersebut tidak akan tergantikan oleh apa pun.
To be continued...