Chereads / Before the Endworld / Chapter 3 - Merchant City

Chapter 3 - Merchant City

Mythia Aveline sedang tertidur lelap di dekat kasur. Rael terbangun akibat teriknya cahaya dari jendela kamar. Tiba-tiba saja dia sudah berada di perkotaan setelah melihat ke luar jendela. Dia teringat dengan luka yang ia alami cukup parah. Lalu Emily yang mengamuk dan membantai kelompok penjahat tersebut. Lukanya telah lenyap setelah Emily menghampirinya.

"Rael?" Mythia terbangun.

"Selamat pagi" gadis itu langsung memeluk Rael dengan sangat kuat.

"Dasar bodoh, aku tidak bisa melindungimu jika kamu pergi sejauh itu"

"Maaf" Mythia melepas pelukannya, dia memalingkan dirinya karena menahan air mata agar tidak menetes.

"Turunlah ke bawah, akan kusiapkan sarapan" Mythia pergi dari kamar Rael.

Penginapan ini disewa oleh tim dari guild Peacekeeper yang dipimpin oleh Randolf Hawkins. Kamarnya cukup untuk memuat kedua tim. Lantai satu terdapat ruang makan dan ruang tamu untuk bersantai. Tapi karena penginapan ini sepenuhnya menjadi milik Peacekeeper untuk sementara waktu, tempat ini menjadi markas mereka untuk melakukan rapat berkala.

Semua anggota berkumpul di ruang tamu, kecuali Bethany dan Mythia yang menyiapkan makanan membantu ibu penginapan bernama Hannah.

Pertemuan ini sangat tidak ingin diikuti oleh Rael karena harus melakukan kontak dengan Randolf. Mereka berdua memasang raut muka jengkel.

"Sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian?" tanya Stephen.

Singkat cerita mereka berdua adalah rival yang saling beradu tanding. Karena hal itu Rael semakin tidak betah untuk mengikuti kelas. Keseharian di akademi hanya akan berakhir dengan keributan jika terdapat Randolf di dekatnya.

"Kau menyogok pake apa sampai bisa masuk ke guild Alpha, dasar penyihir gadungan!"

"Apa kau iri, pendeta sesat?"

Semua orang pasti khawatir tentang keberlangsungan rapat jika mereka berdua selalu berselisih ke depannya.

"Lupakan saja, jangan buang-buang waktu, jelaskan keadaan dengan sesingkat mungkin" seru Rael.

"Betul, dengan begitu aku bisa pergi menjauh dari dia"

Tempat mereka bersinggah sementara bernama kota Berich. Salah satu kota unggulan dari negara Zanier yang terkenal akan perkebunan dan hewan ternak dengan kualitas terbaik. Sebutan lain bagi kota ini adalah kota para pedagang, lokasinya sangat strategis untuk menjadi jalur perdagangan di wilayah Benua Selatan. Tidak heran jika kota ini selalu sibuk dengan orang-orang berlalu-lalang

Sebelum penyerangan, Arika Moana telah mendapat panggilan dari Rael menggunakan cermin. Menyadari bahaya yang sedang terjadi, Moana meminta bantuan terhadap tim terdekat yang sedang menjalankan misi yaitu tim milik Randolf. Kebetulan penjahat yang mengincar Emily adalah buronan incaran tim Randolf. Mereka berkaitan dengan fraksi pemberontakan bernama SOLUS. Sekelompok Outsider atau orang dari dunia lain yang memproklamasikan kebebasan mereka dari campur tangan penduduk Arcadian. Atas kesepakatan bersama antara Moana dengan ketua guild Peacekeeper, kedua tim akan menjalankan misi bersama untuk menangkap kelompok penjahat tersebut agar proses pengantaran Emily ke Alterra berjalan tanpa halangan seperti sebelumnya. Untuk saat ini Emily berada dalam perlindungan dua guild sekaligus. Entitas berbahaya sepertinya tidak boleh jatuh ke tangan para penjahat.

"Tapi aku masih tidak paham kenapa fraksi SOLUS memberontak seperti itu, padahal Federasi telah menjamin keselamatan bagi para Outsider yang terlantar" ujar Bethany.

"Awal mula kemunculan mereka diakibatkan oleh dekrit perburuan Outsider yang digaungkan oleh Kekaisaran Megalithium di daerah Benua Utara. Pembantaian itu terjadi tanpa ada yang bisa menghentikan mereka. Negara-negara di sekitar tentu menentang keputusan mereka. Namun hal itu berakhir peperangan dan Megalithium sebagai negara dengan kekuatan militer terkuat saat ini menang dengan mudah. Hingga sekarang daerah kekuasaan Megalithium semakin meluas hingga seluruh Benua Utara menjadi milik mereka" seru Shael, gadis berkacamata menjelaskan.

"Intinya pembantaian tersebut menciptakan dendam tersendiri bagi para Outsider sebagai korban. Tapi kami tidak menyangka pergerakan mereka sampai masuk ke wilayah Benua Selatan. Meskipun mereka adalah Outsider, tetapi mereka adalah ancaman yang harus dihilangkan demi kedamaian negeri ini" seru Randolf menambahkan

Mythia memberikan roti selai kepada Rael untuk sarapan. Hal itu membuat hati Rael menjadi ceria setelah mendengarkan rapat tersebut yang membuat kepala pening.

"Intinya kita akan bekerja sama menangkap mereka, ada kemajuan?" Rael berusaha mempercepat rapat tersebut sambil menikmati roti selai buatan Mythia.

"Setidaknya kita tahu mereka berada di kawasan ini, kami sendiri sudah membangun koneksi dengan para Outsider yang dapat dipercaya untuk menggali informasi" jawab Stephen.

Rael berhenti memakan selainya setelah mendengarkan pernyataan tidak masuk akal tersebut.

"Lawan kita Outsider, loh. Mereka yakin dapat dipercaya?"

"Apa kamu percaya kalau bibi Hannah adalah seorang Outsider yang bekerja sama dengan kita sejak satu tahun lalu? Karena itu kita dapat menyewa penginapan ini dengan mudah" jawab Randolf.

"Tenang saja, meskipun ini misi bersama, tapi kami sudah lebih dari separuh jalan dalam menemukan buronan ini. Rencana jangka panjang sudah kita siapkan sejak dahulu, kalian hanya akan menjadi variabel yang meningkatkan persentase penangkapan mereka esok hari" seru Stephen.

"Kenapa harus besok?"

"Karena besok ada festival di kota ini"

"Kenapa harus pas festival?" Rael bertanya lagi.

Mereka berempat saling menatap satu sama lain dengan wajah murung. "Mungkin ada baiknya kalian berkeliling kota ini terlebih dahulu daripada mendengarkan penjelasan kami" seru Randolf.

Tentu saja Rael dan yang lain kebingungan. Tapi mereka memutuskan untuk mengikuti perkataan Randolf. Itu artinya hari ini adalah hari kebebasa, menikmati waktu santai sepuas-puasnya.

"Oh iya, tamu spesial kita di mana?" tanya Rael.

"Ah, untuk itu...."

[Before the Endworld]

Tokk... Tokk...

"Aku Rael, masih ingat? Ah, aku belum memperkenalkan diri kemarin, sih" tidak ada balasan dari kamar Emily. Dia mengurung di kamar dan belum keluar sama sekali. Anggota lain sudah berusaha membujuknya namun dia tidak ingin bicara sama sekali.

Dia menutupi dirinya dengan selimut, merungkup seperti kura-kura. Kamarnya cukup berantakan, bahkan kasurnya saja miring. Tidak ada cahaya masuk ke kamar ini sehingga Rael membuka tirai jendela.

"Memangnya di duniamu tidak diajarkan bahwa bangun siang sama saja dengan malas? Setidaknya bereskan kamarmu jika sudah bangun dan keluar dari kamar. Semua orang mengkhawatirkanmu" gadis itu hanya diam.

Rael berusaha menarik selimutnya namun ditahan dengan kuat oleh Emily. Dia menolak menunjukkan dirinya. Akhirnya Rael menyerang mengganggunya dan duduk di kasur.

"Yang ingin kusampaikan cuman satu, terima kasih sudah menyelamatkan hidupku. Tanpamu mungkin aku sudah-"

"Hentikan" akhirnya Emily mengeluarkan suara.

"Kenapa kamu bertindak sejauh itu?" tanya Emily.

"Apakah aku harus membiarkan seseorang yang diculik di depan mataku begitu saja?" jawab Rael.

"Tapi kamu bisa mati!" Emily akhirnya membuka selimutnya, memarahi Rael sambil meneteskan air mata.

"Tapi aku hidup berkatmu pada akhirnya"

Emily menundukkan kepalanya. Dia merasa bersalah dan takut dengan kekuatan yang bersemayan di dalam dirinya. Dia tidak ingat apa pun. Monster itu terus bersuara di dalam kepalanya, hingga akhirnya monster itu lepas kendali dan membunuh orang -orang di sekitar. Jika Emily tidak berusaha mengambil alih tubuhnya kembali, mungkin dia sudah menjadi monster seutuhnya dan tidak bisa menyelamatkan Rael.

"Aku takut, aku tidak tahu apa-apa, kenapa aku bisa berada di sini? Dari mana asalku? Siapa Astaroth sebenarnya? Terlebih lagi aku bertemu orang-orang asing sepertimu. Tentu saja aku tidak semudah itu bisa mempercayai kalian"

"Aku paham" jawab Rael.

"Aku juga kehilangan segalanya, desa bahkan keluargaku menghilang. Tapi aku harus bertahan hidup di tempat baru yang sangat asing dengan orang-orang yang tidak kukenal. Butuh usaha banyak agar bisa beradaptasi dengan lingkungan. Pada akhirnya aku tidak mendapatkan teman dan menjalani kehidupan sendirian"

"Percaya dengan orang memanglah tidak semudah itu, karena itu aku ingin membuktikan kepadamu bahwa aku adalah orang yang bisa kau percayai. Untuk itulah aku menyelamatkanmu. Komitmen sudah kubuat dari awal, soalnya" ucap Rael menjelaskan kepada Emily sambil mengusap air matanya.

"Kamu juga bisa mempercayai teman-temanku, tapi tidak harus secepat itu. Kamu bisa memulainya dengan pelan-pelan"

"Kalau begitu.... aku akan memercayaimu untuk sekarang" Emily memalingkan wajahnya karena merasa malu. Rael merasa lega suasana Emily sudah membaik.

"Ayo jalan-jalan keliling kota"

[Before the Endworld]

"Ke-kenapa harus membawaku keluar seperti ini? Bagaimana kalau aku tidak terkendali lagi?" tanya Emily yang bersembunyi di belakangku sedari tadi di jalan.

"Kamu gak akan kubiarkan membunuh orang, kok" jawab Rael.

"Betul, sebelum itu terjadi aku akan membunuhmu"

Tanpa di duga, Mythia juga ikut dalam kegiatan jalan-jalan pagi ini di kota Berich. Matanya melotot tajam ke arah Emily yang selalu menempel dengan Rael.

"Sekarang dia sudah menjadi anakmu, ya?"

"Enggak, lah. Eh, kita sepantaran atau tidak, ya? Kamu umur berapa, Emily?" tanya Rael.

"Tidak sopan banget nanya umur ke cewe" seru Mythia.

"Untuk klarifikasi"

"Terserah"

Suasana hati Mythia sedang tidak baik-baik saja setelah melihat Rael dan Mythia hendak pergi bersama berdua saja. Tanpa pikir panjang Mythia memutuskan untuk ikut juga.

"Aku tidak sembarangan keluar, bibi Hannah menitipkan bahan makanan untuk dibeli, jadi temani aku ke pasar"

"Iya, tapi kita makan terlebih dahulu" seru Rael. Mythia hanya mengangguk dengan wajah cemberut.

Seperti yang dibicarakan, kota ini begitu ramai. Banyak kereta kuda yang mengangkut barang dagangan di pinggir jalan. Aneka macam toko tersedia di sini. Hal yang membuat unik tentang kota ini adalah di tengah-tengah kota ini terdapat lahan luas berbentuk lingkaran sebagai perkebunan utama mereka selain di pinggir kota. Dengan begitu, kota ini terlihat lebih hijau dan bersih. Mereka sempat mampir membeli souvenir gantungan kunci dari kayu berbentuk kucing. Mythia sangat menyukai kucing sejak kecil.

Terdapat satu tempat yang menarik perhatian Rael dari kejauhan. Tempatnya begitu mencolok karena berbeda dengan bangunan di sekitarnya. Itu adalah sebuah restoran. Bangunan di sini pada dasarnya menggunakan kayu dan bebatuan dalam pembuatannya dengan atap membentuk segitiga. Tapi Restoran ini seutuhnya berwarna putih dan berbentuk menyerupai kubus. Dikelilingi oleh taman yang indah. Restoran ini menyediakan tempat di luar dan di dalam untuk menikmati hidangan.

"Selamat datang di Bonbox Restaurant! Ingin memesan meja untuk berapa orang?" tanya seorang pria menyambut mereka di depan.

"Tiga orang, kalau bisa di luar saja"

"Baik tuan, pelayan di sana akan membimbing tuan dan nyonya ke tempat yang nyaman untuk menikmati hidangan kami. Sepertinya anda baru pertama kali datang ke sini, ya?" tanya pria tersebut.

"Ah, iya, kami petualang"

"Wow, sudah berapa lama di sini? Saya jarang menemukan petualang yang datang ke kota ini"

"Baru kemarin, sih"

"Ah begitu, baiklah silahkan masuk tuan dan nyonya sekalian"

Pelayanan di restoran tersebut sangatlah baik. Mereka dapat menikmati pemandangan kota Berich dikarenakan restoran ini berada lebih tinggi dari daerah yang lain. Tempat yang strategis membangun restoran di dataran tinggi.

"Makan malam di sini juga asyik tampaknya" seru Mythia dengan wajah yang sangat ceria. Hal ini dikarenakan negosiasinya berhasil dengan Emily untuk duduk di sampingnya. Mythia tidak mau jika Emily juga harus duduk di samping Rael selama makan.

Pesanan telah dibuat setelah berdiskusi cukup panjang. Mereka memesan Meatloaf -Steak. Kebetulan sekali stoknya terbatas karena keterlambatan pengiriman. Ini adalah salah satu produk unggulan restoran tersebut.

"Rael, apa kamu tidak merasa ada yang aneh dengan kota ini?" tanya Mythia dengan serius.

Awalnya Rael enggan memikirkan hal tersebut karena ingin fokus bersenang-senang. Tetapi memang kondisi kota ini berbeda dengan Alterra.

"Tentang para Outsider yang mengenakan ban lengan, seolah-olah mereka ingin membuat perbedaan dengan para Outsider" ujar Mythia.

"Bahkan ban lengan itu dilengkapi dengan sihir pelacak, aku bisa merasakannya" Rael memperhatikan beberapa pelayan restoran yang merupakan seorang Outsider termasuk pria yang mengajak bicara mereka di awal.

Bahkan reaksi para penduduk lokal seolah-olah tidak menyukai para Outsider ketika berpapasan. Dengan adanya sihir pelacak di ban lengan tersebut, mereka yang melepasnya pasti akan terdeteksi. Terlebih lagi ban lengan tersebut sudah tercantum identitas masing-masing.

"Duh, sudahi topik ini. Aku ingin bersenang-senang" seru Rael. Di antara mereka bertiga, justru sekarang Emily yang paling antusias dengan perjalanan ini. Dia menyukai restoran tersebut. Lingkungan yang bersih, hijau, ditambah pemandangan yang indah.

"Dunia kita keren, bukan?" Rael menyeringai dengan bangga.

"Tidak sabar makanannya" seru Emily.

"Kamu lebih cocok jadi adik perempuanku saja" ucap Mythia sambil mengelus rambut Emily yang halus.

"Salah sendiri jadi anak terakhir"

"Salah sendiri gak punya saudara!" balas Mythia.

Mengobrol santai seperti ini pun sudah cukup menyenangkan bagi Rael. Seandainya dunia berlangsung damai seperti ini selamanya tanpa ada masalah atau bencana seperti apa pun.

"Ini adalah tiga porsi Meatloaf -Steak pesanan anda" datang pelayan membawakan makanan setelah waktu berlalu beberapa saat.

"Sepertinya piring yang ini lebih banyak, ini punyaku" Mythia dengan semangat merebut salah satu piring.

"Ahahaha, sama kok, nyonya"

"Hey, jaga sikap, Mythia" seru Rael.

"DI MANA PESANAN SAYA??!!!" terdengar teriakan di depan restoran. Para pelayan mulai berbisik menggunakan bahasa asing karena mereka seorang Outsider.

"Mohon maaf kami memang lalai karena kurangnya komunikasi sehingga belum menyiapkan pesanan bapak. Tapi sayangnya pesanan yang bapak minta sudah habis karena keterlambatan pengiriman. Apakah bapak ingin mengganti pesanan saja? Akan saya berikan gratis" ujar pelayan pria di depan.

Seperti apa pun masalahnya, Rael tidak peduli dan melanjutkan untuk menikmati steak di depan matanya ini. Bahkan Emily dan Mythia sudah larut dalam kenikmatan steak tersebut. Tapi pertama Rael memutuskan untuk mencicipi anggurnya terlebih dahulu. Karena ini adalah sebuah restoran maka ia berusaha untuk tampil dengan elegan.

"Tidak ada yang ingin melihatmu, Rael" ujar Mythia.

"Makan harus beretika dan menjaga diri agar tetap elegan, Mythia. Apakah keluargamu tidak mengajarkan hal ini?" tanya Rael.

"Mau dilihat dari mana pun, caramu salah, Rael. Ambil alat makan terluar lebih dulu. Dari awal saja sudah salah" setelah itu Rael berakhir harus memperhatikan Mythia mempraktekkan cara makan yang benar layaknya seorang bangsawan.

"Lain kali jangan sungkan bertanya sama yang lebih ahli, ya" seru Mythia tersenyum meledek.

Steak milik Rael belum tersentuh sama sekali. Dia baru saja menuangkan saos di atas steaknya. Saat hendak menikmati makanannya tiba-tiba saja datang seseorang menghampiri meja mereka.

"Tunggu dulu, tuan" seru salah satu pelayan.

"Lihat? Ini seharusnya menjadi milik saya!" seru pak tua mengambil piring milik Rael begitu saja. Dia adalah orang yang marah-marah di depan tadi. Dia tidak terima jika sudah memesan daritadi namun tidak mendapatkan steak tersebut karena stoknya habis. Hal ini tentu saja membuat kesabaran Rael habis.

"Siapa yang bilang kau boleh ambil makananku segampang itu?" Emily ditahan oleh Mythia. Dia paham bahwa mereka berdua tidak boleh ikut campur untuk sekarang.

"Siapa kamu? Pendatang asing, ya? Aku sudah memesan ini sebelum kalian sampai di sini. Sudah jelas ini milikku"

"Memangnya siapa kamu? Seenaknya mengganggu waktu santaiku dan mengambil makananku begitu saja yang sudah kubayar mahal-mahal" Rael beranjak dari kursi dan mulai mendekati pak tua tersebut dengan raut muka marah.

Pak tua itu mendorong Rael untuk menjauh darinya, "Dasar, kau tidak kenal aku seorang bangsawan di kota ini, berapa koin emas yang kamu-"

"Tidak butuh, kembalikan makananku" Rael merebut paksa piringnya dan menaruh kembali ke meja makan. Hal tersebut semakin membuat pak tua itu marah besar. Dia bahkan menarik kerah Rael, "JANGAN MACAM-MACAM DENGANKU DI SINI, PENDATANG ASING!! SUDAH CUKUP PARA OUTSIDER MEREPOTKANKU HARI INI!!!"

Satu pukulan mendarat tepat di wajah pak tua tersebut hingga jatuh tersungkur. Tangannya mengepal dengan keras. Rael kehilangan nafsu makan karena wacana bersantai pagi ini sudah dirusak oleh masyarakat terbelakang di kota ini.

"Saya harap bapak pergi dari tempat ini sebelum saya panggil para penjaga. Saya siap meladeni anda di pengadilan jika anda berkenan. Tentu bapak tidak ingin mempermalukan diri lebih parah lagi, bukan?" pelayan pria itu datang menghentikan keributan tersebut. Orang-orang di sekitar merasa terganggu dengan keributan tersebut.

Rael menghela nafas dan kembaki duduk. Beruntung makanannya tidak apa-apa. Bangsawan gadungan tersebut terpaksa keluar menanggung malu.

"Maaf atas ketidaknyamanannya, tuan, saya Theoraldo Valdenheim selaku pemilik restoran ini mengucapkan mohon maaf sebesar-besarnya. Sebagai gantinya, kami akan menawarkan makanan gratis apabila anda ingin menambah lagi"

Rupanya pelayan yang ditemui di awal adalah pemilik restoran tersebut. Untuk seorang Outsider dia sangat fasih dalam menggunakan bahasa Arcadian. Mendengar makanan gratis tentu membuat hati Rael kembali ceria dan memesan lebih banyak makanan.

"Rael, sudah merasa baikan?" tanya Mythia.

"Sudah, tapi kenapa kamu tidak menghentikanku tadi? Tiba-tiba saja aku sudah memukul pak tua itu, pasti ke depannya aku akan terlibat masalah dengan orang tersebut"

"Aku hanya merasa orang itu patut diberi pelajaran. Tapi aku tidak bisa sembarang berbuat seperti itu. Jadi aku mempercayakannya padamu, hehe"

"Emily ingin membantu tapi cukup takut dengan pak tua tadi. Dia memiliki niat jahat"

Mereka memutuskan untuk tidak membahas hal itu lagi. Setelah menghabiskan seluruh makanan, mereka masuk ke dalam restoran untuk melakukan pembayaran.

"Ah, tuan dan nyonya yang tadi" itu adalah pelayan yang membawakan makanan kepada mereka.

"Tuan Theoraldo ingin bertemu dengan anda, katanya pembayaran kali ini ditanggung oleh dia semuanya. Sepertinya kelalaian kami telah merepotkan anda. Padahal petualang seperti tuan seharusnya mendapatkan pelayanan terbaik dari kami"

Rael sangat antusias untuk bertemu dengan pemilik restoran karena dengan senang hati membayar makanan mereka, artinya Rael masih ada cukup uang untuk membeli makanan lain.

"Kalau segitunya ingin menghemat uang seharusnya biarkan aku yang membayar makanan ini" seru Mythia memperhatikan gerak-gerik Rael.

"Diamlah, aku tahu kamu banyak uang, tetapi aku ini laki-laki. Sudah seharusnya aku yang membayar"

"Huh, apa kamu menikmati makanan tadi, Emily?" energi Emily sudah habis, dia terlihat lemas.

"Enak dan seru, tapi aku sudah tidak kuat dengan keramaian ini terus-menerus" ujar Emily.

"Kalau begitu, silahkan bersantai di ruangan saya" seru Theo menghampiri mereka.

Di lantai atas restoran terdapat ruang kerja milik Theo. Mereka di persilahkan duduk dan diseduhkan kopi. Emily sama sekali tidak menyukai rasanya saat pertama kali mencoba, dibuatkannya teh sebagai gantinya.

"Terima kasih atas jamuan spesialnya, tapi rasanya sedikit berlebihan diperlakukan seperti ini. Terlebih lagi saya malah menambah keributan waktu itu dengan memukulnya. Ah, kita belum berkenalan dengan benar, nama saya Rael, mereka berdua adalah teman saya yaitu Mythia dan Emily"

Theo hanya tertawa, "Justru saya berterima kasih sudah memukulnya untuk saya. Orang itu memang sudah mencari masalah dengan restoran kami sejak beberapa hari lalu"

Tiba-tiba saja Rael memikirkan hal yang lain. Kota ini memiliki masalah yang menyimpang dari visi dan misi Federasi Selatan.

"Outsider, kenapa perlakuan kalian di sini terasa sangat berbeda?" tanya Rael.

Theo meletakkan cangkir kopinya ke meja. Dia mengambil berkas dokumen dari meja kerjanya untuk diberikan kepada Rael. Dokumen itu berisi laporan keuangan kota Berich selama setahun terakhir. Pendapatan terus menurun karena banyaknya pengeluaran.

"Tidak semua negara seharmonis Alterra, wahai anak muda"

Pengeluaran semakin banyak seiring bertambahnya korban Transmigration Disorder. Sesuai ketentuan, para Outsider menjadi tanggung jawab negara untuk sementara waktu dalam segala aspek dikarenakan ketidakmampuan umat manusia saat ini untuk menciptakan sihir yang dapat terhubung ke dunia lain untuk memulangkan mereka. Semua hal tersebut diperlukan uang yang sangat banyak seperti penyediaan tempat tinggal, makanan, pakaian, bahkan mengajari mereka bahasa Arcadian cukup sulit.

"Darimana kau tahu semua ini?"

"Randolf yang memberitahuku"

"Oh, Eh?" Rael dan yang lain terkejut karena dia mengenal Randolf. Ditunjukkannya foto Theo dengan Randolf 3 tahun lalu saat mereka pertama kali bertemu.

"Bisa dibilang ini semacam hubungan yang saling menguntungkan. Randolf sering bertugas di kawasan Zanier, koneksi dariku sangat diperlukan. Sebagai pedagang, pengaruh dari anggota Federasi sangatlah menguntungkan" ujarnya menjelaskan.

"Jadi sejak awal tidak ada gunanya kita menyamar menjadi petualang biasa"

Mendengar keadaan kota ini. Tiba-tiba saja Emily merasa tertarik. Lagipula dia juga termasuk seorang Outsider. Dia ingin mengenal orang-orang yang senasib dengannya lebih banyak.

"Bisakah kamu tunjukkan keadaan mereka? Ayo kita lihat"

Tidak biasanya Emily bersikap seperti ini. Tapi tidak ada alasan untuk menolak. Rael dan Mythia juga ingin mempelajari masalah di kota ini sebelum menjalankan misi ke depannya.

"Kalau begitu akan saya antarkan ke distrik penampungan. Jaraknya tidak jauh dari sini"

To be continued...