Label suami mengikat nama mewajibkan Rahsya belajar banyak hal. Seperti pagi ini, membantu Bik Inem menyiapkan makanan untuk sarapan.
"Den, udah bantu-bantu nya nanti ketahuan Tuan Aksan, Bibik bisa dimarahi," cemas Bik Inem.
"Bibik tenang aja Papa pasti maklum mergokin aku belajar masak, lagian enggak ada anehnya seorang suami menyajikan makanan buat istrinya," jelas Rahsya.
"Den ganteng memang suami idaman! Bibik lega akhirnya Non cantik jatuh ke pelukan lelaki baik bertanggung jawab kayak Den Rahsya," puji Bik Inem.
Rahsya tersenyum kecil. "Kenapa Bibik bilang begitu, apa sebelumnya Non cantik pernah jatuh kepelukan cowok lain selain aku?" tanyanya.
"Pernah Den hanya saja pacarannya ndak bertahan lama gegara kedatangan cewek genit yang godain si cowoknya, terpaksa Non cantik memutuskan hubungan dengan pacarnya karena cowoknya bangga dideketin," cerita Bik Inem.
"Oh. Pacarannya berlangsung sejak kapan?"
"Waktu Non cantik kelas sepuluh," jawab Bik Inem.
"Masih bocil. Cewek genitnya berarti lebih cantik dari Non cantik secara si cowok mudah dihipnotis," simpul Rahsya.
"Susah Den nentuinnya karena pendapat Bibik Non Naura dengan Non Aqeela, keduanya sama-sama cantik. Itu, salah cowoknya aja gampang tergoda," sahut Bik Inem.
"Aqeela?" beo Rahsya merasa familiar.
"Nama lengkapnya Syaqeela Queenzy. Non Aqeela, putri dari Tuan Hendra. Beliau teman sejatinya Tuan Aksan sedari kecil," terang Bik Inem.
"Syaqeela Queenzy. Kemarin aku enggak sengaja nabrak dia di bandara terus dia ngajak kenalan. Mirip, namanya Syaqeela Queenzy. Apa jangan-jangan cewek itu, cewek persis yang lagi Bibik bahas?" terka Rahsya.
"Ciri-cirinya gimana Den?"
"Kulit putih, perawakan semampai, rambut pirang panjang, mata bulat tajam, diajak pulang oleh pria berdasi yang di panggil Papi dengan alasan Papi nya ngajak pergi karena teman rekannya udah tiba di suatu tempat. Ingin ketemuan mungkin," papar Rahsya.
"Itu memang Non Aqeela!" seru Bik Inem.
"Bisa kebetulan gitu ya, Bik. Aku dipertemukan semesta dengan dia."
"Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, Den! Pokoknya Bibik minta pada Den Rahsya jaga hati seratus persen, jangan gampang kerayu sama Non Aqeela. Non cantik ndak boleh sampai di duakan, titik!" sewot Bik Inem menggebu-gebu.
"Iya, Bik. Hati ini enggak akan pindah haluan ke lain hati, tetap istimewa milik Naura. Sebelumnya, makasih udah diberitahu tentang perempuan itu, aku jadi mengetahui sedikit kejelakan Aqeela," ucap Rahsya.
"Iya, Den, sama-sama."
"Papa tahu enggak sifat buruk putri sahabatnya ini yang suka menggoda? Paling enggak, Tuan Hendra, sebagai Papa nya mungkin tahu kalau Aqeela bersikap demikian," sambung Rahsya menggali kejelasan.
"Tuan Aksan dan Tuan Hendra jelas tahu Den."
"So, kenapa Aqeela enggak ditegur?" heran Rahsya.
"Berat Den. Non Aqeela sangat dimanjakan oleh Tuan Hendra, apapun segala keinginannya mudah sekali bagi Non Aqeela mendapatkannya terutama merebut kekasih orang."
"Papa tahu hubungan silam Naura berakhir karena orang ketiga?"
"Sangat tahu. Malahan menyalahkan cowoknya itu yang gampang di goda karena pandangan Tuan Aksan, kunci hubungan langgeng pada tangan laki-laki yang mencintai sungguh-sungguh putrinya. Makanya Bibik mohon, Den ganteng ndak boleh mengecewakan Non Naura. Bibik ndak sanggup membayangkan kesedihan dirasakan Non cantik lagi, setelah kehilangan ibu tercintanya, lalu cowok masa lalu pernah disayanginya, tolong sepenuh hati kali ini jangan menjadi alasan Non cantik menangis lagi."
"Aku paham. Sekali lagi, makasih atas penjelasan panjangnya," imbuh Rahsya.
...
Percikan suara air berasal dari kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka. Rahsya menyelinap masuk, tersenyum jahil mematikan shower.
"Loh, loh ... kok airnya berhenti! Ini kenapa? Apa listriknya habis?" panik Naura.
Rahsya menahan tawa menyaksikan perempuan berhanduk dengan rambut berbusa shampo kelabakan mencari shower.
"Showernya lari ke mana sih, perasaan di gantung di tempatnya, kok sekarang enggak ada!" monolog Naura meraba-raba dengan mata tertutup. Perih terkena busa.
Shower disembunyikan ke balik punggung, Rahsya mendorong pelan bahu Naura dan memojokkannya ke tembok.
"I-ini siapa?" gugup Naura masih terpejam.
Tidak mengeluarkan sepatah kata, Rahsya mengangkat shower, menyalakannya kembali menguyur wajah basah Naura.
"Owh!" pekik Naura mengusap wajah.
Rahsya mematikan benda di tangannya, menjatuhkan sembarangan sehingga menimbulkan bunyi denting. Naura membuka mata, merengek kesal mendapati pelaku yang mematikan air shower.
"Kamu nyebelin banget isengin aku lagi keramas, panik tahu kirain beneran listriknya bermasalah! Kamu ngapain nyemprot wajah aku? Kaget tahu!" rutuk Naura.
"Seneng aja isengin kamu," santai Rahsya menjawab.
"Senang! Awas, kamu, ya, aku semprot balik!" ancam Naura hendak bungkuk mengambil shower tergeletak di lantai, tetapi urung tatkala pinggangnya main ditarik Rahsya menempel ke tubuhnya.
"Mau apa, hm?" tanya Rahsya.
"Balas ngerjain kamu, lepasin aku!"
"Enggak semudah itu."
"Lepas," kesal Naura.
"Ssst, sayang. Kita senang-senang dulu baru udah lemas kamu boleh menghukum aku," bisik Rahsya.
Dengan gerakan sensual Rahsya mengangkat sebelah pa ha Naura menempelkannya di sisi pinggang.
"Kita main ekstrim, pegangan ke pundak aku," kata Rahsya sambil mengangkat Naura dan menahannya dengan tumpuan lutut.
Naura terpekik singkat pegangan erat ke pundak Rahsya, takut jatuh.
"Baju kamu basah," beritahu Naura.
"Enggak masalah," acuh Rahsya.
"Posisi macam apa sih, ini? Ngeri banget!"
"Enggak tahu. Peluk leher aku, kita mulai," tegas Rahsya.
Mengalungkan tangan ke leher. Naura melengguh pelan begitu bibir naturalnya ditikam lembut bibir Rahsya.
Disela ci u man, Rahsya melepas lilitan handuk dikenakan Naura membiarkannya menumpuk di badan.
Merosot handuk, Naura terbelalak kaget buru-buru menaikkannya menutupi da da.
Ci u man terlepas. Rahsya menyeringai menang berhasil melahap bibir mungil kerap memenuhi isi kepalanya. Tidak memberi kesempatan pada Naura menghirup oksigen, Rahsya mencumbu lagi penuh semangat.
"Cukup," kewalahan Naura.
Tautan terputus. Rahsya mengangkat lebih tinggi tubuh Naura, menatap paras cantik merah merona dengan seksama.
"Aku udah masak makanan kesukaan kamu, opor ayam. Kata Bik Inem, kamu suka banget menu itu, benar?" cakap Rahsya.
"Iya. Kapan masaknya?"
"Pas kamu mandi, aku turun ke dapur bantuin Bibik masak abis itu lanjut bikin makanan spesial buat kamu."
"Manis banget sih, kamu," puji Naura memberi kecupan di hidung Rahsya.
Pemuda berkaus cokelat tertawa pelan, membalas Naura dengan mengendus leher hingga Naura tertawa geli.
"Kamu kenal Syaqeela Queenzy?" the points Rahsya.
Tawa lenyap. Rahsya mendongak melabuhkan ciuman di rahang Naura.
"Ke–kenapa?" terbata Naura seketika keseruan bersenang-senang hilang.
"Aku dan dia sempat kenalan di bandara. Saling tabrakan tanpa sengaja," jujur Rahsya.
"Te–terus?"
"Enggak ada keterusannya. Kemarin aku pengen ngomong langsung sama kamu cuma situasinya keruh. Di mobil, kamu marah sama aku, jadi aku simpan aja semalaman perihal ini. Berhubung pagi ini kita udah baikan, aku bicarakan sekarang," ungkap Rahsya.
"Kamu ngajak kenalan cewek itu?"
"Namanya Aqeela. Bukan cewek itu," ralat Rahsya.
"Terserah aku. Intinya kamu ngajak kenalan dia?" galak Naura terpengaruhi kekesalan membukit di hati saat nama 'Aqeela', di sebut.
"Aqeela yang duluan, aku nanggepin aja."
"Salaman tangan?"
"Iya. Tapi sebentar enggak lama."
"Udah gitu doang?" tidak percaya Naura.
"Iya."
"Menurut kamu cewek itu gimana?" ketus Naura.
"Cantik."
"Kamu suka? Turunin aku detik ini juga!" ngambek Naura.
Rahsya memundurkan wajah, mengernyit dahi tidak mengerti mengapa Naura tersulut emosi.
"Jadi marah sih, salah aku apa?" bingung Rahsya.
"Naruh perasaan suka ke cewek itu, kan? Ya udah, turunin sekarang, aku mau siap-siap pergi ke Sarasa Coffe!" ujar Naura.
"Aku enggak ada perasaan suka sama Aqeela," sanggah Rahsya.
"Bohong barusan kamu puji dia cantik. Kamu menyukai dia terang-terangan depan aku," delik Naura menunjukkan ekspresi tak bersahabat.
"Kamu nanya pendapat aku tentang Aqeela gimana, aku jawab cantik harusnya fine-fine aja kan?"
"Kenapa jawabannya cantik? Enggak ada gambaran lain kah?" sinis Naura.
"Sayang, hanya jawaban cantik yang terlintas dibenak aku. Semua perempuan itu cantik, aku lihat Aqeela sesuai gendernya, dia perempuan emangnya aku salah menjawab cantik? Enggak mungkin aku jawab Aqeela ganteng," urai Rahsya meluruskan kesalahpahaman.
"Ngeselin, kamu ngeselin banget! Aku kira cantik dalam artian lain!" tersipu Naura me mu kul mu kul bahu Rahsya.
"Malah nyalahin. Kamu nya aja gampang menilai aku negatif, suami enggak neko-neko di tuduh macam-macam ke cewek lain," gumam Rahsya.
"Ya, maaf, abisnya aku teringat momen kamu godain Kak Dita, aku kira kamu juga godain cewek itu."
"Iya lah serah kamu." Rahsya menurunkan Naura memungut shower dan menyalakannya.