Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 54 - Selalu Mencintaimu

Chapter 54 - Selalu Mencintaimu

"Bunda sudah masak, masuk lah kita makan bersama," ajak Bu Salma.

"Makan dulu Mas," bujuk Naura.

Rahsya menggeleng dan menjawab, "Aku enggak laper. Minta bikinin teh hangat aja terus anterin ke sini."

"Ya udah, aku bikinin." Naura melengos ke dalam rumah.

"Mas baik-baik saja?" tanya Bu Salma.

"Hmm."

"Kalau laper masuk lah ke dalam bergabung makan dengan Bunda, Naura dan Adara atau Mas ingin makanannya di antar ke luar? Bunda bisa siapkan," tawar Bu Salma.

"Enggak usah."

Bu Salma tidak menekan kehendak, membalik tubuh meninggalkan putranya duduk seorang di teras depan.

Naura kembali dengan secangkir teh hangat lalu meletakkannya di sisi Rahsya.

"Aku makan dulu," ijin Naura.

Rahsya geming, melamunkan adegan rahangnya dicium Aqeela.

Tidak mendapat respon sepatah kata perlahan Naura bangkit, memilih masuk mengutamakan perut sudah keroncongan.

Hingga makan malam selesai dan Naura berpamitan pulang kepada Bu Salma juga Adara. Teh hangat permintaan suaminya tadi sampai detik ini belum di minum Rahsya.

"Teh ini, aku buang aja ya, Mas," ancam Naura sembari mengangkat cangkir.

Lamunan buyar. Rahsya merampas cangkir dan berucap, "Belum aku minum."

"Teh nya udah dingin enggak enak di minum juga mending buang aja," sinis Naura menyenggol tangan Rahsya.

Minuman tumpah tak bersisa mengenai ujung baju dan celana di pakai Rahsya.

"Kamu apa-apaan main senggol, lihat pakaian aku jadi basah!" marah Rahsya.

Naura merebut cangkir kosong, beranjak memasuki rumah sekadar menaruh benda. Kemudian ke luar lagi menutup pintu.

"Aku ngantuk cepetan pulang," tukas Naura berjalan mendahului.

Rahsya mengejar sampai luar gerbang di mana motornya terparkir.

"Tunggu sayang," Rahsya meraih lengan Naura. "Aku enggak niat bentak kamu, maaf," lanjutnya cepat.

Naura menghempas tangan, cekalan Rahsya terlepas. Bentakan sesaat di terimanya membuatnya enggan berinteraksi.

"Aku khilaf marahin kamu. Tolong, maafin aku," mohon Rahsya seraya menarik pinggang istrinya.

"Pulang. Cepetan pulang!" tekan Naura.

"Iya, kita pulang asalkan kamu maafin aku," ulang Rahsya.

Pelukan tangan Rahsya melingkari pinggang ditepis Naura.

"Sayang aku mohon, jangan melarang aku menyentuh kamu. Udah ku bilang, aku minta maaf. Emosiku lepas kontrol. Hari ini, aku lagi punya masalah, tolong kamu jangan ikut-ikutan merajuk kayak gini," melas Rahsya.

"Aku ngantuk cepetan pulang!" kesal Naura.

Rahsya berdecak samar tidak diberi kesempatan memperbaiki keadaan, mau tak mau menyalakan mesin motor.

...

"Mas pindah ke tempat tidur, di lantai dingin!" titah Naura.

"Maafin dulu, baru aku pindah." Rahsya menyahut pelan dengan wajah tenggelam di lipatan tangan yang menopang di kedua lutut.

"Udah aku maafin," balas Naura.

Rahsya mendongak, menghambur peluk ke arah Naura sehingga terdorong jatuh ke tempat tidur dengan tubuh mungilnya tertindih.

"Kamu maafin aku? Ikhlas enggak maafin nya?" binar Rahsya.

Naura mengerang kesulitan nafas, menyingkirkan Rahsya menggunakan seluruh tenaganya lalu bangun terengah-engah.

"Aku ikhlas maafin kamu!" ucap Naura sekali tarikan nafas.

Rahsya bersorak lega, beringsut bangun menarik Naura kepelukan dan membawanya berbaring.

"Lagian ada masalah apa, kamu sampai marahin aku?" heran Naura.

"Gimana ya merangkai kata-katanya, takut kamu berprasangka jelek tentang aku lebih baik jangan tahu aja," kata Rahsya.

Tidak suka ada rahasia dalam pernikahan, Naura berguling, menindih Rahsya.

"Kamu janji selalu jujur soal apapun, katakan, aku enggak akan marah," lembut Naura memancing bicara.

"Aku enggak yakin kamu terima kenyataannya dengan baik karena masalah ini murni menimpaku, enggak disengaja apalagi di buat-buat."

"Maksud kamu?" Naura memicingkan mata.

"Cium dulu rahang aku, baru kamu diberitahu apa masalahnya," syarat Rahsya.

"Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan," gumam Naura.

"Cium sebelah sini," tunjuk Rahsya tepat di bekas ciuman kurang ajar di daratkan Aqeela.

"Kalau ingkar enggak ngasih tahu apa benang merahnya, awas aja aku hukum kamu tidur di luar cafe!" serius Naura.

"Iya ngerti. Cepetan cium udah nunggu pasrah nih," sambung Rahsya.

Naura memiringkan kepala, mencium rahang kiri Rahsya.

"Tahan satu jam," perintah Rahsya.

Naura merenggut kesal, menggigit keras kulit rahang Rahsya.

"Aw!"

"Beritahu aku, apa masalah kamu?" tuntut Naura.

Rahsya mengusap bekas gigitan, siap-siap dijadikan samsak oleh Naura setelah nanti diberitahu persoalannya menyangkut Aqeela.

"Cepetan ngomong," desak Naura.

"Aqeela seenak udel nyium rahang aku."

Deg!

Seperti ketakutannya mengusik benak, Rahsya benar-benar dijadikan samsak oleh Naura yang seketika marah bak singa betina.

Pukul 02:40. Subuh.

Akibat pilihannya membocorkan masalah, pemuda berambut acak-acakan tanpa memakai baju mendesis ngilu karena beberapa gigitan tajam Naura pada pundak, bahu dan pinggang. Menyiksa fisik Rahsya membuatnya sukar tidur.

Rahsya beringsut duduk, menatap nanar jejak tancapan gigi Naura di bahu. Warna lukanya biru keunguan bercampur remasan da rah mengering.