Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 53 - Selalu Mencintaimu

Chapter 53 - Selalu Mencintaimu

"Om Aksan, barista nya pergi ke mana?" tanya Aqeela.

"Barista nya pergi ke Asrama. Kenapa, Queen, haus?" Pak Aksan mendekat.

"Iya, Om. Aku haus pengen minum kopi," jawab Aqeela sepasang matanya menyorot polos.

"Bagaimana jika Om buatkan jus untuk Queen?" tawar Pak Aksan.

"Makasih Om. Tapi, aku suka minum kopi," Aqeela menolak halus.

Pak Hendra bangkit dari sofa, menghampiri sahabat dan putri bungsunya yang tampak mengobrolkan sesuatu. "Ada apa, Aksan?"

"Queen haus ingin minum kopi. Tetapi saya tidak pandai meraciknya, barusan saya tawari Queen minum jus tapi Queen tak mau," jelas Pak Aksan.

"Memangnya barista nya ke mana?"

"Sedang bepergian."

Pak Hendra menatap putrinya yang kurang semangat, tidak terpenuhi keinginannya meminum kopi.

"Aksan lakukan sesuatu," mohon Pak Hendra.

Pak Aksan sudah mengenal bagaimana watak Aqeela. Dengan berat hati mengeluarkan ponsel, mencari kontak menantunya, Sangga Rahsya.

*

Sambil tiduran di pangkuan Naura. Rahsya menyimak selama istri dan teman-temannya bertukar cerita.

"Kakak ipar enggak lama lagi memasuki fase hamil. Please, kabari kita semua agar kita giliran mondok di cafe jagain kamu," kata Adara.

"Enggak usah, gue bisa jaga Naura sambil buka cafe. Kalian fokus belajar di sini, menyiapkan diri menghadap ujian semester dua untuk kelulusan," sambar Rahsya.

"Gue ragu Lo bisa jagain Naura pas berbadan dua. Gue takut Lo sibuk sendiri urusin cafe terus nelantarin temen gue," ragu Kinan.

"Kalian meragukan gue?" alis Rahsya naik sebelah.

"Bukan meragukan. Kurang percaya aja," koreksi Kinan.

"Sama aja."

Dimas tergelak. "Satu-satunya cara mematahkan keraguan kita semua, Lo kudu buktiin ke kami, tiba masanya Naura mengandung, Lo tanggung jawab sebagai suami," pintanya.

Kevin merogoh saku celana, menaruh sisa uang jajan senilai sepuluh ribu di atas meja.

"Lo ngapain?" tanya Gibran.

"Gue taruhan keselamatan Naura di tangan Rahsya. Kalau Naura kenapa-napa selama waktu mengandung, uang ini harus diganti lima kali lipat sama Rahsya," cetus Kevin.

"Setuju!" Cakra meletakkan uang, diikuti teman lainnya berani taruhan.

Rahsya menghitung dalam diam. Uang milik sepuluh orang yang kini terkumpul di meja, ada senilai seratus ribu rupiah.

"Aturan kesepakatannya kalau Rahsya gagal menjaga Naura maka dia wajib mengeluarkan uang lima ratus ribu untuk mengganti uang setiap individu yang udah dikalikan lima. Artinya per orang akan mendapat uang lima puluh ribu darinya. Tapi, kalau Rahsya berhasil menjaga Naura, uang seratus ribu ini menjadi miliknya," tutur Dimas.

"Gue terima tantangannya," sedia Rahsya.

Bunyi ponsel menyela obrolan. Naura membaca nama penelepon.

"Ada panggilan buat kamu," ucap Naura.

"Siapa?" tanya Rahsya.

"Papa."

Rahsya bangun dari acara rebahan, menerima handphone dan beranjak ke depan teras sambil mengangkat panggilan.

"Waalaikumsalam," jawab Rahsya.

"..."

"Enggak terlalu sibuk. Emangnya kenapa, Pa?"

"..."

"Bisa-bisa, tunggu sebentar, aku langsung jalan ke Sarasa Coffe. Makasih pemberitahuannya, Pa."

Sambungan terputus. Rahsya mengantongi handphone, tergesa-gesa memasuki rumah.

"Guys! Gue pamit pulang, ada pengunjung cafe pesan kopi," ijin Rahsya.

"Pengunjung," beo Naura.

"Iya. Papa minta aku balik, soalnya Papa enggak bisa cosplay jadi barista. Kamu mau pulang sekarang?"

"Belum lama kita kangen-kangenan, udah mau di bawa pulang aja Kakak Ipar," sindir Adara.

"Naura tinggal main di sini. Gue belum rela pisah dari besti. Lo kerja aja sana! Naura aman sama kita semua," timpal Kinan.

Rahsya mendekati Naura, menangkup dagunya dengan telapak tangan. "Main di sini, apa ikut aku?"

"Main di sini. Abis isya, kamu jemput aku pulang," putus Naura, menghargai perasaan teman-temannya belum puas bercengkrama melepas rindu dengannya.

"It's okay."

*

Rahsya bersemangat memasuki cafe, menyapa ramah pria berjas hitam sedang asyik mengobrol dengan Pak Aksan.

"Naura mana?" tanya Pak Aksan.

"Kesenangan main di rumah Bunda. Selesai isya, aku jemput Naura pulang," lapor Rahsya.

Pak Hendra menegakkan tubuh, menepuk sebelah pundak pemuda tinggi di depannya. "Kamu barista nya?" tembaknya.

Menelan keterkejutan bulat-bulat, Rahsya mengucek mata memastikan penglihatannya tidak salah mengenali pria gagah di depannya. 'Wajah ini yang gue liat di bandara, enggak salah lagi, Pria ini, Pak Hendra! Papa nya Syaqeela Queenzy.'

"Ada apa, anak muda?" heran Pak Hendra.

Rahsya menggeleng dengan perasaan tak karuan, antara marah ingin meninju Pak Hendra yang jahat atas ulahnya mendukung Aqeela merusak kebahagiaan Naura di masa lalu. Sekaligus geram kepada Pak Aksan, sudah berkenan menerima tamu tak bermuka ini.

"Maaf, saya ke belakang sebentar," pamit Rahsya melenggang pergi.

"Ada apa dengan barista itu?" sambung Pak Hendra menatap sahabatnya, meminta penjelasan.

"Lupakan. Mari membahas tentang proyek lagi," kata Pak Aksan.

Pak Hendra duduk, kembali manggut-manggut melihat desain gambar bangunan buatan Pak Aksan di layar laptop.

Seribu alasan lebih baik di dengar Rahsya dari pada dibuat gembira oleh satu fakta menyebalkan bahwa Pak Hendra mengunjungi Sarasa Coffe, pasti bersama Aqeela.

Tap.

Rahsya henti berjalan, memandang punggung perempuan familiar di ingatannya. Aqeela ditemukan di pelataran belakang Cafe, tengah memandang ikan-ikan di dalam kolam.

Menoleh, Aqeela berserobok tatap dengan pemuda di seberangnya. "Sangga Rahsya," sebutnya dengan mata binar.

Aqeela melangkah anggun, harapannya bersua dengan pemuda tampan di bandara, di kabulkan semesta.

"Kamu mampir ke sini untuk minum kopi? Mari, kita duduk di satu meja yang sama, menikmati pertemuan kedua kalinya antara kita." Aqeela meraih lengan Rahsya.

"Jangan sentuh sembarang," desis Rahsya menyentak lengan.

Pegangan Aqeela terlepas. Matanya mengerling nakal, dilatih terbiasa menggoda banyak lelaki, menghadapi Rahsya adalah hal kecil.

Aqeela mengikis jarak, mencakar baju Rahsya tepat di bagian dada lantas mencium rahang tegasnya.

"Kalian berdua sedang apa?" todong Pak Hendra.

Rahsya mundur menjauh dari hadapan Aqeela, seketika wajahnya bersemu merah seperti ABG dilanda asmara ketahuan berbuat aneh-aneh.

"Kita baru kenalan, ini Sangga Rahsya!" sahut Aqeela tanpa ada rona merah di wajah, seolah tidak pernah asal mencium.

"Papi tahu dari Aksan. Rahsya, pengelola Sarasa Coffe juga barista di sini, pencapaian bagus," puji Pak Hendra.

Pundak di tepuk lagi oleh Pria saat ini penyebab hati Rahsya bergolak panas. Ingin menghindar disentuh pun rasanya susah karena sekarang tepukannya berganti merangkul pundak.

"Queen rela menunggu barista datang. Sekarang bisa kah, kamu seduhkan kopi Espresso kesukaan putri, saya?" pinta Pak Hendra.

Terperangah, Rahsya tak berkutik. Mencerna kalimat dilontarkan Pak Hendra.

Espresso kesukaan Aqeela? Benar saja!

Tidak mungkin Aqeela menyukai kopi favorit kesukaan Rahsya. Espresso hanyalah kopi bercita rasa dominan pahit, kebetulan macam apa, ini!