Di atas tempat tidur, Naura meringkuk di samping Rahsya sambil memeluk erat pinggang.
"Mau sampai jam berapa kamu peluk aku seerat ini menahanku bangun," tanya Rahsya.
"Sampai aku capek sendiri peluk kamu," jawab Naura.
Rahsya tersenyum kecil merunduk cium puncak kepala Naura.
"Aku ngambek sama kamu, kemarin di depan Kevin, Dimas dan Gibran, kamu memutuskan menginap beberapa hari di rumah bunda untuk menemani Adara dibanding temenin aku di sini sibuk ngurusin cafe. Aku tahu Adara adalah adiknya kamu, tapi coba pikirkan perasaanku yang jadi istrinya kamu secara halus kamu menduakan aku di belakang, ini sedikit egois kedengarannya cuma mau sampai kapan, aku diginiin oleh kamu?"
"Andai kamu beneran pergi ninggalin aku demi Adara terus di sini, aku sama siapa? Aku enggak mau ditinggal sendirian di mana pun itu, ibarat kata umumnya kita udah nikah tetap aja aku enggak mau jalin hubungan LDR sesingkat apapun waktunya, yang namanya saling berjauhan tak menutup kesempatan adanya celah kerenggangan diantara kita berdua, aku takut keburukan itu menimpa pernikahan kita yang akhirnya membuat kita banyak menaruh kesalahpahaman pada satu sama lain," ungkap Naura memuntahkan unek-unek mengusik ketenangan hati.
"Adara membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya termasuk dari anggota keluarga dan sangat mengharapkan peran pengganti sosok almarhum Papa. Terlahir menjadi Abang mengharuskan aku mengambil alih peran Papa untuk kesembuhan adikku, rupanya benar apa disarankan dokter kepada bunda, aku harus gabung membantu kesembuhan Adara agar penyakit dideritanya enggak melebar ke jenis penyakit lainnya. Adara cukup menderita tersiksa obsesi dimilikinya, kini tak ada alasan bagiku mempertimbangkan tindakan apa tepatku lakukan, kamu jangan takut diduakan olehku, suamimu ini hanya melakukan tugasnya sebagai Abang kepada sang adik, selama proses penyembuhan Adara, ku harap kamu menerima perlakuanku terhadap dia," balas Rahsya panjang lebar.
"Lalu jawaban kamu tetap akan tinggal bersama bunda?" kecewa Naura.
"Hanya menginap beberapa hari di sana nanti aku pulang lagi kepelukan kamu," jawab Rahsya.
"Berapa hari?" ulang Naura ingin kepastian.
"Tiga hari."
"Yakin tiga hari? Gimana kalau waktu sependek itu enggak cukup buat Adara dan justru setelah habis masanya dia mencegah kepulangan kamu, kedepannya apa yang bisa kamu perbuat? Menangguhkan hari jadi seminggu? Terpaksa mengulur kepulangan bertemu denganku hingga aku bosan menunggumu? Katakan, keputusan apa yang akan kamu ambil?" kesal Naura berharap dimengerti malah diminta mengerti balik.
Hal semacam itu memang sudah diduga oleh Rahsya, hebatnya Naura mampu menangkap kecemasan bersarang dalam benak padahal jarang curhat mengeluhkan masalah pribadinya ini.
"Tiga hari cukup menghabiskan waktu bersama Adara. Pastikan, kepulanganku disambut hangat oleh kamu, kalaupun Adara minta penangguhan hari, pendirianku takkan ubah, kembali padamu keesokan harinya," tegas Rahsya.
"Aku pegang janji kamu, pulang padaku setelah tiga hari," ujar Naura.
"Terimakasih atas izinnya," ucap Rahsya.
Naura mengangguk dengan perasaan dongkol semakin lengket memeluk Rahsya seolah-olah kebersamaan hangat ini terakhir kali dirasakannya.
...
"Papa, aku titip Naura selama tiga hari. Tolong, maafkan aku atas pilihan ini, tinggal dengan keluargaku sementara dan meninggalkan Naura di sana," ucap Rahsya.
"Naura akan baik-baik saja, saya mengerti posisimu memang berat. Selain Kinan sudah menceritakan penyakit diderita adikmu, bundamu juga sudah menjelaskan keseluruhan Adara yang tak mudah disembuhkan oleh sembarang orang. Saya tidak marah padamu karena masalah ini, pergilah temani proses penyembuhan Adara demi kebaikan kami semua yang tidak bisa membantu banyak untuk keluargamu," bijak Pak Aksan menepuk pundak menantunya.
Rahsya tertunduk, lagi-lagi belum sanggup membahagiakan putri Pak Aksan.
"Lelaki sejati tidak asal menangis, berjuanglah menyembuhkan adikmu sepenuh hati, kemudian tumpahkan air matamu kelak di pelukan Naura. Jika misimu berhasil menyembuhkan Adara, baru saya berani minta kamu dan Naura cepat-cepat honeymoon ke luar negeri," sambung Pak Aksan.
"Honeymoon itu, apa?" tanya Rahsya dengan wajah terangkat.
Pak Aksan mengulas senyum jenaka, ternyata menantunya masih polos tak seperti kebanyakan lelaki berhidung belang di luaran sana yang gampang memahami kode malam pertama.
"Honeymoon itu kegiatan panas antara sepasang suami, istri, yang dilakukan dalam sebuah kamar. Setelah itu, pasangan tersebut memperoleh kebahagiaan tiada terkira," jelas Pak Aksan.
"Apa contoh kebahagiaan tiada terkira itu, Pa?" polos Rahsya.
"Naura mengandung benihmu dan kamu akan menjadi seorang Papa dari buah hati kalian berdua kelak," jawab Pak Aksan.
"Apa pengertian itu sama persis dengan impianku kalau aku udah siap, aku ingin Naura mengandung kecebongku?" bingung Rahsya.
"Artinya sama."
Berdesir jantung Rahsya melihat anggukan kepala Pak Aksan berarti impian indah dalam istana kepalanya sudah dekat di depan mata, tinggal melalui satu rintangan lagi, yaitu menuntaskan misinya mengembalikan kesadaran Adara dari jebakan perasaan abnormalnya.
"Mas, bantu Bunda membawa ini," panggil Bu Salma meminta bantuan.
Empunya nama sontak menoleh mendapati bundanya membuka pintu rawat, tampak kesusahan menyeret koper berisi pakaian dan barang-barang keperluan Adara selama tiga hari menginap di rumah sakit ini. Sinar Abadi.
"Bisa Bun," angguk Rahsya.
Sebelum menghampiri Bu Salma, Rahsya mencium dulu punggung tangan Papa mertuanya sebagai bentuk perpisahan.
Pak Aksan menyemangati pemuda itu dengan tepukan kuat di sebelah pundak. Tidak memiliki kepentingan lagi di rumah sakit sebab Adara resmi pulang pagi ini, Pak Aksan pamit duluan kepada anak dan ibu di seberangnya, setelah itu merangkul Kinan untuk dipulangkan ke Asrama Nusa Bangsa.