Bu Salma menatap geram pada Naura yang datang membawa beberapa teman dari Asrama.
"Saya pikir Rahsya anak tunggal Ibu, tetapi ternyata putra tertua dari dua bersaudara. Naura sudah mengatakan kepada saya tentang Adara di rawat di rumah sakit ini, jika berkenan bolehkah kami menjenguk Adara?" ujar Pak Aksan.
"Kami juga bawa hadiah buat Adara," tambah Dimas memperlihatkan bingkisan di pelukan.
Gibran, Kevin dan Kinan, kompak mengangguk mengangkat bingkisan berbeda di pelukan masing-masing.
"Bawaan saya isinya emas batangan," celetuk Kevin.
"Punya saya satu pack kunci mobil Lamborghini," asal Gibran.
Posisi Kinan berdiri di tengah-tengah dua cowok, spontan menginjak bergantian punggung kaki Gibran dan Kevin.
"Asem, Gib!" ringis Kevin.
"Lo apa-apaan main injak, sepatu gue baru diangkat dari jemuran!" gerutu Gibran.
Dimas tertawa lega akhirnya dua teman anehnya cepat berbaikan setelah saling bermusuhan beberapa bulan belakangan, gara-gara menyukai gadis yang sama.
"Di mana Rahsya?" tanya Bu Salma, mengabaikan orang-orang tidak penting di matanya.
"Lagi sakit, suhu tubuhnya meningkat panas. Dia enggak bisa ikut jenguk. Kami juga, selesai ketemu Adara mau langsung jenguk putra Ibu di kediaman Naura karena tadi ke sini nya kami buru-buru jadi enggak sempat lihat kondisi Rahsya," sahut Dimas.
Naura menatap Dimas yang tampak banyak mengetahui soal Rahsya.
...
Adara berkaca-kaca memandang oleh-oleh pemberian teman-temannya.
"I-ini semua buat gue?" terharu Adara.
"Spesial buat my friend. Lo wajib sembuh sedia kala karena tanpa kehadiran Lo, di kelas. Hari-hari gue menjadi sepi," ucap Kinan tersentuh hati.
"Jangan betah mondok di rumah sakit, waktu cuti hampir usai, sebentar lagi masuk sekolah semester dua. Lo kudu sehat bangkit semangat mengisi kelas dan belajar bareng sama kita," sambung Kevin.
"Gue harap Lo merasakan kesedihan kami," imbuh Dimas.
"Maksud Lo?" bingung Adara.
Dimas diam-diam dibebani oleh pesan Rahsya, maju mendekat dan mengusap rambut Adara.
"Kami selalu menyayangi Lo, jangan merasa putus asa dengan segala rasa sakit. Hidup Lo jauh berarti daripada semua hadiah ini, kami menginginkan kesembuhan Lo, tolong .. berjuang sembuh buat kami juga, jangan berpikir kami membenci Lo karena anggapan seperti itu udah pupus dari hati kami. Lo sakit, kami sedih. Lo sembuh, kami senang. Sesederhana itu kebahagiaan. Gue, dan teman-teman lainnya yang ada di ruangan ini, menunggu kebangkitan Adara Lathesia yang ceria, mulai sekarang sudahi episode kemurungan Lo, oke?" tutur Dimas menyampaikan ungkapan dikirimkan Rahsya via WhatsApp.
Walaupun tidak mengerti skenario dibuat Dimas, mengapa tiba-tiba berkata demikian. Tetapi, Kevin menyetujui ketulusan itu.
Di masa lalu, Adara memang bersalah, namun menghukumnya terus-menerus dikucilkan rasanya jahat. Gibran menunduk, perasaannya tak menentu.
"Kalian semua udah maafin gue? Enggak benci lagi sama gue?" isak Adara.
"Indahnya memaafkan lalu damai, kenapa harus memilih dendam?" kata Naura.
Perempuan cantik bermata indah mendekat, gerak-geriknya tidak lepas dari pengawasan Kinan, Kevin, dan Pak Aksan.
Adara tenggelam dalam tangis, terpaksa membeku tatkala Naura memeluknya penuh kasih.
...
Begitu ke luar dari perut mobil, Kinan meraih lengan Naura dan berbisik. "Kenapa Adara enggak boleh tahu kalau oleh-oleh yang diterimanya dari keluarga, Lo? Lo dan Om Aksan, repot-repot memberikan itu semua, bukan gue, Gibran, Dimas atau Kevin."
"Adara akan menolak pemberian dariku, beda lagi kalau dia lihat dengan mata kepalanya sendiri hadiah-hadiah itu dikasih oleh tangan lain, baru dia mau menerimanya. Aku enggak ngerti kenapa aku bisa berpikiran sejelek itu terhadap Adara, bagiku rasanya membingungkan," jawab Naura tersesat dalam ide selintas di kepalanya saat di rumah sakit, meminta teman-temannya untuk memberikan bingkisan atas nama sang pemegang setiap barang.
'Kita mau jenguk orang sakit apa mau nyamper Adara rekreasi? Ribet amat tangan gue peluk bingkisan!" omel Kevin.
'Bukannya sujud syukur kita yang enggak bawa buah tangan apa-apa di-handle suruh bawa hadiah masing-masing sama Om Aksan, hitung-hitung nutupin malu nanti ketemu Bu Salma dan putrinya,' ledek Dimas.
'Bingkisannya enggak ditempelin nama Lo, Nau? Biar Adara tahu kalau semua ini pemberian Lo,' cetus Kinan.
'Enggak perlu. Anggap bingkisan di tangan kalian bukan titipan bawaanku, itu bawaan masing-masing khusus belian kalian buat Adara,' jelas Naura.
'Pas bingkisan udah diserahin ke tangan Adara, kita ditagih bayar barangnya enggak? Gue enggak mau sembarang anggap kado sendiri kalau ujungnya dikejar hutang,' sarkas Gibran.
'Enggak Gib,' balas Naura.
'Oke,' angguk semua, menerima bingkisan nantinya diberikan kepada Adara.
Naura tersenyum kecil mengingat sepenggal percakapan dengan teman-temannya. Dalam hati berdoa, semoga gadis malang di rumah sakit menyukai oleh-oleh menurut Kinan kesukaan Adara.
"Gila, tempatnya cocok buat nongkrong hari libur! Party karaoke, Gib!"
Seruan Kevin di kejauhan sana sudah memasuki wilayah Sarasa Coffe, membuyarkan lamunan pendek Naura.
Terlihat Gibran manggut-manggut sambil membenarkan letak kacamatanya, sedangkan Dimas sibuk mengotak-atik ponsel seraya berjalan.
"Naura, beri minum teman-teman lelakimu. Papa ingin ke rumah sakit berbicara banyak hal dengan ibunya Rahsya sekalian menemani Adara. Kasihan dia ditinggal berdua sama ibunya," kata Pak Aksan.
"Sebenarnya aku ingin berlama-lama dekat Adara. Tapi di sini, Rahsya membutuhkanku," lirih Naura.
"Lo tetap di sini urus suami. Gue dan Om Aksan, pergi ke rumah sakit jaga Adara, lagi pula kondisi Adara enggak seburuk yang gue bayangin," putus Kinan.
"Kinan ingin ikut?" Pak Aksan memastikan.
"Iya, Om!" antusias Kinan.
Pak Aksan mengecup singkat pipi Naura lalu masuk kedalam mobil disusul Kinan duduk di samping kemudi.
"Dadah, Nau!" seru Kinan melambai tangan saat kendaraan ditumpanginya maju.
"Hati-hati!" balas Naura melambai tangan.