Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 27 - Bab 27

Chapter 27 - Bab 27

"Dobrak Gib!" cetus Kevin.

Kinan menyenggol badan cowok seenaknya asal memberi masukan. "Bedain kenyataan, ini pintu rumahnya Bu Salma bukan pintu toilet waktu lalu di dobrak Gibran!"

"Kasus yang kita tangani serius Kinan, jangan di rendam lama-lama, udah kita ambil jalan pintasnya aja biar cepat mengintrogasi!" geram Kevin.

"Dari tadi kerjaan Lo ngegas terus, peran kita kali ini menggali informasi selayaknya detektif, harap kondisikan emosi Lo," tegur Gibran.

"Lagian pergerakan Lo terbatas amat, masalah ketuk pintu ragu-ragu, awas, gantian posisi!" ujar Kevin.

Mencegah Kevin berulah, Gibran mengetuk-ngetuk daun pintu di depannya, tidak berselang lama, pemilik kediaman membukanya.

"Selamat siang, Bu," sapa Gibran.

"Kalian?" gumam Bu Salma keheranan, pasalnya seluruh muridnya belum pernah ada yang berani mendatangi langsung tempat tinggalnya. "Ingin menanyakan materi apa?" terkanya.

Gibran menoleh kepada Kinan dan Kevin, meminta dibantu bicara.

"Anu, Bu, kita mau ketemu Adara karena hari ini enggak masuk kelas tanpa surat keterangan. Adara nya ada?" alasan Kinan dengan nada kehati-hatian.

Tiga remaja menyengir canggung takut salah bicara berakhir misinya disadari Bu Salma. Namun sepertinya wanita beranak dua di hadapan mereka tidak 'ngeh', dilihat dari sikap ramahnya mengajak masuk.

Kesan pertama menginjakkan kaki ke dalam rumah wali kelasnya adalah sepi dan dingin seolah-olah di kediaman ini tak berpenghuni.

"Silakan duduk. Saya ke dapur sebentar ambil minuman untuk kalian."

Bu Salma pergi ke dapur meninggalkan murid-muridnya di ruang utama. Kinan menghembus lega mampu mengendalikan lidah tak meleset ngomong, sedangkan Gibran dan Kevin saling berbisik mendiskusikan langkah berikutnya.

"Tanyain Adara dulu, udah itu to the point' ke kasus ini," arahan Gibran.

"Fix." Kevin sepemikiran.

Wanita berprofesi guru kembali dengan membawa nampan terdapat tiga gelas orange jus. Bu Salma menaruh nampan di atas meja rendah dan menyuruh anak-anak didiknya minum.

"Terimakasih, Bu," ucap Gibran meraih gelas berkaki panjang, ikutan minum seperti Kinan dan Kevin.

"Untuk bertemu Adara, kalian harus berusaha cukup extra," lirih Bu Salma sambil menundukkan kepala.

"Adara baik-baik aja, kan, Bu?" tanya Kinan.

Bu Salma menggeleng pelan dan menghapus lelehan air mata. Kinan menyenggol Kevin, lalu senggolan bersambung ke lengan Gibran. Mereka bingung melihat Bu Salma jatuh menangis.

"Tunggu sebentar," kata Bu Salma seraya beranjak mengambil dua amplop putih di nakas.

Kemudian Bu Salma meletakkan amplop ke permukaan meja dan kembali duduk di sofa single.

"Bukalah, kalian pasti terkejut membaca isi suratnya," lanjut Bu Salma.

Kevin mengambil dua amplop sekaligus, membuka satu per satu dan membaca barengan dengan Gibran serta Kinan.

Amplop pertama menerangkan kondisi psikologis Adara. Amplop kedua menjelaskan pengunduran diri dari sekolah atas nama Rahsya dan Naura.

Sontak, Kevin, Gibran, dan Kinan menelan ludah. Tidak menyangka pernyataan tertera di kedua surat tersebut menjawab jelas serentetan tanda tanya di benak masing-masing.

"Kapan Rahsya dan Naura pergi?" tanya Kevin seketika diminta situasi menekan sesak di dada.

"Malam kemarin tepatnya dini hari. Saya mendapatkan surat pengunduran langsung dari tangan kepala asrama. Saya tidak bisa berbuat apa-apa ketika kepala asrama mencoret nama Rahsya dan Naura dari daftar nama para peserta. Beliau menerima keputusan mereka berdua memutuskan jenjang pendidikan," jawab Bu Salma, sendu.

"Alasannya membingungkan Bu, di sini, mereka enggak mencantumkan alasan di balik pengunduran diri. Mengapa kepala asrama menyetujui begitu aja?" protes Kevin merasa tak rasional.

"Mereka berdua sudah menikah. Kepala asrama mengetahui hal itu karena beliau pemberi hukuman atas kesalahan Rahsya dan Naura kala itu tertangkap berduaan di kamar mandi. Itu mengapa, Rahsya tidak menjelaskan detail keputusannya meninggalkan asrama bersama Naura," terang Bu Salma mengungkap penuh kerelaan hubungan gelap putranya.

Gibran tercengang.

Kinan terpekik kaget.

Kevin berteriak, "APA!"

Selama ini Rahsya dan Naura diam-diam merahasiakan perkara nikah!

"Gimana kondisi Adara?" suara Gibran bergetar.

"Kepergian Rahsya meninggalkan rumah diketahui Adara setelah baca surat itu. Dia terpuruk, mengisolasi diam di kamar. Jangankan makan, minum pun tak lagi mengisi perutnya, Adara sangat menghukum kesehatannya sendiri," tangis Bu Salma.

"Ya ampun, Adara! Bu, boleh saya coba mengetuk pintu kamarnya? Siapa tahu, Adara keluar?" panik Kinan.

"Saya akan berterimakasih kalau kamu berhasil membujuk Adara mau membuka pintu," isak Bu Salma.

Bergegas Gibran mencari kamar Adara dan mengetuk brutal pintu berwarna cokelat berukiran flower. Kinan lari menyusul memanggil-manggil nama Adara berharap gadis sengaja mengurung diri, membuka pintu.

Terganggu suara berisik dua temannya sedang berjuang menemui Adara.

Kevin meraup kasar wajah kusutnya, 'Selanjutnya apa?' pikirannya kalut.

"Ibu tahu ke mana perginya Rahsya membawa Naura?" lontar Kevin.

"Rahsya tidak bilang pergi ke mana. Tapi, kamu bisa coba menelponnya," sahut Bu Salma beranjak mengambil pena dan buku lalu mencatat dua belas digit angka nomor putranya.

Kevin mengernyit dahi menatap buku di sodorkan Bu Salma. "Kenapa enggak Ibu aja menghubungi Rahsya?" tanyanya bingung.

Bu Salma tersenyum getir. "Puluhan kali Saya menghubunginya, tapi tak jua diangkat Rahsya."

Miris.

Emosi Kevin bergolak di ubun-ubun, si misterius Rahsya bersikap kelewatan tega hati mengabaikan kecemasan ibunya.

Kevin mengeluarkan ponsel dari kantung celana abunya, mengetik nomor Rahsya dan coba memanggil. Berdering, namun tak dijawab. 'Sial.'

"Tersambung?" tanya Bu Salma.

"Nihil Bu," geleng Kevin.

"Coba telpon sama dua temanmu, itu," usul Bu Salma.

"Gimana bisa Bu. Kami semua enggak simpan. Anak Ibu terlalu sombong enggak mau menyebarkan nomor handphonenya ke orang lain, kalau kami punya kontaknya udah dari tadi di hubungi.