Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 33 - Selalu Mencintaimu

Chapter 33 - Selalu Mencintaimu

Memori menyedihkan terputar seperti kaset tak ingin di buang. Adara membuka mata, menatap hampa langit-langit kamar ber–pulas cat putih.

"Syukurlah siuman, tunggu sebentar saya panggilkan dokter untuk memeriksa kembali," kata Suster.

Adara mengangkat tangan lemahnya menahan langkah Suster.

"Adek ingin menyampaikan sesuatu?" tebak Suster.

Adara menggumam tak bersuara membuat Suster mendekatkan telinga ke samping kepala pasien untuk mendengar jelas.

"Aku enggak mau ketemu siapapun termasuk bunda," ungkap Adara berbicara pelan.

Suster menegakkan tubuh. "Baik Dek, permisi."

Saat Suster keluar, Bu Salma baru saja kembali ke unit gawat darurat dan disambut helaan nafas Pak Satpam.

"Atas permintaan pasien, maaf sekali Pak, Bu, sementara waktu kami melarang siapapun masuk ke ruangan ini supaya pasien bisa tenang istirahat," beritahu Suster.

"Adara sudah sadar? Saya ingin bertemu dengannya melihat langsung bagaimana kondisinya!" antusias Bu Salma.

Namun Suster melarang masuk. "Harap maklumi permintaan pasien. Pak, tolong tahan siapapun yang ingin menemui pasien." tekannya sembari menatap tegas ke arah Pak Satpam.

"Baik Suster," patuh Pak Satpam.

Kepergian Suster digantikan Pak Satpam menjaga pintu, melarang Bu Salma masuk.

"Minggir Pak, saya berhak atas Adara! Kalian tidak bisa menolak saya bertemu dengannya," ujar Bu Salma.

"Adara ingin sendiri dulu Bu, biarkan beberapa jam tidak diganggu siapapun. Ini demi kebaikan putri Ibu," ucap Pak Satpam memberi pengertian.

"Bapak jangan kurang ajar sok menasehati, saya lebih mengerti Adara. Kalian tahu apa tentang hidupnya? Saya perlu menemaninya di dalam!"

"Dokter sedang dijemput Suster untuk memeriksa ulang kondisi Adara. Daripada Ibu marahin saya tidak jelas seperti ini mendingan Ibu telpon den Rahsya datang ke sini, kasihan saudarinya terbaring di rumah sakit," sewot Pak Satpam.

Rahsya ... benar, putranya harus mengetahui keterpurukan adiknya. Bu Salma melengos pergi dengan perasaan dongkol, akan menghubungi anaknya di luar.

Menyimak perdebatan di balik pintu, Adara berkeringat dingin diiringi detakan jantung berdebar kencang, nafasnya memburu.

Sesak.

*

Suapan bolu pertama tak jadi dilahap Rahsya saat ponsel di saku kemejanya berdering.

"Bentar." Rahsya mengeluarkan benda canggih, mengecek penelpon.

"Siapa?" tanya Naura.

"Bunda."

"Satu tahun setengah kamu belum pernah mengabari keluarga di asrama. Kita enggak tahu gimana keluarga di sana sekarang angkat aja," suruh Naura.

"It's okay."

Panggilan tersambung. Rahsya mengaktifkan pengeras speaker agar Naura mendengar apa-apa dikatakan bundanya.

"Halo, Mas?"

"Iya, Bunda?" balas Rahsya.

"Kamu di mana? Kenapa tidak pulang-pulang ke rumah? Kalau boleh meminta, segeralah datang ke rumah sakit Sinar Abadi. Di sini, Adara sedang dirawat."

Terkejut!

Sendok ditangan Naura jatuh ke pangkuan, Rahsya menegang di tempat duduk.

"Halo, Mas, kenapa diam? Cepatlah datang ke rumah sakit, Bunda tunggu!"

Sambungan diputus sepihak. Rahsya menarik nafas panjang, menghembus berat.

"Kita ke rumah sakit."

Rahsya bangun berdiri melepas jas hitam melekat di badan menyisakan kemeja hitamnya saja.

"Malah bengong mau ikut enggak?" ajak Rahsya terburu-buru.

Terpaksa Naura menaruh potongan bolu tak sempat dinikmati berdua.

Sesudah setengah hari mengikuti pesta, waktu luang seharusnya digunakan istirahat justru dipakai pergi.

"Kamu tunggu di jalan abis aku pamitan sama papa aku nyusul, takutnya kalau pergi enggak bilang-bilang kita dicariin," kata Naura.

"Aku tunggu di motor," tukas Rahsya berlalu keluar cafe.

Naura menyambar tas selempang kecilnya di sudut sofa, beranjak keliling mencari papanya dan ternyata tengah berkumpul di belakang cafe dekat kolam ikan bersama belasan pria.

"Papa, aku pergi sebentar sama Rahsya," ijin Naura.

Pak Aksan mengangguk tanpa nanya-nanya, pikirnya mereka berdua cuma keluar jalan-jalan. "Hati-hati."

Setelah sun tangan, Naura putar arah berlari menuju pinggir jalan di mana suaminya sudah menunggu.

Rahsya membantu Naura memakai helm full face lalu menunggunya naik.

"Peluk erat-erat kita ngebut." Rahsya menyalakan mesin motor.

"Posisi aku duduk miring emangnya enggak bahaya bawa motornya ngebut? Gimana kalau aku loncat menggelinding ke jalan raya? Kamu tetap keras kepala mau ngebut, aku turun naik Taxi," protes Naura.

"Situasinya darurat, kamu cukup pegangan kuat kita ngebut ngejar waktu!"

"Masalahnya aku takut jatuh," melas Naura.

"Pegangan!"

Motor melesat maju.

...

Tiba di rumah sakit Sinar Abadi. Rahsya menitipkan motor kepada tukang parkir.

Naura mual-mual, mabuk perjalanan. Kepalanya pening seolah-olah melihat apapun di sekitarnya memiliki bayangan ganda.

"Kenapa lagi?" tanya Rahsya.

"Pusing, aku enggak sanggup jalan," keluh Naura.

Perempuan dilanda mual masuk ke dekapan hangat Rahsya, memeluk lemah.

"Sebelum periksa ke dokter, mau ke kamar mandi dulu?" tawar Rahsya.

"Enggak mau periksa ke dokter, ini cuma gejala masuk angin nanti juga sembuh," tolak Naura.

"Masa dibiarin nahan mual. Gini aja deh, kita ke apotik cari herbal fresh mau ya?" bujuk Rahsya.

"Mas, mbaknya masuk angin? Sini, bapak bantu beliin fresh care, Antangin, roti sama mineral, kasihan wajah mbaknya pucat gitu," khawatir penjaga kendaraan.

Rahsya tak punya pilihan, merogoh saku kemeja dan memberikan selembar uang biru. "Tolong bantuannya Pak," ucapnya.

Tukang parkir keluar area, menyebrang jalan raya menghampiri jejeran toko di pinggiran.

Tidak lama kemudian, bapak berhati baik kembali menyerahkan kantong plastik putih berisi makanan dan herbal.

"Ambil aja kembaliannya Pak. Makasih udah bantu saya," kata Rahsya.

"Sama-sama Mas."

Rahsya memapah Naura berteduh di kursi tunggu tersedia di luar rumah sakit.

"Rotinya makan udah itu baru minum Antangin," ucap Rahsya disela membuka tutup fresh care.

Naura melawan rasa mual bergejolak dalam perut, memaksa menelan roti dan minum Antangin.

"Lanjut hirup ini," tambah Rahsya mendekatkan wangi herbal ke hidung Naura.

Rileks. Pusing dan mual yang mendera Naura berangsur hilang setelah lima menit menghirup aroma fresh.

"Udah kuat jalan?" tanya Rahsya.

"Energiku belum sepenuhnya balik, tunggu bentar lagi."