"Naura enggak rampas apapun dari hidup, Lo. Dia murni sekolah, tentang perasaan Rahsya yang berpindah ke lain hati, itu kemauannya tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Kami tahu, kasih sayang Lo kepada Rahsya seluas samudra, tapi untuk memiliki hidupnya, itu egois," desis Kinan.
"Gue menyayangi Rahsya! Ada apa dengan pikiran Lo, Kinan? Dulu, sebelum ada Naura, Lo dukung kehendak gue, setelah kemunculan Naura, Lo khianati gue! Kenapa Lo ikutan dukung hubungan mereka? Kenapa kaki Lo mundur jauhin gue? Kenapa mesti Naura yang dapatin Rahsya? Kenapa satu kelas membenci gue? Apa salah gue?!" teriak Adara.
"Dalam hal ini, Lo enggak bersalah. Namun hubungan Lo dan Rahsya enggak bisa dibenarkan! Sadar Adara, Lo, itu, adiknya dia! Lo enggak boleh menyukai Rahsya melebihi ala kadarnya, perasaan yang Lo anggap sayang bukan nyata perduli, pemahaman Lo keliru, Lo udah kejebak sama perasaan Lo sendiri!" raung Kinan berusaha menyadarkan.
"Lo ngejek gue sakit jiwa!"
"Gue enggak ada bilang Lo sakit. Gue cuma bicara apa adanya, menyukai Abang sendiri tentunya bahaya! Sebelum perasaan Lo bertambah dalam, lebih baik introspeksi diri dan lupain Rahsya. Gue berani kasih nasehat karena Lo teman gue! Gue peduli sama Lo, gue enggak mau Lo terjerumus ke jurang kesalahan!" seru Kinan.
"Gara-gara kejahatan Lo mengurung Naura dan Rahsya di kamar mandi, akibatnya mereka pacaran! Lo harusnya nyadar diri, akui kesalahan Lo terus minta maaf ke mereka berdua. Hasutan Lo pada orang lain bikin Naura dicaci warga asrama! Naura rela menanggung keburukan atas omongan Lo, saat semua orang mengucilkannya, Naura tetap tegar menghadapi cobaan, orang yang Lo tuduh merebut pacar orang sekarang beneran jalin hubungan sama orang yang Lo sayang!" lanjut Kinan memojokkan.
"Diam!" pekik Adara.
"Lo sengaja laporin Naura dan Rahsya ke guru BK biar Naura di keluarin dari asrama? Dengan begitu, Lo berasumsi semua saingan Lo kalah, dan Lo bisa miliki Rahsya seutuhnya, benar-benar cara licik!"
"Gue emang pelaku penjebakan namun bukan berarti gue sudi mengadukannya, buat apa gue laporin kejadian itu kalau pada akhirnya menyakiti perasaan gue!" sergah Adara.
...
Cerita Kinan saat mengintimidasi Adara di ruang musik seketika mengheningkan suasana kelas.
Gibran melempar atensi ke beberapa kursi kosong di sekitarnya hari ini, Adara, Naura serta Rahsya mendadak tidak masuk sekolah.
"Bisa kompak begini, pada ke mana ya?" celetuk Dimas.
Kevin termenung bingung merangkai puzzle dikepalanya mengenai permasalahan ini. "Naura juga enggak tahu siapa orangnya, kalau Adara bukan pelaku pelaporan, lalu siapa?" gumamnya.
"Selaku orang tua, Bu Salma mungkin tahu pelaku penjebakkan Rahsya dan Naura, gimana kalau nanti habis pulang sekolah, kita bertamu ke rumah beliau? Kita gali informasi buat usut masalah ini?" cetus Gibran.
"Ide Lo boleh dicoba," setuju Kevin.
"Sekalian kita jenguk lihat kondisi Adara," usul Kinan.
"Acungkan jari bagi yang mau ikut," kata Kevin.
Gibran, Kevin dan Kinan mengangguk maklum begitu yang ikut serta dalam pemecahan masalah hanya mereka bertiga.
"Lo enggak ikut, Dim?" tanya Gibran.
"Sibuk kerja kelompok nyari bahan-bahan tugas seni budaya."
*
Naura mengikat rapi rambut panjangnya seraya menuruni anak tangga.
"Pagi, Bibik!" sapa Naura.
Wanita sedang mengepel lantai tersenyum lebar. "Kembali pagi, Non," balasnya.
"Perut aku lapar banget, kita makan, Bik?" ajak Naura.
"Silakan Non. Bibik udah makan," jawab Bik Inem.
Perempuan berkaus putih berpadu rok levis hitam sebatas lutut berbelok mendekati meja makan.
"Makannya persis enggak tersentuh, Rahsya belum makan?" curiga Naura mendapati sajian lezat masakan pembantunya masih banyak.
"Den ganteng cuma sarapan roti tawar aja Non, ditawarin makan nasi tambah lauk malah nolak, katanya bukan anak bumi. Bibik jadi bingung mau maksa takut dikira pemaksaan," jelas Bik Inem.
"Terus orangnya ke mana?" tanya Naura.
"Kurang tahu ke mana, tapi perginya ke luar sambil naik motor, Non."
Naura mengangguk, masa bodoh. Rahsya tak perlu dicemaskan palingan perginya ke taman Asteena untuk menenangkan pikiran.
"Jangan asing berdampingan hidup dengan cowok kemarin malam aku bawa ya, Bik. Rahsya udah resmi nikahin aku, sekarang dia tinggal di sini karena keluarganya lagi bermasalah, itu mengapa aku pulang ke rumah sebelum tamat sekolah," tutur Naura memberitahu.
"Non udah nikah! Den ganteng yang Bibik kira teman Non cantik, ternyata suami Non?" terkejut Bik Inem seketika menelantarkan pekerjaannya, berjalan tergesa menghampiri.
"Gimana ceritanya Non bisa nikah?" tembak Bik Inem menatap khawatir.
Naura terkekeh pelan menertawai raut wajah pembantunya.
"Papa enggak ngasih tahu ke Bibik, apa yang terjadi padaku selama di asrama?"
"Ndak Non. Tuan diam-diam bae," jujur Bik Inem.
"Ya udah, bibiknya duduk, temani aku makan, selesai itu baru aku ceritain," kata Naura.
"Perut Bibik udah kenyang, Non."
"Pokoknya temani aku dulu," ngotot Naura.
Duduk pasrah di sisi anak majikan, Bik Inem manut-manut diberi alas makan oleh Naura.
"Makan nya yang lahap, tambah lagi Non biar tubuhnya makin berisi nanti Den ganteng tambah klepek-klepek, apalagi kalau udah tidur bersama, dijamin Den ganteng mabuk kepayang," nasehat Bik Inem.
"Tau ah, enggak ngerti," gumam Naura tidak mengerti apa maksud 'tubuh makin berisi, bisa nambah klepek-klepek'.
Bik Inem tersenyum kecil, memang diusia remaja seperti Naura, seputar edukasi pernikahan wajar belum sepenuhnya di mengerti.