"Natasha, cowoknya suka tawuran? Tendang aja alat vitalnya supaya kapok!" ujar Kak Dita.
"Mulut Lo butuh sumpalan? Kaos kaki gue belum dicuci seminggu, segar buat Lo hirup," sinis Sangga.
Kak Dita menggeplak lengan bocah menggunakan botol Aqua kosong. "Udah bonyok masih aja nyebelin!"
Sangga meringis kesekian, merengek kesakitan begitu luka robeknya disapu kapas sudah dibasahi alkohol.
"Lo cengeng banget jadi cowok, lecet dikit menye-menye enggak malu apa sama Kak Dita?" kesal Natasha sengaja menekan sudut bibir terluka tengah diobatinya.
"Akh, jangan di tekan!" erang Sangga.
"Tanggung gunting aja sekalian biar dia nangis sungguhan!" celetuk Kak Dita.
Natasha terkekeh ringan melanjutkan kesibukannya mengobati Sangga yang lesehan di lantai kamar dengan kepala numpang di bantal kodok.
"Anak ini enggak tawuran Kak justru korban amukan satu kelas akibat kebohongannya main-main nutupin hubungan aslinya dengan Lathesia," beritahu Natasha.
"Syukurin, makan buah kebohongan! Lagian siapa suruh umpetin adik sendiri!" cibir Kak Dita.
"Awalnya saya juga heran merhatiin gaya pacaran anak ini sama Lathesia, setelah diselidiki, eh ... ternyata adik, kakak-an," lanjut Natasha.
"Untung kamu cari tahu coba langsung percaya kayak penghuni lain, sampai sekarang mungkin kamu kena manipulasi oleh penipu kalem," kata Kak Dita.
"Penipu kalem?" beo Natasha.
"Sangga, siapa lagi. Ya udah, saya tinggal dulu ke bawah mau beresin bekas makan, kalian enggak boleh ninu-ninu!" Kak Dita pamit.
"Dimengerti Kak," ucap Natasha.
Penjaga Asrama putri pergi sembari menutup pintu kamar. Natasha meniup luka hampir selesai diobati, kemudian menegang di tempat begitu kulit lehernya disentuh Sangga.
"Kirain bekasnya enggak ilang. Boleh gigit lagi?" goda Sangga.
Ragu-ragu Natasha merunduk memberi lampu hijau kepada Sangga untuk menghisap bekas merah dikulit leher.
"Gue curiga Lo jelmaan vampir seperti di komik-komik pernah gue baca," curiga Natasha menyindir halus.
Sangga berdeham samar, menyelipkan satu tangan melingkari pinggang Natasha dan menariknya jatuh.
Natasha menahan desahan saat buah dada nya menekan dada bidang Sangga.
"Jangan berlebihan Sangga. Kapan aja Kak Dita bisa masuk ke sini dan mergokin kita," tercekat Natasha merasakan pinggangnya diusap pelan.
"Apa peduli gue," acuh Sangga.
Natasha menepis tangan Sangga yang merayap naik mengelus punggung.
"Lo enggak suka gue bersikap gini?" tanya Sangga.
"Lo berlebihan," tegang Natasha hendak menjauh.
Namun Sangga segera membalik posisi dan menindih Natasha dengan senyum makna.
"Minggir, Lo apa-apaan sih!" panik Natasha.
Sangga memegangi kedua tangan Natasha di samping kepala, menyeringai tipis dan meniup wajah kusut Natasha.
"Gue mau kasih jawaban pertanyaan barusan Lo layangkan. Bedanya vampir di komik kesukaan Lo jelek-jelek enggak seganteng paras gue," jelas Sangga melupakan perih di sudut bibir.
Natasha salah tingkah, salah menilai perlakuan Sangga terhadapnya. Dikira ingin melampaui batas sebelum lulus sekolah. Nyatanya tidak. Sangga memang beracun.
"G-Gue bersedia kapan aja mau Lo gigit dengan syarat enggak boleh ninggalin bekas," gugup Natasha bicara cepat.
Sangga tertawa pelan. "Tawaran curang, tetap aja gue enggak dapat gigit kalau ketentuannya dilarang meninggalkan jejak, mending gue jadi udara biasa Lo hirup sepanjang hari, udah jelas peran gue dibutuhin setiap saat."
"Gombal," tersipu Natasha.
"Harusnya enggak papa gue gombalin pacar sendiri, kecuali obral gombalan ke cewek lain. Seandainya gue rayu siswi lain terang-terangan, Lo keberatan enggak?"
"Jangankan gombal mau Lo nikahin cewek lain sekalipun, jawaban gue terserah," balas Natasha sok tidak peduli.
"Serius sayang. Lo kasih ijin baru gue bergerak bar-bar deketin Naomi."
"Niat banget Lo sakitin gue kalau gitu bebasin gue dekatin cowok lain, baru kita imbas," ujar Natasha kegugupannya sudah pudar.
"Bercanda sayang gitu aja baper," ledek Sangga.
"Gue enggak baper cuma berusaha hidup seimbang. Lo mendua, gue balas," tegas Natasha.
Sangga mengaku kalah melawan perempuan, mengingat kata dr. Aga bahwa perempuan selalu maha benar, dan perkataanya terbukti sore ini.
"Itu gelang couple sama Lathesia?" tanya Natasha.
"Gue lupa buang," kata Sangga sambil menarik untaian tali simpul hendak melepas, namun cegahan tangan Natasha sukses mengurungkan niatnya.
"Pakai aja barusan gue refleks nanya," ralat Natasha.
"Lo enggak cemburu?" lontar Sangga.
"Kita terikat karena kesalahpahaman, gue belum ngerasain apapun ke Lo, prihal gelang pakai aja enggak usah di lepas apalagi dibuang. Benda itu berharga pemberian adik, Lo, jaga sebaik mungkin tanda kasih sayang Lathesia ke abangnya," tutur Natasha.
"It's okay dengan adanya gelang ini enggak bikin Lo risih enggak bakal gue buang," putus Sangga. "Benar kata Lo, kita terhubung karena insiden kejebak di kamar mandi, gue terima kenyataan kalau hati Lo belum jatuh ke gue. Setelah ini, apa perlu kita jaga jarak? Gue mau jawaban pasti antara ya atau tidak," sambungnya tegas.
Perasaan Natasha dilema, apa-apaan Sangga ini. Seenak ceplos memberi pilihan.
"Naura Natasha?" panggil Sangga.
"Kita seperti biasa," jawab Natasha dengan perasaan terhantam.
"Permintaan segera di-ACC," angguk Sangga.
"Gue ke toilet bentar," ijin Natasha.
Sangga tersenyum lagi, mencuri cium bibir Natasha lantas bergeser duduk, membantu istrinya bangun dari tidur terlentang.
"Permisi." Natasha bergegas menuju kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Natasha mengatur nafas, keputusan spontannya merugikan perasaan terdalamnya.
'Mustahil hati gue secepat ini jatuh ke cowok ngeselin itu, keputusan gue dalam tahap proses ACC, apa kedepannya hubungan gue sama Sangga menjamin baik? Gimana kalau Sangga beneran lirik Naomi? Aduh, keputusan gue kenapa serba salah!' Natasha diambang gelisah.
"Lo ngapain di dalam situ? Gue nungguin!"
Seruan Sangga di luar sana mengagetkan, Natasha cepat-cepat mencuci tangan lalu kembali menghampiri.
"Gue mau pulang. Makasih udah obatin luka gue," ucap Sangga seraya menegakkan tubuh.
"Ce–cepat banget," terbata Natasha kurang ikhlas jika Sangga pulang sekarang.
"Malahan udah lama gue di sini. Gue pamit pulang takutnya khilaf apa-apain Lo sebelum waktunya." Sangga mengecup hidung Natasha.
Kemudian berlalu.