Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 21 - Bab 21

Chapter 21 - Bab 21

Momen dinantikan kini tiba.

"Jangan dulu pulang, hari ini Lo piket kelas," tahan Kevin.

Naura menatap pergelangan tangannya yang dicekal. Menangkap adanya ketidaknyamanan, Kevin melepas gugup.

"Aduh, kerjaan gue nambah berkali lipat," keluh Naura. "Emang siapa aja hari ini?" lanjutnya bertanya.

"Gue, Lo, sama Gibran," jawab Kevin. "Tadi Lo bilang kerjaan nambah? Lo kerja part time? Di mana? Caffe? Alfamart? Toko baju?" berondong Kevin.

Gadis tampak lesu menggeleng. "Atas pengaduan Lo ke guru BK, laporin gue dan Rahsya saat ketahuan di kamar mandi akibatnya gue sama dia dihukum bersihin gedung Asrama selama setengah tahun," ucapnya.

"Lha, nuduh gue? Kapan gue aduin hal memalukan itu? Enggak ada, enak aja main asal nuding!" bantah Kevin.

"Eh, gue pikir Lo aduin masalah itu ke guru BK? Secara Lo temuin gue sama Rahsya di situ?" kaget Naura.

"Gue lihat kalian berdua di sana, tapi demi apapun gue enggak sampai laporin kasus itu ke siapapun," koreksi Kevin.

"Tapi waktu itu Lo langsung pergi?"

"Bener. Abis nangkap basah kalian di situ, gue pergi nyamperin dokter Aga buat nenangin diri karena kaget mata gue lihat Lo peluk Rahsya. Gue enggak ember ke siapapun," jujur Kevin.

"Terus yang laporan siapa?" terkejut Naura.

"Mana gue tahu, kalau Lo enggak percaya ucapan gue, tuh, tanyain ke dokter Aga di gedung kesehatan."

Pikiran Naura berkelana mencari siapa seseorang telah tega menjebaknya dan Rahsya masuk ke ruang BK hingga berakhir menikah seperti ini.

"Pulang," ajak Rahsya datang-datang mengulurkan tangan.

Naura mendongak menatap linglung membuat Rahsya menaikkan sebelah alis.

"Orang-orang udah bubar, Lo mau nginep?" tanya Rahsya.

Dengan wajah tersesat Naura celingak-celinguk melihat sebagian kursi sudah kosong.

"Gue harus piket, Lo duluan aja," lirih Naura.

"Kita pulang bareng, gue tungguin di luar," putus Rahsya, kemudian pergi.

Gibran mengambil sapu, pel, dan ember kecil yang selalu tersedia di pojokan kelas.

"Vin?" kode Kinan.

Kevin mengacungkan jempol bentuk instruksi operasi penculikan Naura saatnya di jalankan.

"Bentar eh, gue cek dulu," ucap Dimas berlari cepat melongokkan kepala dari ambang pintu, memastikan keberadaan Rahsya. Tak ada.

"Gimana Dim?" tanya Gibran.

"Aman!"

"Naura, kita seseruan di ruang musik sambil latihan vokal. Lo enggak usah mikirin piket nanti Adara gantiin tugas Lo sehari ini," ajak Kinan.

"Yup, khusus hari ini Lo free piket. Sebagai gantinya belajar vokal bareng Kinan nanti Gibran dan yang lainnya nyusul," jelas Kevin.

"Sebagian teman-teman juga udah stay di sana. Pergi aja Naura," timpal Gibran.

"Tenang aja Naura, gue enggak akan apa-apain Lo, dijamin sampai ruang musik, Lo bakal senang! Vin, Gib, kita berdua duluan. Ingat habis kelar nyusul belajar vokal!" cerocos Kinan seraya menggandeng tangan Naura.

"Hati-hati di jalan!" seru Kevin.

Kinan berhasil menjalankan tugasnya menggiring Naura yang kebingungan ke tempat penyekapan.

"Sekarang giliran kita pura-pura piket. Gue enggak tahu Rahsya ngilang ke mana, tapi selama dia belum terperangkap masuk kelas lagi, kita enggak boleh ngumpul begini," bisik Dimas.

"Ya udah, yang lainnya ngumpet dulu di kolong meja terus kasih tahu ke teman-teman yang tadi udah keluar duluan ninggalin kelas buat mantau keadaan kelas dari luar, kalau Rahsya udah kelihatan masuk, serbu langsung," perintah Kevin.

"Gue pimpin di luar," pamit Dimas melesat lari.

Tinggal Gibran, Kevin dan sedikit teman-temannya yang tengah bersembunyi di bawah kolong meja.

"Enggak lama lagi, Rahsya balik ke sini ngecek Naura. Drama dimulai!" ujar Gibran cekatan menyapu lantai.

Kevin mengambil ember dan alat pel, bergegas ke luar menuju kamar mandi.

Sampai di tujuan, langkah Kevin melambat tatkala mendengar ketukan dan suara gagang pintu diputar-putar dari dalam salah satu kamar mandi.

Ketukan di dalam bilik meremangkan bulu kuduk Kevin, takut ada hantu terjebak di sana, perlahan ketua kelas maju mendekat.

Kemudian, brak!

Kevin terlonjak mendapat semburan pedas dari Rahsya.

"Jadi Lo yang kunci pintunya? Sialan!" bentak Rahsya.

"Kunci apaan? Baru juga gue datang!" ujar Kevin.

"Enggak usah ngelak! Jelas-jelas Lo yang ada di depan gue!"

"Pake mata Lo, nih, gue bawa ember mau ngepel! Gue ke sini mau ambil air!" sewot Kevin mengguncang peralatan piket di kedua tangannya.

"Alasan! Ngaku aja Lo emang pelaku yang udah kunci gue?" sergah Rahsya.

"Kevin bicara jujur, gue teman satu piketnya!" sambar seseorang.

Dua remaja sedang berdebat menoleh ke belakang, mendapati Gibran tersenyum konyol sambil menenteng sapu.

"Tuh, dengar, bukan gue yang ngunci Lo!" ketus Kevin.

"Kalau bukan Lo terus siapa? Hantu kamar mandi?"

Gibran melewati dua cowok saling ngotot meyakini argumen masing-masing. Kemudian menarik Rahsya ke luar kamar mandi dan beralih menarik handle pintu mencoba menutupnya.

"Ini pintunya macet bukan hantu atau Kevin yang ngunci Lo di kamar mandi," beritahu Gibran.

"Tuh, salahin pintunya macet bukan asal marahin gue!" tunjuk Kevin.

Rahsya menepis tangan Gibran mencoba memutar handle pintu, dan hasilnya memang macet susah di buka setelah ditarik tutup.

"Pintu butut! Gue pikir ada yang ngunci!" geram Rahsya menendang pintu.

Gibran menahan tawa membayangkan Rahsya selesai memenuhi panggilan alam justru terkurung di kamar mandi lebih dari lima menit. Ini namanya, rencana tambahan di luar rundingan.

"Lo udah bentak gue tanpa sebab, permintaan maafnya Lo harus bantuin gue piket," celetuk Kevin.

Rahsya menatap sengit, seandainya kejadiannya bukan gara-gara pintu macet dan tersangkanya adalah Kevin, dipastikan cerita kedepannya baku hantam bukan mengalah seperti ini.

Ruang kelas sepi. Rahsya mengernyit dahi mencari Naura tidak ada.

Dagh!

Rahsya menoleh, beberapa temannya yang sempat dilihat pulang berdesakan masuk menutup pintu kelas. Kemudian teman-teman lainnya bermunculan dari bawah kolong meja dan mendekat.

"Apa maksudnya?" tanya Rahsya.

"Pacar Lo dalam bahaya," seringai Kevin.

Tangan Rahsya mengepal, menatap lekat netra hitam milik Kevin.

"Kalian sembunyiin Naura di mana? Lepasin Naura sebelum gue lepas kendali," geram Rahsya.

Dari arah belakang, Gibran mencengkram pergelangan tangan Rahsya dan melipatnya ke punggung. "Naura baik-baik aja ditemani Kinan, kalau Lo mau ketemu dia, jawab jujur satu pertanyaan gue yang mewakili semua orang," bisik Gibran.

"Jangan minta gue berbuat kasar," peringat Rahsya.

"Kami bermain halus, Lo berulah, riwayat Lo habis duluan di tangan kami," ancam Gibran.

"Satu lawan sembilan enggak akan menang. Damai aja lah, lagian kami cuma kepo apa alasan Lo mutusin Adara dan pilih Naura jadi pacar Lo? Gampangkan, pertanyaannya?" tembak Kevin.

Ekor mata Rahsya menangkap sosok Dimas. Cowok itu geleng-geleng kepala nampak pasrah. Apa Dimas menusuknya dari belakang? Setelah diberi kepercayaan menyampaikan kata-kata mutiara untuk menghibur Adara, dan sekarang berlaku sebaliknya bekerjasama dengan mereka semua untuk memisahkannya dari Naura?

Adara maju ke tengah, mencengkeram kerah seragam Rahsya dan menatapnya tajam.

"Kenapa aku dicampakkan!" desis Adara.

Rahsya tersenyum miring menyadari alasan teman-temannya berani menjebak.

"Jawab sialan, kenapa Lo mutusin Adara!" umpat Kevin mulai tak sabar ingin menghajar.

Gibran mempererat kuncian berusaha melumpuhkan Rahsya.

"Cepat jawab agar masalahnya selesai. Setelah ini, kami janji antar Lo ketemu Naura," bujuk Gibran.

"Kalian yakin mau tahu alasan gue?" santai Rahsya.

"Berhenti mengulur waktu, katakan aja kebenarannya kenapa Lo putusin Adara?" jengkel Kevin.

"Adara Lathesia merupakan saudari kandung gue. Kita berdua enggak pernah pacaran karena kita sama-sama hidup dari satu golongan darah," ungkap Rahsya.

"Hah!" serempak terkejut, kecuali Adara.

Gadis itu menelan ludah, rahasia terbesarnya dibongkar.