Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 20 - Posesif

Chapter 20 - Posesif

Alarm upacara menyeru. Seluruh murid berjalan tertib memenuhi koridor lantai dua, di barisan paling belakang Sangga dan Natasha berdampingan sebagai penutup.

"Buku pelajaran gue di bawa?" tanya Sangga.

"Dalem tas belum gue berantakin ke kolong meja Lo," kesal Natasha.

"Gue sengaja nitip biar enggak repot bawa ransel," alasan Sangga.

"Udah gue duga kerjaan Lo senengnya bikin orang ngedumel. Gue enggak mau tahu, pokoknya ambil semua buku Lo," ketus Natasha.

Sangga menarik pinggang Natasha dan berbisik. "Berani bantah suami? Hukuman Lo enggak main-main."

"Gue enggak takut!" desis Natasha melepas paksa lingkaran tangan di pinggangnya.

"Lo yang minta," gumam Sangga dengan pandangan lurus ke depan.

"Emang gue minta apa? Ngada-ngada," dongkol Natasha.

Ketika yang lain berbondong-bondong menuruni tangga, Sangga meraih lengan Natasha dan mengunci pergerakannya di sebuah tiang penyangga, lalu menggigit kecil kulit lehernya.

"Akh, Sangga, Lo apa-apaan sih, gigit gue segala, sakit tahu!" protes Natasha mengusap-usap bekas gigitan.

"Barusan Lo nantangin, katanya enggak takut? Baru gue gigit Lo udah ketakutan," ejek Sangga.

Wajah Natasha merah bak kepiting rebus, kekesalan di hatinya makin membukit apalagi cara Sangga asal menyentuh sangat tidak sopan.

Natasha mendorong Sangga, kemudian kabur menyusul rombongan.

*

Selesai upacara pengibaran bendera merah putih. Alleta menghadang jalan Natasha dengan sepasang mata menyipit.

"Ruam merah di leher Lo kenapa?" tanya Alleta.

"Leher gue kenapa?" beo Natasha tidak mengerti.

Decakan terlontar, Alleta merogoh saku rompi, mengeluarkan sebuah cermin mini berbentuk kepala Mickey. "Ngaca," suruhnya.

Natasha mengarahkan kaca di sekitar leher, melihat adanya jejak merah di kulit. 'Mampus! Ini ulah Sangga.'

"O-oh, ini bekas garukan gue abis digigit nyamuk," alasan Natasha disertai senyuman gugup.

"Kirain karena apa," curiga Alleta mengambil kembali little mirror.

"Sini Sha!"

Seruan Dimas di tepi lapang menyudahi interaksi gadis pemilik nama dengan Alleta.

Natasha berlari kecil menghampiri Dimas yang sedang merogoh saku celana.

"Ada apa manggil gue?" tanya Natasha.

Dimas menengadahkan telapak tangan Natasha dan meletakkan dua biji permen milkyta. "Sangga titip candy buat Lo."

Natasha tertegun menatap permen di telapak tangan.

"Setahu kami, Sangga belum pernah bertindak romantis seperti ini ke cewek-cewek. Untuk pertamanya, gue dapat amanah dari dia. Gue punya feeling, Lo beruntung diperhatikan Sangga diam-diam," puji Dimas.

"Gue enggak lakuin apa-apa, mustahil diperhatikan diam-diam," sanggah Natasha.

Dimas tersenyum kecil. "Hanya feeling gue, jangan ambil pusing," ucapnya.

"Orangnya mana?" tanya Natasha.

"Duluan ke kelas."

*

"Perbedaan seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi mudah kita kenali. Yang menjadi ciri dari kedua jenis seni itu adalah, seni rupa 2D terbatas pada bidang permukaan, tidak memiliki kedalaman atau volume, komposisi terdiri dari garis, bentuk, warna dan tekstur. Sementara seni rupa 3D diantaranya memiliki ruang dan volume, terdiri dari teknik pahat, ukir, cetak dan modeling, komposisinya tetap sama seperti seni rupa 2D, yakni meliputi garis, bentuk, warna serta tekstur. Untuk pengalaman yang diberikan, seni rupa 2D hanya dinikmati keindahan objeknya sedangkan seni rupa 3D lebih ke visual nyata. Contoh seni rupa 2D adalah lukisan, fotografi, komik, gambar, kartun, poster dan lain-lain. Contoh seni rupa 3D adalah patung, keramik, instalasi, desain produk, dan lain-lain."

"Tugas hari ini, kelompok Gibran, Kevin, Sangga, Natasha, Lathesia dan Alleta. Kalian bikin sebuah karya seni rupa tiga dimensi. Kelompok dua, Dimas, Cakra, Vivi, Naomi, Dysa, dan Fa'at. Buat empat karya seni rupa dua dimensi. Tulis nama anggotanya siapa saja di selembar kertas sudah itu kumpulkan minggu depan kepada saya. Ada pertanyaan?"

Guru bidang seni budaya memandang para muridnya, menunggu salah satu dari mereka mengajukan pertanyaan.

"Bikinnya bebas?" tanya Natasha.

Kevin mencuri pandang, berharap gadis di sisinya membalas isi surat origaminya.

"Bebas, asalkan pilihannya sesuai tugas seni 2D atau 3D," jawab Bu Tya.

"Pembuatannya di dalam kelas apa dikerjakan bebas tergantung pada kelompok?" tambah Sangga.

"Terserah kelompok ingin mengerjakan di mana saja yang penting wajib mengumpulkan," kata Bu Tya.

"Siap, Bu!" tutup Kevin mengakhiri sesi bertanya.

"Baiklah, terimakasih atas perhatian kalian mengikuti pelajaran saya, sampai jumpa di minggu depan," pungkas Bu Tya berlalu pergi meninggalkan ruang kelas Xl A.

Beralih ke jam istirahat, satu persatu penghuni kelas keluar bangku menuju kantin, kecuali enam remaja tak lain Gibran, Sangga, Kevin, Adara, Alleta serta Natasha.

"Walau raga kita terpisah jauh~ namun hati kita selalu dekat, bila rindu pejamkan matamu, dan rasakan aaaaaa~ku ... kekuatan cinta kita takkan pernah rapuh terhapus ruang dan waktu, percayakan pada kesetiaan ini pada ketulusan aaaa~ Aishiteru ...." senandung Gibran diikuti petikan senar gitar.

Adara melirik sinis ke arah Natasha lalu beranjak pergi bersama Alleta.

Sangga menarik nafas panjang, menghembus pelan mencoba tenang tidak terusik oleh senandung romantis dinyanyikan Gibran yang dipersembahkan untuk Natasha. Gibran memang tidak terang-terangan mengungkapkan perasaannya tetapi Sangga menangkap kode keras tersebut.

"Boleh ngobrol sebentar? Gue mau nanya sesuatu," ucap Kevin mengambil kesempatan.

Sangga bangkit mendekat. "Natasha sibuk," sambarnya dingin.

Natasha pura-pura buta, mengabaikan Sangga yang mematung menatapnya.

"Mau nanya apa, Vin?" sahut Natasha.

Kevin menyeringai menang, merasa dilihat oleh Natasha. "Perasaan—"

"Waktu habis. Kesempatan Lo nanya-nanya habis," Sangga memotong kalimat Kevin, menarik pergelangan tangan Natasha dan memaksanya meninggalkan bangku.

"Posesif," komentar Gibran.

*

Sepanjang meniti anak tangga, Natasha berontak diseret mengikuti langkah Sangga.

"Lepasin! Lo mau bawa gue ke mana?"

"Rooptof."

"Ngapain kita ke atas mending ke kantin cari makanan, perut gue mulai laper!" sungut Natasha.

Sangga membisu, menarik tiada henti tangan perempuan di belakangnya.

"Gue bisa jalan sendiri, lepasin sekarang juga!" protes Natasha.

Sangga menarik maju Natasha ke depan dan melepaskan cengkeramannya. "Jalan, gue awasi dari belakang."

Natasha mendengkus sebal, melangkah cepat meninggalkan Sangga.

Sampai di rooptof, Natasha terpekik kaget begitu Sangga menyambar lengannya dan memojokkannya di tembok.

"Udah gue peringati jauhi laki-laki lain, kenapa Lo langgar aturan bikinan gue?" kecewa Sangga.

"Kevin bukan cowok lain, dia temen sekelas kita. Lo nanya kenapa gue melanggar aturan, jawabannya karena Lo melarang gue!" sahut Natasha.

Cengkeraman Sangga mengerat sehingga Natasha merintih kesakitan.

"Lo ingat sekarang status kita apa? Suami-istri. Gue berhak atas diri Lo," tekan Sangga.

"Lepas! Lepasin tangan gue, sakit!" mohon Natasha.

"Minta maaf sama gue," titah Sangga.

"Iya, maafin gue!"

Cengkeraman Sangga melonggar. Natasha meringis meniupi pergelangan merahnya.

"Gimana rasanya disakiti dengan sengaja? Sakit bukan, seperti itu perasaan gue ketika enggak dianggap sama Lo di depan cowok lain," sindir Sangga.

Natasha diam, menunduk bersalah sudah menyakiti perasaan Sangga.

"Angkat wajah Lo," suruh Sangga.

Takut diperlakukan kasar lagi, lamat-lamat Natasha mengangkat kepala.

Sangga menangkup dagu Natasha, mengikis jarak dan mencium lembut bibir mungilnya.

Natasha mematung kaku, membuka mulut saat Sangga mendobrak mulutnya yang terkunci.

Ciuman Sangga semakin dalam, menuntut, dan bergairah membuat Natasha kewalahan menikmati apa yang belum pernah dirasakan seumur hidupnya.

Uhuk! Natasha batuk ditengah-tengah ciuman.

Sangga memundurkan wajah, mengusap bibir basahnya dengan punggung tangan lalu membawa Natasha kedekapan.

"Sorry," ucap Sangga.