Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 19 - Bab 19

Chapter 19 - Bab 19

Kevin mencabut kertas pengumuman di Mading merobeknya menjadi empat bagian, dan menginjaknya.

"Udah, jangan di baca ulang mending kita masuk kelas," ajak Kevin.

Kinan mengangguk setuju memapah Adara yang murung menuju kelas.

Penghuni kelas Xl A mendekati Adara, mengasihi dan menghibur perasaan hancurnya.

"Cewek kuat kayak Lo enggak akan menyesal ditinggal Rahsya justru sebaliknya nanti dia yang akan menyesal karena udah kehilangan Lo demi cewek baru. Udah, jangan sedih lagi."

"Sabar ya, Adara, semoga Lo cepat dapat cowok pengganti yang lebih baik dan menyayangi Lo melebihi dari Rahsya."

"Kita enggak bisa memaksa perasaan seseorang buat jatuh hati balik membalas perasaan tulus kita. Selama ini, Lo udah berusaha menjadi kekasih baik untuk Rahsya, tapi mungkin semesta berkata lain kurang merestui hubungan kalian berdua. Kadang-kadang kita enggak tahu keburukan apa disembunyikan oleh orang paling kita sayangi di belakang punggung kita, maka di situ lah peran semesta ikut andil menyeleksi segalanya. Semesta memperlihatkan kelakuan jelek Rahsya kepada semua orang biar Lo sadar dan menyudahi hubungan tersebut, supaya Lo mencari cowok lain yang lebih mampu membahagiakan hidup, kalau Lo mengerti perkataan gue seharusnya Lo berterimakasih sama semesta karena udah menyelamatkan nasib Lo dari cowok yang enggak kenyang punya satu cewek," tutur Dimas.

"Lo enggak ngerasain sedalam apa perasaan suka dimiliki Adara ke Rahsya, dalam banget tahu makanya pas baca pengumuman itu, Adara nangis," ujar Kinan.

"Gue emang enggak bisa membayangkan sebesar apa perasaan Adara ke Rahsya, cuma mikir dikit lah percuma juga nangisin orang yang udah nyakitin. Di sini Adara nangis darah, tapi kita enggak tahu di lain tempat Rahsya nangis enggak pas bikin pengumuman ini? Logika aja pakainya jangan perasaan doang!" sinis Dimas.

"Awalnya hubungan Adara dan Rahsya baik-baik aja, tapi ketika Naura hadir, kedekatan mereka langsung renggang. Lo mikir panjang dong, gara-gara Naura, Adara beneran tersisihkan," sahut Kinan.

"Masalahnya bukan Naura. Tapi Rahsya, kenapa dia setega ini memutuskan Adara secara sepihak?" lerai Kevin.

"Emang diantara Lo semua ada yang tahu alasan Rahsya ninggalin Adara? Coba gue dengar, masuk akal enggak alasannya?" lanjut Kevin.

"Mana kita tahu, Lo sendiri liat betapa tertutupnya Rahsya!"

"Jadi kita harus gimana?" tanya Kinan.

"Sandera Naura, terus bareng-bareng kita desak Rahsya buat ngomong jujur, kenapa putusin Adara," cetus Kevin.

"Nyulik orang enggak segampang kentut Lo bunyi, seandainya Rahsya tahu rencana kami mau menyandera Naura secara diam-diam, yang ada kami duluan di amuk habis-habisan sama dia," sanggah Gibran dari tempatnya duduk.

"Rundingan dulu bikin strategi lah, sob! Gue juga enggak akan langsung sat, set, nyulik orang. Butuh keterampilan dan skill bagus menjalankan rencana biar jalan mulus," kata Kevin.

"Lo ada ide, gimana caranya?"

Kevin maju ke depan mengambil spidol white board dan mulai mencorat-coret papan tulis menjelaskan prosedur penculikan Naura.

"Jadwal piket Naura hari apa?" tanya Kevin.

"Belum masuk ke hari apapun."

"Cantumin dulu kalau gitu," monolog Kevin beranjak mengamati jadwal piket yang tertempel di dinding.

"Hari Senin ada Gibran, Kevin, Naomi. Hari Selasa ada Cakra, Dimas, Dysa. Hari Rabu ada Adara, Kinan, Vivi. Cewek semua sob. Lanjut, hari kamis ada Rahsya, dan Fa'at. Kurang satu ini. Hari Jumat semua murid bersih-bersih. Hari Sabtu khusus latihan di ruang musik. Hari Minggu libur. Naura belum masuk, kalau gue gabungin Naura ke hari kamis, Rahsya enak-enakan pacaran nanti Fa'at piket full nangis," gumam Kevin.

"Naura di hari Senin aja Vin gantiin gue," usul Naomi.

"Terus Lo pindah ke hari apa?"

"Kamis juga enggak papa," ucap Naomi sembari melirik seseorang.

Adara tampak tidak menghiraukan ucapan beraninya, Kinan, pun, sama. Entah mengapa.

"Deal. Naura masuk hari Senin, Lo hari kamis," setuju Kevin menyadari adanya peluang mengejar cinta Naura meski nantinya Gibran jadi saingan berat saat tiba melaksanakan piket.

"Gib, minjam pena!" pinta Kevin.

Gibran merogoh pena di dalam ransel lalu melemparkannya ke meja guru dan disambar cepat tangan Kevin.

"Bentar lagi upacara, gue enggak bisa buang-buang waktu. Nih, gue tulis nama Naura piket di hari senin berarti habis jam kelas, kita bergerak."

"Intinya selama Naura jadi tawanan, harus dibikin nyaman dan happy supaya dia enggak nyadar lagi di jahilin. Untuk lokasi penyekapan, Naura bawa aja ke gedung musik, sementara Rahsya, kurung di kelas. Oke?" Jelas Kevin.

"Vin, sebelum Rahsya atau Naura lihat coretan di papan tulis, kita hapus dulu dong?" Kinan angkat suara.

"Hapus lah, lagian Lo semua udah ngerti?"

"Udah."

Sedari tadi Dimas menahan ketawa sambil geleng-geleng kepala. Kemudian inisiatif menyambar penghapus tinta dan menghilangkan jejak coretan dibuat Kevin.

Ponsel Dimas di kantung celana berdering nyaring membuat pergerakan tangannya berhenti.

"Orang penting ada yang telepon, gue ke luar bentar," pamit Dimas seraya menaruh penghapus di sudut meja.

"Ya udah sana," usir Kevin.