Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 13 - Keputusan

Chapter 13 - Keputusan

"Mau mampir ke ruang musik?" tawar Natasha, hati-hati.

Sangga sedang membereskan alat tulis, mengangkat wajah memandang Natasha yang membungkuk di depan meja, menghadap Gibran.

"Lain kali," tolak Gibran cepat-cepat menarik resleting ransel.

"Gue bisanya sekarang kalau lain kali gue enggak tahu masih ada kesempatan atau enggak," kata Natasha.

Gibran menyambar ransel, beranjak pergi tanpa memperdulikan ucapan gadis penyebab hatinya galau. Walau sejujurnya sangat ingin ke ruang musik bersama Natasha.

Lathesia merapikan helaian rambutnya lalu menggandeng Alleta dan berjalan mendekati Sangga.

"Aku pulang duluan," pamit Lathesia, mendaratkan kecupan di pipi sang pencuri hati.

Sambaran kecupan Lathesia membuat Sangga meraba sebelah pipi, atensi semula terpaku pada Natasha kini beralih menatap dua punggung cewek mulai menghilang di balik pintu kelas.

"Lathesia cocok gantiin posisi gue nanti malam, Lo nikah sama dia. Kalian serasi jadi pasangan beneran," celetuk Natasha.

"Kedekatan gue dan Lathesia cuma sebatas adik dan Abang, rumor pacaran enggak pernah terjadi," ralat Sangga.

"Terjadi juga bodoh amat bukan urusan gue," acuh Natasha berbalik badan melanjutkan langkah sempat terjeda.

"Jangan coba beri pilihan apapun ke gue, akibatnya bisa nyakitin Lo kalau gue udah ambil keputusan," balas Sangga seolah memperingati.

Natasha menoleh sinis, tidak menggubris perkataan menakut-nakuti diucapkan Sangga.

"Lo pulang bareng gue, ada hal penting mau gue bahas tentang kita," sambung Sangga.

"I don't care."

Gadis itu ke luar kelas di susul Sangga di belakang.

"Resmi nikah, Lo harus patuhi peraturan-peraturan buatan gue salah satunya jauhi semua cowok di asrama ini. Mau enggak mau Lo wajib pulang bareng tiap hari sama gue, makan sama gue, curhat sama gue, ngerjain pr sama gue, happy sama gue, nangis sama gue, susah sama gue, apa-apa harus sama gue, no bantahan," celoteh Sangga.

"Selama Lo bukan donatur yang ngasih gue uang jajan, Lo enggak berhak ngatur-ngatur kehidupan gue sekalipun nanti status Lo jadi suami, modal label enggak cukup membeli kehidupan gue," sarkas Natasha.

"Cewek matre," gumam Sangga.

"Apa, Lo enggak terima hidup gue realistis? Kalau Lo enggak mampu menafkahi gue setelah nikah, mundur sana ke pojokan, ngumpet di bawah kolong meja, batalin rencana kawin konyol nanti malam. Gue bakal makasih pake banget kalau kita sampai jadi enggak nikah!" kesal Natasha.

"Sensi banget, Lo lagi pms?"

Pernyataan Sangga menghentikan langkah gadis di depannya, Natasha menelan ludah, bagaimana human menyebalkan itu mengetahui bulan para perempuan.

"Sok tahu!"

Seulas senyum menghias wajah, Sangga melepas almamater melapisi seragam putihnya, membungkuk rendah mengikatkan jas abunya ke pinggang Natasha, menutupi rok bagian belakang bernoda pekat.

"Lo bocor."

Natasha menggigit bibir, mematung kaku di depan cowok menyandang calon suami.

*

"Insiden di kamar mandi sudah bunda dengar dari cerita guru BK. Bunda cemas membayangkan Lathesia mengetahui perkara serius menimpamu, kenapa kamu nekad menjebak diri sendiri, Mas? Apakah se-benci itu, kamu kepada Lathesia hingga tega melukai perasaan rapuhnya," tercekat Bu Liza.

"Keputusan menikah enggak akan pernah tercetus kalau aku dan Natasha enggak dikunci orang lain dari luar. Bantahanku menolak menikah enggak diindahkan bapak berkumis, dia ngotot menghendaki keputusannya menghantarkan ku pada sebuah pernikahan. Kalau aku menolak menikah, katanya kasusku memakan kerugian bagi asrama makanya terpaksa aku menyetujuinya maka dari itu, tolong kerjasamanya menjaga rahasia ini dari Lathesia," jeda. Sangga memasang kilat jam tangan hitam di pergelangan kiri. "Aku pamit ke asrama putri, jangan lupa Bunda datang saksikan aku nikahin Natasha," pungkasnya.

Sangga memungut kunci motor serta handphone di atas nakas, menyalami tangan Bu Liza kemudian ke luar kamar.

"Tunggu Mas!"

Pemilik nama memutar setengah leher, Bu Liza berjalan tergesa.

"Kamu minta sebuah kerjasama berarti kamu menyanggupi permintaan diajukan Bunda. Hubunganmu dengan Natasha bisa Bunda simpan dengan syarat kamu menepati janji berusaha membahagiakan Lathesia. Kamu tidak perlu membalas perasaannya cukup berikan kasih sayang sebagaimana kamu menyayangi seorang adik," pesan Bu Liza.

"Menyayangi Lathesia sepenuh hati?" simpul Sangga.

"Tepat."

*

Sangga menepikan kendaraan roda duanya di luar gerbang utama, menghindari kecurigaan penjaga Asrama putri ketika hendak menjemput Natasha.

"Pak, titip sebentar," kata Sangga.

"Mau jalan jauh? Sudah dapat kartu ijinnya?" todong Pak Satpam.

"Kartu ijin saya dan Natasha," ucap Sangga menyerahkan dua carik kertas berwarna putih sempat di berikan guru BK saat di gedung.

"Baik," manggut Pak Satpam.

Sangga menelusuri pekarangan asrama, celingak-celinguk memastikan keadaan sekeliling sepi, lalu menghampiri Natasha yang sudah stay di mulut gang asrama putri.

"Kak Dita tahu malam ini gue berencana nyulik Lo? Kalau belum, gue ke pos jaga situ minta ijin," gurau Sangga.

Natasha mencubit perut Sangga yang bisa-bisanya bercanda di detik-detik menegangkan malam ini.

"Lo kdrt mulu sakit tau," ringis Sangga.

"Abisnya Lo nyebelin! Nih, ya, gue udah ijin. Kak Dita membatasi waktu di luar asrama sampai tengah malam. Lo harus pulangin gue ke sini sebelum subuh," jelas Natasha.

"Natasha garis bawahi ini, kita enggak lagi peranin drama kartun Cinderella versus pangeran yang alur hidupnya bergantung pada sebuah labu ajaib. Kak Dita, manusia biasa pemakan nasi kayak kita berdua, bukan peri khayangan turun dari langit, Lo enggak usah takut pulang sedikit telat," ujar Sangga.

"Pulangin gue sebelum subuh atau kita enggak jadi nikah?" ancam Natasha.

Sangga menyeringai tipis.