"Pak, ijin ambil seragam olahraga, saya belum punya," ucap Naura.
Guru pria penjaskes memberi ijin. Menemukan kesempatan, Kevin ke luar bangku menghampiri ke depan kelas.
"Gue temanin Lo ketemu guru bendahara buat ambil baju olahraga," putus Kevin.
Naura mengangguk. "Makasih."
"Silakan yang lainnya menuju lapangan nanti saya nyusul beres menilai catatan!" seru guru.
"Baik, Pak!"
Anak-anak kelas Xl A, berbondong-bondong menelusuri koridor sambil memeluk seragam olahraga, menuju gedung ganti terlebih dahulu untuk berganti kostum.
"Gelagat Naura mencurigakan, menurut gue manja banget mau ambil pakaian olahraga aja mesti ditemenin cowok, kenapa enggak minta anter ke sesama cewek? Jangan-jangan dia mau berbuat onar sama Kevin?" ghibah Kinan.
"Gue sependapat. Sejak dia masuk kelas, Kevin gampang banget dikendalikan Naura. Gue yakin dia pakai mantra ajian jaran goyang buat jebak korban hatinya, ih, ngeriii!" kata Adara bergidik merinding.
"Kalau Kevin kena goyangan Naura sampai tepar dia bakalan nempel terus sama tuh, cewek. Jijik banget gue bayanginnya."
"Digoyang sebelum nikah emang boleh?"
Serempak mereka tertawa bahak membayangkan Kevin dan Naura melanggar norma asusila.
"Omongan Lo semua lebih bau daripada air comberan, najis!" sindir Gibran berjalan mendahului.
Tawa renyah Kinan seketika lenyap melihat perubahan Gibran yang tampak mulai menyukai Naura.
Di lorong gedung tempat pengambilan barang-barang, Naura sekali lagi mengatakan terimakasih sudah diantar Kevin mengambil baju seragam.
"Oke, sama-sama," jawab Kevin.
"Kronologi tentang ciuman di hutan Chaise, enggak valid. Sebenarnya Rahsya duluan dorong gue ke pohon besar dan mencuri first kiss, masalahnya sepele banget gara-gara gue minta penjelasan kenapa praktek kami semua lapangannya di hutan, bukan di tempat terbuka. Nyebelinnya, reaksi dia main nyosor bibir gue, gila banget kan!" curhat Naura.
"Sistem belajar di sini emang gitu, tempat prakteknya di luar ruangan. Nah, berhubung udah gue kasih tahu, untuk ke depannya jangan bingung lagi, pokoknya proses belajar nikmatin aja," jelas Kevin.
"Dan mengenai sikap Rahsya emang gila," miris Kevin tersenyum masam.
"Sekarang Lo enggak nyimpan perasaan marah lagi, kan, ke gue?" lanjut Naura, penasaran.
"Enggaklah ngapain ngambek kayak anak TK aja!" ujar Kevin.
"Berarti kita baikan?" Naura mengangkat jari kelingking.
Kevin tersenyum sumringah, mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking Naura.
"Lo tahu kejelasan hubungan Adara dan Rahsya? Terkadang gue ngerasa ragu kalau mereka serius pacaran," gumam Naura.
Suasana hati Kevin suram kembali semakin muak mendengar nama Rahsya dinobatkan pemenang nobel populer di kalangan semua mulut penghuni asrama.
"Kabar beredarnya mereka berdua jalin hubungan, tapi enggak tahu mereka itu emang pacaran atau enggak. Gue juga bingung nanggepin bijaknya mesti gimana karena Rahsya enggak pernah terbuka soal kehidupan pribadinya ke siapapun. Yang tahu kebenarannya cuma Adara," tutur Kevin disertai senyuman miring.
"Jadi selama ini orang lain enggak tahu kejelasan hubungan mereka berdua?" simpul Naura.
"Yup, benar."
"Hubungan Rahsya dan Adara seperti teka-teki rumit yang harus dipecahkan, gue tertarik mencari tahu dibalik kemisteriusan itu," tukas Naura.
"Jangan ikut campur urusan orang. Itu bisa membahayakan keselamatan Lo," tegur Kevin.
"Gue enggak mau menelan berita apapun mentah-mentah. Terserah Lo dukung gue atau enggak terpenting kebenarannya tetap kudu terungkap," tekad Naura.
Tiba di lorong penempatan khusus loker, Adara celingak-celinguk menilai keadaan sepi. Begitu menangkap bunyi derap sepatu mendekat, gadis cantik serba memakai pakaian warna biru muda berjongkok di celah lemari.
"Lo duluan aja ke lapangnya, gue lupa ninggalin ikat pinggang di kamar mandi," kata Naura.
"Oke, ditunggu!"
Kevin mengamankan seragam putih abu miliknya ke loker dan mengunci kembali, setelah itu melenggang pergi.
Naura putar balik, melaju belok menuju deretan kamar mandi tidak jauh dari lorong loker dan masuk ke bilik pertama, selang beberapa detik seorang cowok ngeloyor lewat sambil membuka baju Jersey, kemudian memasuki ruangan itu.
Diam-diam mengikuti Naura. Adara melotot binar lalu mengunci pelan pintu kamar mandi dari luar.
'Mampus!'
*
"Dim, lihat Naura ada di mana?" tanya Gibran.
Dimas meneguk mineral berkemas Aqua lalu menggeleng. "Tanya Kevin. Terakhir kali Naura bareng dia ambil seragam."
"Eh, iya." Gibran menepuk jidat, berlari kecil menghampiri ketua kelas di tepi lapangan.
"Tangkap Gib!" seru Kevin melambungkan bola basket ke udara.
Gibran menangkap bola cukup baik, mendribble sebentar kemudian menembakkannya ke jaring menggantung tertempel di tiang, masuk!
"Lanjut babak dua, lawan gue!" tantang Kevin.
"Mainnya tahan dulu, gue ada hal penting mengganjal di hati. Lo sembunyiin Naura di mana?" the point' Gibran.
"Ngapain gue ngumpetin orang emangnya tampang gue seseram nenek gayung. Naura belum selesai di tempat ganti. Dia bilang ikat pinggangnya ketinggalan di kamar mandi, nyuruh gue duluan ke sini. It's okay, gue tinggalin," jujur Kevin.
"Oh."
"Lanjut main Gib!" ajak Kevin tahu-tahu menguasai bola.
"Yuk, yang kalah traktir makan!" taruhan Gibran.
"Oke!"
Di pinggiran lapang, Adara melipat tangan sambil senyam-senyum menunggu boom di kamar mandi meledak.
"Lo ngapain di gedung ganti lama bener, gue nyariin tahu," omel Kinan seraya duduk di samping.
"Gue kurung Naura di kamar mandi," beritahu Adara, pelan.
Mata Kinan membesar bulat. "Demi ap—" ucapannya terpotong tiupan pluit berasal dari guru olahraga.
Terpaksa Kinan mengatupkan bibir menelan kekagetannya dan beranjak mengekori Adara berkumpul di tengah lapangan bersama murid lainnya.
Pria berperawakan tinggi mulai mengabsen nama siswa-siswi tertera di agendanya, dan dijawab hadir oleh setiap pemilik nama.
"Sangga Rahsya?"
"Hadir Pak, cuma tadi pamit bentar ke kamar mandi!" sahut Dimas menyampaikan pesan.
"Naura Natasha?"
"Ketinggalan ikat pinggang di kamar mandi, Pak!" jawab Kevin.
Menyadari dua orang itu tidak ada di lapangan, Adara langsung terperangah. 'Jadi cowok yang gue kunci di kamar mandi sama Naura ...'