"Bubar guys!"
Seruan siswa berani speak up membubarkan kerumunan, menyisakan beberapa orang bersangkutan.
"Lho, barusan ada pertunjukkan apa di meja gue?" bingung Gibran melirik orang-orang pada kembali duduk sambil bisik-bisik.
"Eh, Adara, Kinan sama Rahsya, ngumpul di meja gue juga. Ada acara apa? Mau arisan?" celetuk Gibran sembari menunda nampan pesanannya di atas meja.
Tak ada satu pun yang menyahut kebingungan cowok itu. Gibran menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa kikuk.
"Enggak ada apa-apa, buruan kita makan," ucap Naura mengambil mangkuk berisi mie kuah dan sebotol Sosro.
"Hehehe, berasa konyol gue," kekeh Gibran.
Cocok seperti sejoli, Gibran dan Naura menyantap khidmat makanan masing-masing tanpa menawari siapapun.
Rahsya menghembus nafas, mendorong paksa bahu Gibran hingga menyingkir dan mencolong kursi bekas cowok itu untuk di tempati.
"Tempwat guew jangwan diw lampwas!" belibet Gibran, mulutnya penuh mengunyah makanan panas.
"Berisik," desis Rahsya menyodorkan mangkuk.
Dikarenakan cacing dalam perut Gibran demo minta dikasih makan, akhirnya tanpa banyak protes menikmati makanannya sembari jongkok.
"Gue mau jujur sama Lo," cakap Rahsya.
Naura menulikan indera pendengaran, anteng-anteng menyeruput kuah mie instan.
Keadaan Adara dan Kinan? Mendadak mati kutu layaknya seekor semut keinjak.
"Naura sayang dengarin gue," serak Rahsya.
Uhuk!
Gibran dan Naura tersedak kompak mendengar kata-kata manis bernada serak-serak basah.
"Kamu apa-apaan manggil cewek ganjen pakai sayang segala!" marah Adara meraih pergelangan beraksesoris jam tangan mahal.
Namun Rahsya menepis risih pegangan Adara di tangannya. "Lo pergi enggak usah ajak orang bisa?"
"Enggak bisa, kita berdua udah kayak surat sama stempel, kemana-mana harus pergi bersama, titik!" rengek Adara menarik-narik lengan cowok dianggapnya sebagai pacar.
Kepergian Adara dan Rahsya di susul Kinan, diperhatikan Naura dalam diam.
'Naura sayang.'
Batin Naura mengulang-ulang ungkapan manis di ucapkan Rahsya. Pantaskah, panggilan itu menyandang namanya?
"Gib, Lo ngerasa nangkap kejanggalan diantara hubungan mereka?" lontar Naura.
Kepala Gibran nongol dari pinggiran meja. "Janggal belah mananya?"
"Mereka serius pacaran?" heran Naura.
Gibran menegakkan tubuh, menyedot hati-hati minuman Sosro milik Naura.
"Sikap mereka enggak mencerminkan orang pacaran. Terutama Rahsya, apa menurut Lo ini semata feeling gue aja menduga mereka berdua sebenarnya enggak terikat—minuman gue!" opini Naura terpotong pekikan kesal melihat minumannya diserot habis oleh Gibran.
"Maklum dahaga gue belum ilang," cengir Gibran.
*
"Gue sibuk," tolak Rahsya.
"Sekali aja please peluk aku! Masa Naura yang bukannya siapa-siapa di hidup kamu semudah itu dapat pelukan!" cemburu Adara.
"Masalah buat Lo?" acuh Rahsya mengikat kuat tali sepatu futsalnya.
"Jelas masalah, status kita udah pacaran tapi sikap sewenang-wenang kamu memperlakukanku bikin aku sakit jiwa! Kurang cantik gimana lagi, aku di mata kamu? Aku capek ngemis-ngemis minta timbal balik perhatian kamu!" frustasi Adara menghentak-hentak kaki.
"Asrama ini bukan tempat penampungan pasien sakit jiwa, kalau Lo ngerasa demikian gue saranin temui psikiater, abis itu lepasin gue biar Lo enggak tambah sakit," sarkas Rahsya.
"Peka dong, aku berantakan karena mikirin kamu! Apa susahnya kamu tinggal peluk aku?!" jengkel Adara.
Selesai menata rapi sepatu, Rahsya berdiri menghadap cewek cerewet lebih merepotkan dibanding Naura.
"Lo mau pelukan?" tanya Rahsya menatap datar.
"Mau banget," binar Adara.
"Syaratnya tutup mata," ucap Rahsya.
Adara tersenyum lebar segera menutup kelopak mata. "Bibirnya jangan dianggurin kasih cium juga," pintanya.
"Hmmm," deham Rahsya.
Pandangannya diedarkan ke arena lapangan, di mana tim basketnya melakukan pemanasan sebelum latihan.
Lambaian tangan Rahsya menarik perhatian seorang kawannya yang berambut ikal.
"Sssst," Rahsya memberi syarat jangan bersuara ketika cowok berseragam Jersey nomor satu mendekat.
"Lama ih, cepetan dong!" rengek Adara menunggu harapannya terkabul.
"Bentar, milih dulu enaknya mulai dari bagian mana," balas Rahsya.
"Iiiih, aku deg-degan!" kata Adara dengan senyum mengembang.
Rahsya membisikan tawaran jackpot kepada rekan main basketnya dengan iming-iming gratis, mulanya cowok itu menolak takut digampar oleh Adara, tetapi setelah diyakinkan berulangkali takkan terjadi apa-apa luluhlah kekerasan hatinya.
Cowok pengganti Rahsya ragu-ragu mendekap Adara, tapi siapa sangka pelukannya dibalas erat!
"Nyaman banget sandaran di dada kamu, kenapa enggak sejak awal kita pacaran, kamu ijinin aku berada di pelukan ini," senang Adara.
"Btw, kamu udah janji cium bibir aku, kenapa belum juga?" tuntut Adara.
Kaget adanya perjanjian seintim itu, si cowok melototi Rahsya yang menganggukkan kepalanya enteng.
"Mana ciumannya iiih! Aku enggak sabar tahu!" manja Adara memukuli dada bidang cowok menjadi bahan uji coba.
Terpaksa cowok itu memiringkan wajah membungkam mulut berkicau Adara.
Adegan tidak senonoh berdurasi lima detik beres dilakukan. Cowok itu melerai peluk takut Adara keburu membuka mata, Rahsya segera pindah ambil posisi lalu mengacungkan jempol mengiringi kepergian rekannya yang kembali mengisi lapangan.
"Congratulations!" bisik Rahsya.
"Aku jadi malu, makasih udah penuhi keinginan aku," salting Adara belum jua membuka mata.
"Biasa-biasa aja kok."
"Luar biasa tahu, ini pengalaman pertama aku dapat ciuman. Sekarang mataku boleh di buka?" tanya Adara.
"Buka aja."
Setelah membuka mata, Adara menunduk tersipu merasakan sisa-sisa sensasi bekas ciuman dan pelukan diberikan Rahsya.