Menjelang sore, Naura diantar penjaga Asrama menuju kamar putri.
"Saya harap kamu memegang kuncinya sebaik mungkin karena jika tidak kamar pribadimu bisa kecolongan orang lain setiap hari," pesan Kak Dita.
"Makasih pesannya Kak," ucap Naura.
Kak Dita putar balik meninggalkan penghuni baru di depan pintu kamar tertutup rapat.
"Kondisi gue belum sadar, mana gue tahu kalau Rahsya telponan sama Gibran!" tegas Naura melindungi nama baik.
"Lo semua ingat waktu di hutan Chaise, Naura sentuh bibir?" tanya Rahsya angkat bicara.
Kinan teringat menarik Naura ke sisinya—mempertanyakan luka merah bekas gigitan semut.
"Ingat. Naura jawab enggak papa sambil raba bibirnya," manggut Kinan.
Jantung Naura berdetak kencang mendengar aibnya dibongkar Kinan tepat dimuka umum, seandainya tersedia pintu Doraemon, Naura ingin seketika menghilang.
"Kenapa? Ada apa dengan meraba bibir?" bingung Kevin.
"Itu alasan kenapa gue matiin panggilan Gibran," ambigu Rahsya.
"Maksud?" cemas Adara.
"Naura minta gue cium."
Shit!
Naura menyeka lelehan air matanya, omong kosong menegangkan waktu di kantin terngiang-ngiang di telinganya begitu menyakiti perasaan.
"Gue dijebak, Rahsya bohong!" isak Naura.
Kunci bersirip dimasukan ke lubang pintu, setelah terbuka Naura menyeret koper berisi pakaiannya kemudian mengurung diri di kamar.
"Meski kita baru kenal, rasa sayang gue ke Lo sangat tulus, kenapa balasannya sepahit ini. Mulai detik ini, jangan ganggu gue!" kecewa Kevin menempatkan ranselnya di tengah meja, membatasi kontak fisik.
"Lo enggak percaya penjelasan gue?" sesak Naura menahan tangis.
"No! Ketua sepintar gue enggak gampang di bodoh-bodohin!" ketus Kevin.
Kemarahan Kevin meledak disela kesibukan menghitung soal matematika, mengusik benak Naura.
Lagi-lagi, Naura tersedu tidak menyangka teman laki-laki sebangkunya menolak percaya.
"Jangan sentuh gue! Lo, pengkhianat!" desis Kinan.
Hempasan tangan Kinan membuat Naura tersungkur jatuh di permukaan paving.
"Pantesan percakapan kita ngalir gitu aja ternyata Lo kelinci bertaring serigala. Lo manfaatin cerita gue tentang siapa-siapa aja yang gue suka, tentang Adara dan Rahsya, kemudian dibalik semua itu, Lo mengumpulkan informasi terkait kami semua. Lo berencana memacari semua cowok, kan? Dasar cewek enggak tahu malu!" sembur Kinan.
Air mata Naura merebak tak mau reda mengingat perlakuan kasar Kinan di luar jam kelas.
Reaksi Gibran dan Adara? Naura tidak mampu menebak, sebab dua manusia itu mengunci mulut selepas dari kantin sampai jam kelas habis.
*
Adara merebut ponsel di tangan cowok berkaus putih senada celana hitam, yang tengah rebahan asyik bermain game.
"Kembaliin," pinta Rahsya menengadahkan telapak tangan.
"Prioritas kamu selalu game, kapan akunya?!" muak Adara melempar benda pipih ke lantai.
Mata Rahsya membola gelap menangkap serpihan ponsel berhamburan di lantai.
"HARGAI HOBI GUE!" sentak Rahsya.
Remaja terpandang kalem di mata penghuni asrama, kini berubah galak. Rahsya menyentak bangun, kemudian mendorong bahu gadis hanya memakai tank top nya saja itu jatuh ke sofa.
"Aku minta perhatian dan kasih sayang kamu, cuma itu! Apa aku salah!" pekik Adara.
"IYA SALAH! KARENA LO MINTA LEBIH DARI PERLAKUAN YANG SEHARUSNYA GUE KASIH!" bentak Rahsya.
Keributan di ruang keluarga membuat wanita berada di dapur mematikan kompor, berlari cepat mendekati kegaduhan.
"Cukup memarahi Adara!" tegur Bu Salma.
"Dia nyari ribut sama aku, Bunda!" tunjuk Rahsya menatap nyalang gadis merepotkan di seberang sofa.
"Rahsya kasarin aku, Bun, padahal aku nanya baik-baik," isak Adara.
Bu Salma membawa Adara ke dekapan, mengelus sayang punggung gemetar putrinya karena mulai menangis.
"Gue enggak akan main kasar kalau Lo jaga batasan sebagai saudari!" ujar Rahsya.
"Cukup Mas, jangan marahi Adara lagi!" mohon Bu Salma.
"Kalau Bunda ingin aku bisa hidup akur seatap sama dia, nasehatin cewek cengeng itu supaya belajar hargai aku sebagai abangnya, bukan sebagai pacarnya!" geram Rahsya.
Bu Salma memejamkan mata sejenak, meredam emosi ke dasar hati.
"Mewakili Adara, Bunda minta maaf," ucap Bu Salma menghela nafas.
"Bunda enggak perlu minta maaf, aku hanya mau Adara menyadari kesalahannya agar berhenti mengejarku," kata Rahsya mengutarakan kerisihan.
"Bunda coba bicarakan baik-baik dengan Adara," angguk Bu Salma.
Rahsya tak mengindahkan ucapan penenang Bu Salma, terlanjur marah membuatnya enggan berlama-lama melihat Adara dan memilih pergi.
"Aku enggak salah mencintai Rahsya," isak Adara.
"Kamu berhak mencintai mas Rahsya, tetapi dalam arti sepasang saudara, tidak boleh mencintai Rahsya sebagaimana kamu memperlakukannya seperti kekasih. Hubungan kalian hanya sebatas adik dan kakak, tidak lebih dan tidak kurang, tolong pahami itu agar kamu tidak kehilangan Rahsya," kata Bu Salma sembari menitikkan air mata.
Hati Bu Salma tersayat perih mengetahui perasaan lain dimiliki putri kesayangannya kepada sosok Rahsya.
"Aku terlanjur suka, Bun! Mana mampu aku terima kenyataan pahit ini, Rahsya hanya milikku, orang lain enggak boleh mencintainya!" raung Adara, tangisannya makin mengencang menolak tunduk pada rangkaian nasehat ibunya, serta menolak patuh pada nasib hidupnya.