Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 5 - Bab 5

Chapter 5 - Bab 5

"Gue butuh kerjasama tim, Naura cari ranting tebal sepanjang ukuran lengan. Gibran kumpulin sejumlah batu atau krikil. Yang lainnya jongkok melingkar, kita mulai praktek bikin bencana kecil," kata Rahsya memberi arahan.

Sembilan murid melingkari kubangan air, diposisi berdirinya Rahsya menyembunyikan sepasang tangannya ke saku almamater, mengamati Naura mengukur ranting kayu sepanjang lengan.

"Seragam Lo bernoda," ucap Gibran disela kegiatannya menyingkap dedaunan, mencari benda keras untuk dipungut.

Naura menatap kemeja putih bagian dimaksud, kulit ranting menggoreskan noda tanahnya.

"Dikit kok, nanti juga dicuci bersih. Gib, bantuin gue patahin ranting, susah." Naura menyodorkan ranting.

"Potongnya segimana?" tanya Gibran.

"Lupa belum dikasih tanda. Lo ulang ukur aja di lengan gue," balas Naura.

Gibran memegang kayu, mensejajarkan benda panjang ke lengan Naura dan melayangkan sebuah pertanyaan. "Udah punya pacar?"

"Emang kenapa?" balik tanya Naura.

"Nanya aja. Eh, lain waktu abis bubar jam kelas, kita ke ruang musik, yuk?"

"Jauh enggak ruangannya?" Naura memastikan.

"Deket. Atau gini aja sepulang dari kelas, Lo balik ke asrama putri ganti baju dulu udah itu tungguin gue di pintu gerbang nanti gue jemput."

"Ide bagus kalau gitu gue terima ajakan Lo," setuju Naura.

Kayu dipatahkan Gibran dengan mudah menggunakan lutut kakinya lalu menyerahkannya kepada Naura.

Memastikan semua sudah bergabung, Rahsya meminta ranting kayu ditangan Naura.

"Perhatikan baik-baik!" ujar Rahsya mencelupkan ranting ke genangan air.

"Ngocek-ngocek doang gue juga bisa kali! Mana bencana buatannya?" ledek Kevin tidak sabar.

Rahsya mengacuhkan ocehan tidak berguna Kevin lalu mengangkat tongkat ke daratan, melihat garis basahnya dan diam-diam menerka angka kedalaman kubangan tersebut.

"Tugas untuk ketua cerewet, gue butuh tenaga Lo, tolong gali tanah di ujung dinding genangan sebelah situ, bentuk jadi aliran kecil. Abis itu, Dimas bendung mulut sungai kecilnya pake apalah terserah yang penting airnya menggenang. Oke?" perintah Rahsya.

"Okey!"

Kevin melerai almamaternya, beranjak mendekati Naura. "Jodoh, titip jas gue, nih."

"Pegangin enggak akan lama kok," dukung Adara.

"Sini." Naura mengambil almamater dan melipatnya.

"Buru Vin!" panggil Dimas meninggikan intonasi.

"Oke, gue percepat!" semangat Kevin gegas mencakar tanah membuat garis lurus agak cukup panjang sehingga air dari kubangan secara otomatis mengalir mengikuti celah.

"Tutup Dim!" suruh Kevin.

Dimas meloncat ke ujung, membungkuk badan cekatan menambal mulut aliran menggunakan tanah.

"Kocak, banjir duluan!" ketawa Gibran melihat genangan buatan, airnya meluap naik kepermukaan.

"Salah step," gumam Rahsya menonton kekacauan.

"Harusnya sebelum air menggenang bikin tanggulnya dulu, kasih lubang di bendungannya abis itu baru luncurin air," kritik Naura.

"Intinya tetap sama," celetuk Rahsya ikutan membungkuk di sisi Dimas.

"Gib, perkuat bendungannya pakai batu," titah Rahsya.

Gibran menghampiri, menyusun batu di luar tanggul. Sedangkan Kevin tiada henti menembok sisi-sisi anak sungainya yang luntur terkena luruhan air.

Rahsya mematahkan ranting kecil lalu membuat lubang di tengah-tengah bendungan yang tidak ditambal batu oleh Gibran.

"Iyuuuh, airnya keruh banget!" jijik Adara menutup lubang hidung.

"Sini turun," ajak Rahsya.

"Ih, enggak mau Rahsya!" rengek Adara.

"Lebay," lirih Naura.

"Kayaknya seru, main lemparan lumpur ke kalian semua?" usul Kevin menoleh sebentar ke arah Naura berharap diperhatikan.

"Ogah, seragam gue bisa kotor!"

"Malas diceramahin bu Salma, emang Lo mau dijemur di bawah trik matahari?"

"Jangan ngadi-ngadi. Kemarin aja gara-gara Lo berulah, kita semua nyuci almamater berjamaah!"

"Ketua, please hapus niat Lo main kotor-kotoran, kasihan teman-teman yang lain termasuk gue," mohon Adara mewakili beberapa orang seperti Kinan diam mematung.

"Tenang gue cuma bercanda," kekeh Kevin.

*

Mulut Rahsya berkicau panjang lebar menjelaskan hasil praktikum tadi bersama timnya, tanpa jeda. Membuat kesebelas temannya yang berdiri sembari menyatat, uring-uringan.

"Kereta api masih untung ada pemberhentian di stasiun, Lo suka banget bikin orang frustasi!" pusing Kevin menyerah mencatat.

"Santai dikit dong ngejelasinnya kayak dikejar maung aja Lo! Pegal tangan gue!" keluh Kinan.

"Untaian kalimat kamu enggak sanggup aku kejar. Tangan aku sampai lecet," melas Adara.

"Sumpah berasa cosplay jadi wartawan, pening kepala gue nyimak Lo, nyenyenyenyenye!" cibir Gibran merosotkan lutut.

"Nyerah aja lah, Rahsya emang nyebelin."

"Duduk gih, capek!"

"Biarin dia ngomong sendiri sampai berbusa, siapa tahu mabuk."

"Ada-ada aja Lo, umumnya orang mabuk minum wine, ini mabuk gara-gara kasih materi."

Gibran tertawa ngikngik menyimak kekesalan teman-temannya yang bernasib sama malang sepertinya merasakan kejengkelan terhadap Rahsya.

"Kaki Lo enggak kesemutan? Sini duduk yang lain aja tepar sebelum Rahsya beres celoteh," ajak Dimas menoel tulang kering sebelah kaki siswi anteng menorehkan tinta pena di buku.

"Gue istirahat selesai nyatet," putus Naura, kecepatan tangannya mengejar penjelasan keluar dari mulut cowok menyebalkan di depannya.

Rahsya tidak menghiraukan kondisi teman-temannya sekalipun lelah mereka mencapai batas, tugasnya cukup menerangkan materi hingga selesai pada kesimpulan.

"Tunggu—"

Naura kesulitan protes dikarenakan tangannya sibuk mengimbangi perkataan Rahsya. Banyak coretan di bukunya ketika salah menulis namun situasi memaksanya mengabaikan hal itu.

"Demikian bencana dapat terjadi."

Bersamaan dengan Rahsya selesai bicara, Naura menjatuhkan pena dan bukunya.

"Eeehhhh!"

Teriak kesepuluh siswa-siswi menggema kaget melihat Naura hilang keseimbangan dan jatuh ke pelukan satu cowok.

"Pelukan dambaan gue!" pekik Adara.