"Selain peristiwa tidak terduga dan tidak diinginkan yang mengakibatkan kerugian bagi manusia, kerusakan terhadap lingkungan. Coba kalian berikan pemahaman menurut masing-masing tentang arti bencana!" lantang Bu Salma.
Naura mengangkat tangan. "Bencana adalah sesuatu sebab disengaja atau tidak akibat adanya perbuatan campur tangan manusia!"
Kevin menoleh kaget tanpa pikir panjang ikut mengacungkan jari. "Bencana adalah sesuatu hanya Tuhan yang tahu!"
"Bencana adalah suatu hal yang masih bisa dipastikan kapan akan terjadinya, setelah manusia melakukan observasi terlebih dahulu menggunakan alat pendeteksi khusus, juga sesuatu sulit dihindari karena bencana merupakan teman setia alam yang mustahil bisa kita cegah terjadinya kalau alam sudah berhendak," timpal Rahsya.
"Bencana adalah menakutkan!" sambung Adara mengangkat tangan.
Murid lainnya mengangguk-angguk memilah salah satu pengertian mendekati paling tepat dari jawaban keempat orang tersebut.
"Kevin, jelaskan pendapatmu, kenapa bencana hanya Tuhan yang tahu?" tanya Bu Salma.
"Karena Tuhan pencipta alam semesta enggak ada yang mustahil di dunia ini kalau Tuhan sudah berkata "Kun", maka jadilah. Misalnya di suatu daerah bencana sudah ditetapkan terjadi gempa, guncangan pun terjadi," jawab Kevin.
"Seratus point' untuk Kevin," ucap Bu Salma.
"Ketua gitu lho!" sombong Kevin menepuk dada.
"Selanjutnya Naura, berikan contoh bencana alam yang ada campur tangannya manusia," pinta Bu Salma.
"Membuang sampah sembarangan ke selokan mengakibatkan tersumbatnya pipa sehingga air meluap ke daratan menjadi banjir," jawab Naura.
"Seratus untuk kamu," bangga Bu Salma.
"Makasih, Bu."
"Berikutnya Adara, di mana letak mengerikannya ketika terjadi bencana?" lanjut Bu Salma.
"Dampak dari bencananya sendiri, Bu." Singkat Adara.
"Seratus." Bu Salma menambahkan nilai plus di agendanya.
"Supaya kalian memahami materi semester dua ini, sekarang dipandu oleh Rahsya, kalian turun keluar untuk belajar detail tentang peristiwa bencana!" seru Bu Salma menutup buku geografi.
"Bawa catatan, Bu?" tanya Rahsya sudah siap menggantikan peran gurunya.
"Seperti biasa tetap bawa nanti tiba di lokasi, kamu kasih lihat prakteknya ke teman-teman terus jelaskan, selesai itu kumpulkan ke saya," urai Bu Salma.
Bingung mencerna situasi mendadak jungkir balik, Naura bengong menatap Rahsya memimpin kegiatan tugas ngajar-mengajar Bu Salma.
*
Adara menyalip beberapa orang di depannya lalu memeluk mesra lengan kiri pemandu perjalanan.
"Abis praktek aku minjam buku kamu, tanganku lagi mager nulis," kata Adara.
"Lihat catatan orang lain aja rencananya aku juga mau nyalin dari buku Naura," balas Rahsya.
"Cewek baru itu? Kenapa enggak minjam milik Gibran?" tanya Adara.
"Enggak tahu. Lagi pengen aja minjam catatan punya anak baru."
Kepala Adara setengah nengok ke belakang melihat siswi baru bercengkrama seru dengan Gibran, Kevin, serta Kinan.
"Kamu enggak naruh perasaan suka sama Naura?" cemas Adara.
"Semoga enggak," acuh Rahsya.
Sedangkan di posisi belakang, obrolan keempat murid merambat ketopik perang tebak-tebakan.
"Tumbuhan apa yang mirip payung?" cetus Kinan.
"Gayung!" tebak Kevin.
"Itu benda dodol, bukan tumbuhan!" ralat Gibran.
"Jawaban Lo rubah huruf depan doang jadi gayung, salah!" kata Kinan.
"Jamur?" tebak Naura.
"Benar!" pekik Kinan memeluk gembira pada teman pintarnya.
"Emang jamur tumbuhan? Perasaan sayuran, deh!" sanggah Kevin.
"Sayuran perasaan Lo, perasaan gue jamur bahan tambahan seblak, Lo pernah nyobain seblak campur jamur onoki?" Gibran merangkul bahu Kevin.
"Jamur Enoki, Gib!" koreksi Kinan.
"Heem jamur itu maksud gue."
"Belum nyobain," geleng Kevin.
"Lezat tahu! Rekomen buat Lo harus nyicip soalnya enaknya bikin nagih!" saran Naura.
Nada antusias Naura kedengaran sampai barisan depan membuat Rahsya mengukir senyum mencari makna kata diakhir kalimat. 'Nagih'. Apanya yang bikin nagih?
Perjalanan rombongan kelas Xl A, memasuki setengah perut hutan Chaise. Naura mengernyit dahi mengamati keadaan di sekeliling.
"Guys! Dengarin gue, harap simpan dulu alat tulis kalian menjadi satu tumpukan udah itu ikutin gue ke sini," perintah Rahsya seraya membebaskan lengan dari kalengan Adara, dan menyambung langkah mendekati genangan air di bawah akar pohon besar yang jaraknya tidak jauh dengan tempat teman-temannya berada.
Naura menaruh asal pena dan bukunya lalu berlari kecil menghampiri Rahsya.
"Kenapa kami di bawa ke hutan? Lo menyalahi aturan apa kata bu guru," protes Naura.
"Siapa yang menyalahi aturan? Gue menuruti instruksi bu Salma," balas Rahsya.
"Jelas-jelas Lo menyalahi, seharusnya lapangan prakteknya enggak di sini," tegas Naura berusaha meluruskan kekeliruan.
Melihat teman-temannya asyik menertawai entah hal lucu apa, Rahsya tidak perduli dan memojokkan Naura ke batang pohon besar di dekatnya.
Perlakuan Rahsya sungguh mengagetkan membuat Naura menahan nafas saat first kiss nya dicuri tanpa aba-aba.
"Ini baru dinamakan menyalahi aturan," seringai Rahsya setelah mencumbu singkat.
Kesadaran Naura terenggut, tangannya terangkat siap memberi tamparan namun Rahsya menangkap pergelangannya dengan sangat cepat.
"Berani tampar, hati Lo jadi tawanan gue," peringat Rahsya, dingin.
"Gue enggak takut!" desis Naura, pelan.
"Lo nantangin? Ya udah, semoga berhasil enggak duluan jatuh hati ke gue," bisik Rahsya lalu menarik pelan tangan Naura membantunya agar tidak tergelincir menginjak lumut di permukaan tanah.
Nauran tertegun merasakan usapan lembut pada pergelangan tangannya.
"Ekhem!" deham Kevin.
Rahsya menyungging senyum sengaja meniup bekas merah cengkraman jemarinya di kulit pergelangan Naura.
"Jodoh orang jangan diembat!" sindir Kevin.
"Kulit Naura digigit semut," gumam Rahsya.
Naura membelalak mata ingin rasanya mencakar wajah cowok sudah berbohong itu.
"Digigit semut! Ampun, coba gue lihat!" panik Kinan menarik Naura kesampingnya.
"Gue enggak papa," ucap Naura sambil menyentuh bibir.