Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 3 - Bab 3

Chapter 3 - Bab 3

Nafas Naura menderu tak karuan kian tak menyadari memeluk erat cowok asing penyebabnya hampir kehilangan nyawa.

"G–gue selamat," cicit Naura.

Rahsya menarik mundur perlahan, membawa Naura ke dekapan.

"Sorry. Gue iseng jahilin Lo," bisik Rahsya tak bersalah.

Naura mencubit keras perut Rahsya membuat korban cubitan meringis kesakitan.

"Enggak waras Lo, gue bisa masuk rumah sakit karena ulah kejahilan Lo! Siap Lo biayain pengobatan gue seandainya beneran terjun bebas?!" marah Naura.

"Ya enggak," santai Rahsya.

"Makanya jaga sikap!" ujar Naura menginjak sebelah kaki Rahsya lalu mendorongnya menjauh.

Punggung Rahsya menghantam keras tembok di belakangnya, matanya refleks terpejam menikmati kengiluan pada sendi-sendi tulang.

*

Kevin menunduk gusar di depan wali kelas, manggut-manggut mengiyakan kemarahan Bu Salma.

"Capek ngomong sama kamu, bandel. Sekarang ambil buku paketnya," titah Bu Salma.

"Siap, Bu."

Gibran cekikikan geli menyaksikan Kevin pergi memasang wajah kecut.

"Rasain!" lirih Gibran.

Pintu di belakang punggungnya ditarik tutup, Kevin menghembus kasar membendung puncak kekesalan tidak terlampiaskan.

"Bu Salma enggak salah nilai, gue emang nakal. Argh! Kenapa sulit banget merubah sikap! Kalau perilaku gue jelek gini mana bisa gue geser level Rahsya ke nol besar. Selama ini, gue jatuh bangun demi dapatin gelar ketua kelas karena apa? Karena gue mau jadi juara kelas. Rahsya, Rahsya, dan Rahsya! Semua mulut doyan banget sebut namanya," gerutu Kevin.

Remaja memakai almamater abu, menjambak rambut frustasi, kepala dan hatinya panas memikirkan keunggulan Rahsya.

Kevin mengeraskan rahang sembari menurunkan tangan kesisi badan melihat Rahsya kembali dengan tangan kosong.

"Lo punya dendam kesumat apa sama gue hingga segini teganya laporan ke Bu Salma," tanya Kevin.

"Perasaan Lo aja ngerasa gue benci sama Lo," jawab Rahsya.

Naura mematung di tengah-tengah dua cowok tengah berselisih, celingak-celinguk bergantian menatap siswa yang berdiri di depan—belakangnya.

"Feeling gue enggak meleset, jawaban Lo pasti gitu-gitu aja kenapa enggak terus-terang coba ungkapin unek-unek di hati Lo, kalau Lo iri ke gue?" tuduh Kevin.

Rahsya memasukkan kedua belah tangan ke saku celana, tersenyum malas meladeni pemimpin kelas.

Seolah membenarkan, Rahsya membalas, "Gue bayar SPP bukan mentah-mentah mau jadi tangan kaki Lo, bersaing secara sehat enggak mengurangi kadar kecerdasan, Lo, kan?"

Mata Kevin memancarkan kilatan api kemarahan, argumen Rahsya sempurna membuntukan pikiran. Gagal menjatuhkan lawannya, Kevin melengos pergi.

"Ganteng-ganteng debat," gumam Naura.

"Tipikal cowok idaman Lo minus tempramen?" tembak Rahsya.

"Apa? Lo mau daftar jadi kandidat calon suami gue?" sahut Naura.

"Enggak."

"Mana kelas gue?" tanya Naura menolehkan wajah.

"Depan Lo," Rahsya menggerakkan dagu.

Naura hendak menggapai gagang pintu namun pergelangan tangannya dicekal Rahsya.

Naura menepis jemari Rahsya, menatap kurang suka. "Lo cowok pertama nyebelin di kamus gue," ungkapnya sinis.

"Ngambek gara-gara gue nolak jadi calon suami, Lo? Baper," ledek Rahsya.

"Lo ngatain gue baper? Enggak berkelas banget dibaperin sama Lo, lepas!" Naura menghempas tangan, memutar handle pintu, melesak masuk ke ruangan.

Pasang mata penghuni kelas Xl A, terpaku memandang paras cantik teman baru mereka.

"Perkenalkan dirimu, Nak," intrupsi Bu Salma.

"Hai, semuanya! Aku pindahan sekolah asal SMA Trimaran, Jakarta Selatan. Kalian bisa panggil aku, Naura. Aku harap kita menjalin pertemanan dengan baik, cukup itu aja yang aku sampaikan, terimakasih atas waktu dan perhatiannya," tutur Naura diakhiri sebaris senyum.

"Salam kenal Naura!" sahut kesembilan murid campuran cowok-cewek.

Gibran mengambil gitar disandaran tembok dan memetik senar.

🎵 Pertemuanku denganmu jatuh cinta pandangan pertama ...

Betapa senangnya hatiku melihatmu, tersenyum bak gula ...

Ijinkan aku mengenalmu ... sedalam samudera 🎵

Nyanyi Gibran asal-asalan tetapi menyesuaikan instrumen buatannya. Matanya menatap kagum sosok indah di depan kelas.

"Cieee, gombalan maut ala penyanyi dadakan, mesranya nyentil ke hati!"

"Ceritanya Lo nembak, Gib? Mantap liriknya sesuai situasi!"

"Gimana tuh, hari pertama Naura pindah sekolah ditembak Gibran, terima enggak?"

"Terima! Terima! Terima!"

Seruan heboh satu kelas memohon Naura agar menerima Gibran.

Rahsya diam-diam menguping di balik dinding luar, kepalanya menoleh ke kejauhan lorong, Kevin telah kembali.

"Ngapain Lo di luar, kena hukum Bu Salma?" terka Kevin begitu sejajar dengan rekan belajar.

"Nunggu Lo," bohong Rahsya membawa alih setengah buku paket.

"Cih, sok nungguin gue. Nih, sekalian bawa semua!" titah Kevin.

"Lo siapa nyuruh-nyuruh gue? Bawa aja sendiri," tolak Rahsya lantas mendorong pintu menggunakan kaki.

"Asem!" maki Kevin.

Naura membuka mulut ingin memberi jawaban pada teman-temannya tetapi urung ketika Rahsya nyelonong masuk disusul Kevin.

"Maaf Bu terlambat, Kevin nya ngaret di perpustakaan," ucap Rahsya seraya membagikan buku kepada teman-teman.

"Bohong Bu, orang saya ambilnya sendiri! Dia enak-enakan nunggu di—"

"Depan perpustakaan," sela Rahsya memotong protesan Kevin.

Dengusan Kevin keras terdengar membuat teman-temannya saling pandang.

Rahsya mencuri pandang ke belakang, di mana Naura cemberut.

"Naura?" panggil Bu Salma.

Naura menoleh. "Ada apa, Bu?"

"Cari tempat duduk. Kita akan mulai materi pembelajaran," kata Bu Salma.

Naura menyapu seisi ruangan, menemukan kursi kosong paling sudut.

Tiap Naura mematri langkah, Rahsya mengawasi di mana berakhirnya henti.

"Hei, jodoh ketua! Itu bangku gue!" seru Kevin.

Memutar tubuh, Naura menunjuk ransel tergeletak di atas meja. "Lo pemilik kursi kosong sebelah tas ini?"

"Yup, benar."

Kevin menabrak bahu Rahsya seraya melempar senyuman tipis memamerkan keakrabannya dengan Naura.

"Dia jodoh gue," bisik Kevin, kemudian mendekati gadis di seberangnya.

Membuang muka mengetahui Naura di samping Kevin. Rahsya beranjak ke bangku memasang ekspresi dingin.