Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 2 - Bab 2

Chapter 2 - Bab 2

Mobil silver memasuki halaman Asrama Nusa Bangsa. Gadis lengkap memakai seragam lamanya, perlahan turun bersama seorang pria.

"Kita ke ruang kepsek, nyerahin berkas-berkas pindahan kamu," kata pria jangkung.

"Iya, Pa."

Sepanjang perjalanan mencari ruang kepala sekolah, anak dan papa itu sekejap jadi pusat atensi murid-murid di sekeliling.

"Naura, bertemanlah dengan siapapun asal tidak melupakan aturan keluarga kita. Jangan dekati pergaulan bebas supaya kamu tidak terjebak masalah orang lain," nasehat Papa.

Gadis berjalan tegak dengan dagu terangkat penuh percaya diri membalas, "Aku mengerti."

"Belajarnya tingkatkan lagi, pertahankan peringkat satu yang kamu miliki jangan sampai Papa sia-sia pindahin kamu ke sekolah ini. Minimal banggakan orangtua, harumkan nama sekolah barumu dengan menyumbangkan medali atas prestasi kamu," jelas Papa.

"Calon gebetan gue!"

"Enak aja calon istri gue, itu!"

"Elah, sok-sokan merebutin, gue pawang sejatinya!"

"Huuuh!"

Sahutan menggoda beberapa anak cowok dari tempatnya nongkrong membuat Naura menoleh sekilas, serentak para cowok salah tingkah.

"Hentikan menoleh ke sana kemari Naura," ucap papanya.

Senyum Naura terbit tatkala teman-teman barunya menerima hangat kehadirannya di Nusa Bangsa.

"Aku tidak akan menyesal melanjutkan sekolah di sini," yakin Naura seraya meluruskan pandangan.

*

Alarm sekolah berbunyi nyaring menginterupsi seluruh murid segera memasuki kelas masing-masing.

"Untung perut gue udah kenyang, enggak perlu was-was lagi nunggu jam istirahat," lega Kinan.

"Enak banget bakso uratnya, entar istirahat kita nyobain menu baru," gumam Adara kentara sekali menyukai makanan serba kuah.

"Sekarang kamu sama Kinan duluan masuk, Kevin ngechat aku minta pergi ke perpustakaan ambil buku paket geografi," kata Rahsya pelan-pelan membantu Adara bangkit.

"Ketua apaan sukanya nyuruh-nyuruh, Lo enggak ada niatan marahin Kevin? Seenaknya dia asal nyuruh," dumel Kinan jauh dilubuk hati tidak terima Rahsya disuruh-suruh seperti babu.

"Gue enggak keberatan," balas Rahsya.

Kinan memutar bola matanya jengah, Rahsya terlalu baik sehingga oke-oke saja ketika dimanfaatkan.

"Kalau banyak bawa bukunya chat aku aja nanti di kelas aku suruh Gibran bantuin kamu," pesan Adara membelai lembut pipi mulus tak berjerawat milik Rahsya.

"Enggak perlu," larang Rahsya sambil menurunkan tangan Adara. "Aku pamit." Imbuhnya.

Kepergian Rahsya diperhatikan Kinan dan Adara, setelah kantin kosong pengunjung barulah dua gadis itu memutuskan menuju kelas.

Usai mendaftar, Naura mencium punggung tangan papanya di depan pintu ruang kepsek sebagai tanda perpisahan.

"Makasih udah mengurus keperluan sekolahku, Pa," ucap Naura.

"Jangan bilang terimakasih, kamu adalah putri Papa sudah kewajiban orangtua memenuhi kebutuhan anaknya. Naura, ingat pesan penting Papa, jauhi pergaulan bebas."

Naura memeluk papanya dan mengangguk mematuhi peraturan.

"Hati-hati di jalan, Pa," tandas Naura melerai peluk.

"Kamu juga jaga diri baik-baik."

Papanya melangkah jauh hingga hilang di telan belokan.

"Mari Naura ikut saya ke kelas," ajak Bu Salma yang menjadi wali kelas Xl.

Naura mengikuti jejak wanita di depannya, membawa kakinya berpindah menginjak gedung bertingkat lima.

"Sekolah kami memakai system beda gedung beda fungisinya. Bangunan ini tempat khusus belajar seluruh murid, lantai satu ditempati kelas sepuluh, lantai dua untuk kelas sebelas, lantai tiga untuk kakak kelas dua belas. Sementara perpustakaan, lab kimia, lab komputer dan gedung lainnya terpisah," terang Bu Salma.

"Saya lihat gedung ini memiliki lima lantai. Ibu enggak bilang lantai empat dan terakhir digunakan buat apa?" koreksi Naura.

"Oh, lantai empat adalah kantin, sedangkan lantai paling atas itu rooptof tanpa atap," jawab Bu Salma.

"Apakah ada larangan jangan bawa makanan ke rooptof, Bu?" lanjut Naura.

"Ada. Sejak dulu tidak diperbolehkan bagi warga sekolah menikmati makanan di sana, kalau mau ke rooptof cukup lepas penat atau rasa jenuh saja, itu sudah cukup," jelas Bu Salma.

"Dimengerti Bu," ucap Naura.

Bu Salma menjeda langkah di undakan ujung tangga menuju lantai dua membuat Naura di belakangnya berhenti di tengah-tengah anak tangga.

"Rahsya mau ke mana? Bell kelas udah bunyi beberapa menit, sekarang jam pertama pelajaran Ibu, balik arah, masuk ke ruangan!" tegur Bu Salma.

"Mau ke perpustakaan, Bu. Buku paketnya belum tersedia," alasan Rahsya.

"Lho, saya udah perintah Kevin sekitar beberapa menit lalu sebelum bell bunyi buat ambil buku," bingung Bu Salma.

"Kevin share pesan Ibu ke room chat saya," lapor Rahsya merogoh ponsel menekan ikon hijau dan menunjukkan bukti.

"Pinjam handphonemu," geram Bu Salma merebut benda canggih peserta didiknya, lalu menengok siswi di belakangnya.

"Ikuti saya masuk," sambung Bu Salma.

"Iya, Bu," angguk Naura.

Wanita bersetelan dinas pendidikan melangkah buru-buru, Naura tidak memperdulikan siswa di hadapannya dan mengayunkan kaki siap pergi, namun Rahsya berhasil menahannya kabur.

"Lo pindahan?" basa-basi Rahsya melirik atribut logo sekolah terpasang di bahu kanan Naura.

"Iya."

Rahsya mengikis jarak sehingga pijakan Naura perlahan mundur.

"Stop mende—aaa!" pekikan Naura mengudara terbang.

Cekatan Rahsya mencengkeram besi pembatas tangga, tangan bebas lainnya meraih pinggang ramping gadis nyaris jatuh terpeleset.