Aku terjebak di dalam es, membeku dengan tatapan kosong tanpa pemikiran lain, ibu…apa aku gagal?.
"kamu tidak gagal, Ryan" tiba-tiba saja suara lembut dan indah itu terdengar di ikuti dengan sosok Wanita cantik dengan rambut Panjang yang indah berjalan mendekati ku dengan badai yang sangat kencang, aku hanya diam karena membeku.
"kalo pun kamu gagal" Wanita itu menyentuh pipi ku dengan lembut. Ibu…apa itu ibu? Aku hanya melihat bayang-bayang Wanita itu hawanya?, apa itu ibu?.
"kau adalah anakku yang hebat" Wanita itu menempelkan keningnya di keningku, rasanya hangat sangat hangat, seperti nafas ibu yang lembut.
"ibu…" suaraku lirih di ikuti dengan es yang menghilang tubuhku dingin aku memegang pergelangan tangan ibuku dan terjatuh.
"ibu ada di sini" ucap ibuku sambil memeluk ku saat suhu tubuhku sangat rendah, ibu meletakkan kepalaku di pangkuannya sambil mengusap kepalaku dengan lembut.
"ibu..maafkan aku.." aku menatap wajah ibu dengan mata yang sayu, ibu tidak menjawab dan masih mengusap kepalaku dengan lembut bahkan tersenyum dengan indah.
"maaf untuk apa?" ibu bertanya dengan tatapan yang sangat hangat.
"a..aku membunuh" aku berbicara dengan sangat lirih. Aku mengecewakanmu bu, aku tidak bisa menjadi orang yang baik untuk Ryon, aku menatap mata ibu lekat-lekat.
"Kau membunuh karena terpaksa kan, Nak? Apa itu yang kau inginkan?" ibu menatapku dengan tatapan hangatnya.
"apa kau senang saat membunuh?" ibu bertanya lagi, aku menatap ibu dengan mata yang berbinar. Aku..aku emang enggak mau membunuh, aku tidak suka membunuh kenapa harus membunuh … membunuh bukan Tindakan yang baik, aku..aku Lelah …, aku hanya menatap ibu tidak menjawab pertanyaan nya.
"dengar kata-kata ibu ya…" ibu menatap langit biru yang indah dan badai yang mereda.
"ibu tau kau bukan orang yang akan melakukan pembunuhan, kau bukan orang se-tegaan itu untuk membunuh orang, kau terlalu baik untuk menjadi seorang iblis" ibu mengusap kepalaku dengan lembut.
"kau adalah anak yang dingin pendiam dan sangat baik, kau hanya tidak tau caranya mengeluarkan emosi bukan" ibu berbicara lagi, memang benar selama ini aku tidak pernah mengeluarkan emosi.
"aku tau apa yang kau rasakan jika kau mengelaurkan emosimu, Nak" ibu mengusap kepala ku dengan sangat lembut dan bahkan bersenandung di ikuti dengan sebuah butiran es yang membentuk orang dan sebuah visual masa lalu.
"ibu akan menunjukkanmu sebuah kisah awal mula Knight dan Winter bermusuhan" ibu berbicara sambil menatapku yang mengubah posisiku menjadi duduk di hadapan ibuku.
"semoga dengan ini kau bisa tau yang mana yang benar dan yang mana yang salah" ibu berbicara di ikuti dengan sebuah serpihan yang rabuh di belakangku, seperti dimensi yang pecah.
"semoga berhasil " ibu berbicara di ikuti dengan ibu yang mendorongku masuk ke serpihan dimensi yang pecah itu, aku hanya tercengang karena itu aku terjatuh dan hanya melihat Cahaya dan wajah ibuku yang makin mengecil dengan wajah ibuku yang tersenyum dan mengucakan kata-kata, kata-kata apa itu..apa itu Arthur?, serius Arthur…apa hubungannya masa lalu dengan Arthur?, memang harus ku cari tau.
Tiba-tiba saja aku mellihat Cahaya, eh..firasatku enggak enak, loh arwah. Aku kaget saat melihat tanganku yang tempus saat memegang dinding sebuah Kerajaan, aku terjatuh.
"tuan Arthur serius ingin memilih dua anak dari keluarga Knight dan Winter" ucap seseorang di ruangan kerja Arthur, aku hanya melihat mereka melalui jendela.
"aku serius..lagipula aku merasakan harus ada yang menjaga pedang itu" orang itu yang di panggil Arthur menjawab sambil melihat pedang Excalibur yang tertancap di batu yang di pagar.
"eh..tapi kan pedang itu tidak akan terlepas sampai orang yang di tunjuk untuk mewarisimu dating" orang itu berbicara lagi,.
"memang hanya saja, aku merasakan ada aura yang menyeramkan dan juga setiap berjalan nya waktu pasti pedang itu akan di tangan yang salah jika tidak memilih penjaga pedang itu dengan benar" Arthur menjelaskan.
"jadi..maksudmu, orang terpilih itu bisa jadi orang jahat?" orang yang di depan Arthur itu tidak tau apa yang di pikirkan Arthur.
"enggak sih Cuma kek, ayolah masa aku tidak boleh mendidik seorang anak untuk menjaga pedang itu" Arthur berbicara lagi.
Tunggu nada bicara itu, ternyata orang menyebalkan itu Arthur?.
"jadi gimana Alasanmu" orang itu bertanya lagi.
"ya aku tau Merlin hanya saja, aku merasa aku butuh seseorang yang bisa melanjutkan tekatku dan juga aku ingin bisa anak-anak didikan ku menjadi dua keluarga Kerajaan besar yang masih bertahan dan akur bahkan bisa memperkenalkan sejarah..kepada generasi mendatang" Arthur berbicara dengan hati yang besar.
"baiklah aku akan mencarinya".
"tolong cari 2 anak saja, seleksi ya…" Arthur berbicara, sepertinya Arthur hanya ingin memilih orang yang bener bener melambangkan dirinya.
"kau sudah melihatnya" tiba-tiba saja suara menyebalkan itu mucul di belakangku.
"ya ampun…" aku menatap dengan tatapan kosong.
"kau Arthur kan?" aku bertanya dengan polos.
"ya Aku Arthur " Arthur menjawab, tubuhnya tampak sama sepertiku Arwah.
"gimana menikmati?" Arthur bertanya sambil menatapku dengan tatapannya yang menyebalkan.
"ya..hanya saja aku ingin mengetahui lanjutannya" ucapku sambil melihat sekeliling.
"kau akan lihat" Arthur berbicara dan terlihat ada retakan dimensi.
"kau ak-" aku di dorong masuk paksa ke retakan dimensi itu yang gelap tanpa Cahaya.
"yang benar saja" komentarku sambil melihat sekeliling yang hitam di ikuti dengan Visual yang langsung menghantamku, udara yang segar dan pemandangan indah datang terlihat istana yang tinggi dan ada bendera dengan lambang Knight yang masih utuh membuatku langsung masuk ke bangunan istana itu.
"nak..kamu mau ikut?" seorang ratu cantik itu bertanya ke perempuannya yang cantik dan penuh semangat.
"ikut apa bu?" tanya anak itu kepada ibunya, Aku hanya menatap mereka berdua, sang anak mendekat dan berbicara.
"apa maksud itu tentang Arthur ingin memilih anak untuk di didik?".
"iya benar Vivina " ucap sang ibu dan terlihat satu gadis pemalu mendekati.
"wah Elisa sudah main di luarnya?" sang ibu itu mengusap kepala gadis pemalu itu.
"udah bu" Elisa menjawab sambil menatap ibunya.
"dek doakan kakak terpilih ya?" Vivina menatap Elisa dengan tatapan membara dan semangat yang besar.
"eh..mau kemana kak?" Elisa bingung karena sang kakak sangat bersemangat sampai membuat aura membara di sekelilingnya.
" kakak ingin mendaftarkan diri untuk ikut pelatihan pedang Arthur" Vivina menjawab dengan wajah yang sangat berapi-api.
"ow..semangat kak, kakak pasti bisa" Elisa menatap sang kakak dan menyemangatinya berusaha mengimbangi sikap kakaknya yang membara itu.
"kau sangat lucu jika ikut membara dek" sang kakak tertawa karena melihat Elisa yang mengikuti semangatnya yang membara.