Di sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh hutan lebat dan kabut tebal, sekelompok teman Naya si Indigo, Rizky si Logis, dan Dimas si Teknotrat mendengar rumor yang membuat bulu kuduk mereka meremang. Rumah sakit tua yang masih aktif beroperasi konon dihuni oleh arwah gentayangan. Banyak orang yang mengaku melihat penampakan dan mendengar suara-suara aneh di sana. Cerita-cerita ini menjadi perbincangan hangat di kalangan warga, terutama di warung kopi tempat mereka biasa berkumpul.
Suatu malam, saat mereka duduk bersama di warung, Naya mengungkapkan keinginannya. "Aku ingin mendaftar sebagai perawat di rumah sakit itu," katanya dengan semangat. Rizky, yang selalu mencari penjelasan logis, mencibir. "Mungkin itu bukan ide terbaik, Naya. Kita harus mencari bukti sebelum percaya pada cerita-cerita hantu."
Dimas tampak tertarik dan berkata, "Tapi jika Naya jadi perawat, kita bisa lebih dekat dengan pasien dan mungkin bisa membantu hantu-hantu itu menemukan kedamaian." Naya setuju dan memutuskan untuk mendaftar sebagai perawat.
Sementara itu, Rizky dan Dimas memutuskan untuk mendaftar sebagai janitor. "Rumah sakit ini juga membutuhkan janitor," kata Rizky. "Kita bisa menyelidiki dari sudut pandang yang berbeda." Dimas mengangguk setuju, "Kita bisa membersihkan tempat-tempat yang angker sambil mencari tahu lebih banyak tentang hantu-hantu itu."
Keesokan harinya, Naya pergi ke rumah sakit untuk mendaftar sebagai perawat. Saat memasuki gedung tua yang masih berfungsi sebagai fasilitas kesehatan, suasana mencekam langsung menyergapnya. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan cat yang mengelupas, dan jendela-jendela berdebu menambah kesan angker. Namun, semangatnya tidak surut.
Setelah mengisi formulir pendaftaran dan menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan seperti ijazah keperawatan dan surat lamaran Naya merasa bersemangat untuk memulai karier barunya. Dia berharap bisa membantu pasien sekaligus mencari tahu lebih banyak tentang hantu-hantu yang menghantui rumah sakit itu.
Sementara itu, Rizky dan Dimas juga menyelesaikan pendaftaran mereka sebagai janitor. Mereka bertiga bertemu kembali setelah proses pendaftaran selesai. "Bagaimana? Sudah resmi?" tanya Dimas kepada Naya. "Ya! Aku mulai besok," jawab Naya dengan senyum lebar.
Sebelum mulai bekerja, mereka bertemu dengan seorang warga setempat bernama Pak Joko. Ia adalah seorang pensiunan perawat yang pernah bekerja di rumah sakit itu selama lebih dari dua puluh tahun. Dengan suara bergetar dan mata yang penuh kenangan pahit, Pak Joko menceritakan pengalamannya.
"Saya sering melihat sosok-sosok yang tidak seharusnya ada," katanya sambil mengingat masa lalunya. "Salah satunya adalah seorang perempuan muda bernama Rina. Dia adalah pasien yang meninggal setelah mengalami komplikasi yang tidak terduga. Sejak saat itu, saya merasa ada sesuatu yang tidak beres di rumah sakit ini."
Pak Joko melanjutkan dengan ekspresi serius, "Banyak pasien yang merasa tertekan saat dirawat di sana. Beberapa dari mereka bahkan mengaku mendengar suara Rina memanggil nama mereka di malam hari. Suara tangisannya masih terngiang di telinga saya sampai sekarang."
Naya merasakan getaran emosional saat mendengar cerita itu. Dia bisa merasakan kesedihan dan ketidakpuasan dari arwah Rina yang terjebak di tempat itu. Rizky mencoba tetap rasional, "Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang kematiannya sebelum kita bisa membantu."
Dimas mengeluarkan ponselnya dan mulai mencatat informasi penting dari Pak Joko. "Kita bisa menggunakan teknologi untuk merekam suara atau bahkan mencoba menangkap penampakan jika ada," katanya dengan semangat.
Pak Joko juga memperingatkan mereka tentang beberapa ruangan tertentu di rumah sakit yang dikenal angker seperti ruang perawatan lama dan ruang jenazah di mana banyak pasien melaporkan pengalaman aneh.
Dengan semangat dan sedikit rasa takut, Naya bersiap untuk malam pertama kerjanya sebagai perawat di rumah sakit tua itu, sementara Rizky dan Dimas bersiap untuk menjalani tugas janitor mereka. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan membawa mereka ke dalam kegelapan misteri dan mungkin juga ke dalam bahaya tapi rasa ingin tahu dan niat baik untuk membantu hantu-hantu itu mendorong mereka maju.
Malam itu, saat bulan purnama bersinar terang di langit, ketiga sahabat itu melangkah masuk ke dalam rumah sakit dengan harapan dan ketegangan menyelimuti hati mereka. Mereka siap menghadapi apa pun yang menunggu di dalam kegelapan baik itu hantu maupun kebenaran tentang kematian Rina dan arwah-arwah lainnya.