Chereads / Petualangan 3 Sekawan / Chapter 2 - Chapter 2: Pertemuan Pertama

Chapter 2 - Chapter 2: Pertemuan Pertama

Malam pertama Naya sebagai perawat di rumah sakit tua itu dimulai dengan suasana yang mencekam. Setelah mengenakan seragamnya, dia melangkah ke dalam gedung yang berbau antiseptik dan sedikit lembap. Lampu-lampu neon berkelap-kelip, menciptakan bayangan yang bergerak di dinding. Dia berusaha menenangkan diri, mengingat tujuan utamanya: membantu pasien dan mencari tahu lebih banyak tentang hantu-hantu yang menghantui tempat ini.

Saat Naya memasuki ruang perawat, dia disambut oleh beberapa rekan kerjanya. Beberapa dari mereka tampak ramah, tetapi ada juga yang terlihat cemas. Ibu Sari, perawat senior yang bekerja di sana, menatap Naya dengan penuh perhatian. "Kamu baru di sini, ya? Hati-hati, banyak cerita aneh tentang rumah sakit ini," katanya sambil tersenyum lemah.

Naya hanya tersenyum kembali, tetapi hatinya berdebar-debar. Dia tidak bisa mengabaikan cerita-cerita yang didengarnya tentang arwah gentayangan. Setelah beberapa jam bertugas, suasana mencekam mulai menyelimuti Naya. Dia merasakan ketegangan di sekelilingnya ketika malam semakin larut.

Sementara itu, Rizky dan Dimas sudah mulai menjalani tugas janitor mereka. Mereka berdua merasa bersemangat untuk menjelajahi bagian-bagian rumah sakit yang jarang dilalui oleh staf. "Kita harus mulai dari ruang perawatan lama," kata Rizky. "Itu tempat di mana banyak orang melaporkan pengalaman aneh."

Dimas setuju dan menyiapkan kamera ponselnya untuk merekam setiap langkah perjalanan mereka malam itu. "Kita bisa mendokumentasikan semua hal aneh yang kita temui," ujarnya.

Setelah beberapa jam bertugas, Naya merasa ada sesuatu yang aneh di udara. Suara-suara samar terdengar dari koridor, seperti bisikan yang tidak bisa ia tangkap. Saat dia memeriksa catatan medis pasien, dia merasakan angin dingin menyapu wajahnya.

Ketika jam kerja Naya berakhir, dia segera bergabung dengan Rizky dan Dimas. Mereka bertiga melangkah ke ruang perawatan lama yang terletak di ujung koridor. Pintu kayu tua itu berderit saat mereka membukanya, dan suasana di dalamnya terasa lebih dingin dibandingkan sebelumnya.

"Wow, lihat ini!" seru Dimas sambil mengarahkan senter ke dinding yang dipenuhi gambar-gambar pasien dari masa lalu. "Sepertinya ini adalah ruang perawatan sebelum rumah sakit diperbarui."

Rizky mengangguk sambil memperhatikan detail-detail kecil. "Tapi kenapa ruangan ini ditutup? Seharusnya masih ada pasien di sini," katanya sambil mengamati keadaan ruangan yang tampak terbengkalai.

Tiba-tiba, mereka mendengar suara gemerisik dari sudut ruangan. Naya menahan napasnya, merasakan jantungnya berdegup kencang. "Apa itu?" tanyanya dengan suara bergetar.

Dimas mengarahkan senter ke arah suara tersebut dan melihat bayangan samar bergerak di balik tirai jendela yang kotor. "Mungkin hanya tikus," jawab Dimas mencoba menenangkan suasana.

Namun, saat mereka mendekat, bayangan itu tiba-tiba muncul—sebuah sosok perempuan muda dengan wajah pucat dan mata kosong menatap mereka. Naya terkejut dan hampir terjatuh. "Rina!" teriaknya tanpa sadar.

Sosok itu tampak bingung dan mengulurkan tangan seolah meminta bantuan. Rizky dan Dimas terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. Naya merasa ada ikatan emosional yang kuat dengan sosok tersebut; dia bisa merasakan kesedihan dan ketidakpuasan yang mendalam.

"Dia butuh bantuan kita," kata Naya pelan, matanya tidak lepas dari sosok tersebut.

Tiba-tiba, sosok itu menghilang seolah ditelan kegelapan. Ketiga sahabat itu saling memandang dengan ekspresi campur aduk antara ketakutan dan rasa ingin tahu.

"Apakah kita benar-benar melihat hantu?" tanya Rizky dengan suara rendah.

Naya mengangguk, "Ya, aku rasa kita harus mencari tahu lebih banyak tentang dia."

Dimas mengeluarkan ponselnya dan mulai mencatat informasi penting tentang apa yang baru saja mereka alami. "Kita perlu mencari tahu siapa Rina sebenarnya dan apa yang terjadi padanya," katanya dengan semangat meskipun masih terlihat sedikit ketakutan.

Dengan tekad baru dan rasa ingin tahu yang membara, mereka meninggalkan ruang perawatan lama itu dan kembali ke bagian rumah sakit lainnya untuk mencari informasi lebih lanjut tentang Rina—si hantu perempuan muda yang tampaknya meminta bantuan mereka untuk menemukan kedamaian.

Saat mereka berjalan menyusuri koridor sepi rumah sakit, ketiga sahabat itu merasa ketegangan semakin meningkat. Suara langkah kaki mereka bergema di dinding-dinding kosong, menciptakan suasana angker yang membuat bulu kuduk mereka meremang.

"Naya," kata Rizky sambil melirik ke arah sahabatnya, "apa kamu yakin kita harus melanjutkan ini? Kita mungkin akan menemukan sesuatu yang tidak kita inginkan."

Naya berhenti sejenak dan menatap Rizky dengan serius. "Kita sudah memulai ini bersama-sama. Kita tidak bisa mundur sekarang. Jika Rina benar-benar membutuhkan bantuan kita, kita harus mencarinya."

Dimas mengangguk setuju. "Aku setuju dengan Naya. Kita harus membantu arwah-arwah ini menemukan kedamaian."

Mereka akhirnya sampai di ruang arsip rumah sakit—tempat di mana semua catatan medis disimpan selama bertahun-tahun. Ruangan itu gelap dan berdebu, tetapi mereka tahu bahwa inilah tempat untuk menemukan informasi tentang Rina.

Setelah menyalakan lampu senter mereka, ketiga sahabat itu mulai menjelajahi rak-rak arsip yang dipenuhi kotak-kotak berisi dokumen kuno. Mereka membuka satu per satu kotak tersebut dengan penuh harapan menemukan catatan tentang Rina atau kejadian-kejadian aneh lainnya di rumah sakit tersebut.

Saat malam semakin larut dan suasana semakin mencekam, ketiga sahabat merasakan bahwa sesuatu akan terjadi—sesuatu yang mungkin akan membawa mereka lebih dekat pada kebenaran mengenai arwah-arwah gentayangan serta misteri kematian Rina.