Setelah membantu hantu dokter dan perawat yang terjebak dalam penyesalan, Naya, Rizky, dan Dimas merasa semakin bersemangat untuk melanjutkan misi mereka. Mereka tahu bahwa masih banyak arwah yang membutuhkan bantuan di rumah sakit tua ini. Malam berikutnya, ketiga sahabat itu kembali berkumpul di ruang arsip untuk merencanakan langkah selanjutnya.
"Sekarang kita harus mencari tahu tentang hantu pasien yang bunuh diri," kata Naya sambil membuka catatan yang mereka temukan sebelumnya. "Dia mungkin juga terjebak di sini karena merasa tidak ada harapan."
Rizky mengangguk setuju. "Kita perlu menggali informasi lebih dalam tentang apa yang terjadi padanya. Jika dia merasa tidak ada harapan, maka kita harus membantunya menemukan harapan itu."
Dimas menyiapkan ponselnya untuk merekam. "Mari kita buat rekaman ini sebagai dokumentasi. Kita bisa merekam suara jika ada hantu yang ingin berbicara dengan kita."
Ketiga sahabat itu melangkah keluar dari ruang arsip dan menuju ruang psikiatri tempat mereka pertama kali mendengar suara pasien yang bunuh diri. Saat mereka berjalan menyusuri koridor sepi rumah sakit, suasana semakin mencekam. Suara langkah kaki mereka bergema di dinding-dinding kosong, menciptakan suasana angker yang membuat bulu kuduk mereka meremang.
"Semoga kita bisa menemukan petunjuk tentang pasien itu," kata Naya, berusaha menenangkan diri.
Setelah beberapa saat mencari, mereka tiba di ruang psikiatri yang dikenal sebagai tempat di mana banyak pasien dirawat karena gangguan mental. Ruangan itu tampak gelap dan sepi, tetapi ada sesuatu yang membuat Naya merasa bahwa mereka harus masuk.
"Ini dia," kata Naya sambil membuka pintu ruangan. "Kita harus memanggilnya."
Mereka berkumpul di tengah ruangan dan mulai memanggil hantu pasien tersebut. "Pasien Jika kamu ada di sini, kami ingin berbicara denganmu!" seru Naya dengan suara tegas.
Setelah beberapa detik hening, suasana di ruangan mulai berubah. Angin dingin berhembus melalui jendela yang pecah, dan lampu neon berkelap-kelip seolah memberikan tanda kehadiran sesuatu yang tidak terlihat.
"Pasien!" panggil Rizky lagi. "Kami ingin membantu kamu!"
Tiba-tiba, bayangan samar muncul di sudut ruangan. Sosok seorang pria berpakaian santai berdiri di sana dengan ekspresi bingung di wajahnya. Dia tampak tidak nyata, seolah-olah dia adalah bagian dari kegelapan itu sendiri.
"Siapa kalian?" suara hantu pasien itu terdengar serak dan penuh kebingungan.
"Kami adalah teman-temanmu," jawab Dimas berani. "Kami datang untuk membantu kamu menemukan kedamaian."
Hantu pasien itu menggelengkan kepala, tampak bingung dan marah. "Aku tidak butuh bantuan Aku hanya ingin pergi dari sini!" katanya dengan nada tinggi.
Naya merasa ada emosi mendalam dalam suara hantu tersebut. "Tapi kamu tidak boleh pergi tanpa menemukan harapan," katanya lembut. "Harapan itu ada di mana-mana, bahkan di sini."
Hantu pasien itu terdiam sejenak, tampak berjuang dengan pikirannya sendiri. "Aku… aku hanya merasa tidak ada harapan," jawabnya pelan.
Dimas melanjutkan, "Tapi ada harapan. Kamu bisa menemukan caranya untuk melawan depresimu dan kembali ke normal. Kami akan membantumu."
Mendengar kata-kata Dimas, sosok hantu pasien itu mulai bergetar. "Saya tidak tahu… saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan," katanya dengan suara putus asa.
"Ceritakan pada kami apa yang terjadi," Naya mendesak lembut. "Kami akan mendengarkan."
Hantu pasien itu mulai menceritakan kisahnya—bagaimana dia mengalami depresi yang parah setelah kehilangan orang yang dicintainya dan merasa tidak ada harapan untuk melanjutkan hidupnya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya dipenuhi penyesalan dan kesedihan.
"Saya tidak pernah bermaksud untuk bunuh diri," katanya sambil menahan tangis. "Saya hanya ingin pergi dari sini karena merasa tidak ada harapan."
Naya merasakan empati mendalam terhadap sosok tersebut. "Kami mengerti bahwa niatmu baik," ujarnya lembut. "Tapi sekarang saatnya untuk menerima kenyataan dan menemukan harapan itu."
Setelah beberapa saat berbincang-bincang, hantu pasien itu mulai menyadari bahwa ada harapan di mana-mana. Air mata mengalir dari wajahnya yang pucat saat dia mengaku kepada Naya dan teman-temannya bahwa dia tidak bisa melanjutkan hidupnya tanpa menemukan harapan itu.
"Jika ada cara untuk menemukan harapan itu… saya ingin melakukannya," ucapnya pelan sebelum sosoknya mulai memudar ke dalam cahaya lembut.
Naya dan teman-temannya menyaksikan sosok hantu pasien itu perlahan-lahan menghilang dengan tenang; mereka merasakan beban berat terangkat dari ruangan tersebut—sebuah tanda bahwa jiwa pasien itu akhirnya menemukan harapan setelah bertahun-tahun terjebak dalam depresi.
Ketiga sahabat saling memandang dengan rasa syukur dan haru; mereka tahu bahwa misi mereka baru saja dimulai—masih banyak arwah lain yang membutuhkan bantuan mereka di rumah sakit tua ini.
Dengan semangat baru dan tekad untuk terus membantu arwah-arwah gentayangan lainnya, Naya, Rizky, dan Dimas bersiap untuk melanjutkan pencarian mereka—sebuah perjalanan penuh tantangan menanti dalam kegelapan malam!