Setelah melewati serangkaian pengalaman menegangkan dan emosional, Naya, Rizky, dan Dimas akhirnya merasa bahwa misi mereka di rumah sakit tua itu telah mencapai titik akhir. Mereka telah membantu beberapa arwah menemukan kedamaian, termasuk dokter, perawat, pasien bunuh diri, dan keluarga yang terjebak. Setiap pertemuan membawa pelajaran berharga tentang kehidupan dan kematian.
Malam itu, ketiga sahabat itu berkumpul di ruang perawat untuk merayakan keberhasilan mereka. Suasana di dalam ruangan terasa lebih hangat dibandingkan sebelumnya. Lampu-lampu neon yang berkelap-kelip kini tampak lebih bersahabat.
"Kita berhasil!" seru Dimas dengan semangat. "Semua hantu yang kita bantu sudah pergi dengan tenang."
Naya tersenyum lebar. "Aku tidak pernah menyangka bahwa kita bisa melakukan semua ini. Setiap pengalaman membuatku lebih menghargai hidup."
Rizky mengangguk setuju. "Kita belajar banyak tentang bagaimana penyesalan dan rasa bersalah dapat mengikat jiwa-jiwa di antara kita. Dan kita juga belajar bahwa harapan selalu ada."
Ketiga sahabat itu duduk bersama sambil berbagi cerita tentang pengalaman mereka selama membantu arwah-arwah tersebut. Mereka mengenang momen-momen ketika mereka pertama kali melihat sosok Rina, saat mereka membantu dokter menyadari kesalahannya, dan bagaimana mereka memberikan harapan kepada pasien bunuh diri.
"Rasa takut itu ada, tetapi kita berhasil menghadapinya," kata Naya. "Dan sekarang kita bisa pulang dengan hati yang lebih ringan."
Saat mereka berbincang, tiba-tiba suasana ruangan berubah menjadi tenang. Naya merasakan kehadiran yang familiar—seolah-olah arwah-arwah yang telah mereka bantu kembali untuk mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih," suara lembut terdengar dari sudut ruangan. Ketiga sahabat itu menoleh dan melihat sosok Rina berdiri di sana, wajahnya kini tampak damai.
"Rina!" seru Naya dengan penuh rasa syukur. "Kami senang melihatmu!"
"Terima kasih telah membantu kami," kata Rina dengan senyum tulus. "Sekarang kami bisa pergi dengan tenang."
Naya, Rizky, dan Dimas merasa haru mendengar kata-kata itu. Mereka tahu bahwa setiap usaha yang mereka lakukan selama ini tidak sia-sia.
"Saatnya kalian juga melanjutkan hidup," lanjut Rina. "Jangan biarkan ketakutan menghalangi kalian untuk mengejar impian."
Ketiga sahabat itu saling memandang, merasa terinspirasi oleh kata-kata Rina. Mereka menyadari bahwa pengalaman ini telah mengubah pandangan mereka tentang kehidupan dan kematian.
"Terima kasih, Rina," kata Rizky dengan suara penuh emosi. "Kami akan selalu mengingatmu."
Dengan senyuman terakhir, sosok Rina perlahan-lahan memudar menjadi cahaya lembut sebelum akhirnya menghilang sepenuhnya. Naya, Rizky, dan Dimas merasa beban berat terangkat dari hati mereka—sebuah tanda bahwa jiwa-jiwa yang terjebak kini telah menemukan kedamaian.
Setelah momen tersebut berlalu, ketiga sahabat itu duduk dalam keheningan sejenak, merenungkan semua yang telah terjadi. Mereka tahu bahwa meskipun pengalaman tersebut menakutkan, mereka telah belajar banyak tentang kehidupan dan kematian.
"Sekarang kita bisa pulang," kata Dimas akhirnya. "Dengan kenangan indah dan pelajaran berharga."
Naya tersenyum lebar. "Ya! Kita siap menghadapi petualangan berikutnya!"
Ketiga sahabat itu melangkah keluar dari rumah sakit tua itu dengan hati yang penuh harapan dan rasa syukur. Mereka tahu bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang membantu arwah-arwah gentayangan; tetapi juga tentang menemukan kekuatan dalam diri mereka sendiri untuk menghadapi ketakutan.
Saat bulan purnama bersinar terang di langit malam, Naya, Rizky, dan Dimas pulang dengan kenangan indah dan tawa hangat—siap untuk menghadapi petualangan baru yang menanti di depan mereka.
Akhirnya, mereka menyadari bahwa meskipun rumah sakit tua itu menyimpan banyak misteri dan kegelapan, cinta dan harapan selalu bisa membawa cahaya ke dalam kegelapan—dan itulah pelajaran terpenting yang akan mereka bawa selamanya.