Chereads / Senki: Chronicles of the Ryoku Sorcerers / Chapter 11 - Menjadi Penyihir Ryoku

Chapter 11 - Menjadi Penyihir Ryoku

Udara pagi di Sekolah Tinggi Ryoku dipenuhi semangat baru. Di lorong utama, para murid tampak berkumpul di depan sebuah papan pengumuman besar yang terbuat dari kayu gelap dengan ukiran khas. Papan pengumuman itu dihiasi dengan simbol-simbol Ryoku kuno yang tampak hidup, seolah memberi tanda bahwa apa pun yang tertulis di sana adalah hal yang penting.

 

 Suara bisik-bisik riuh terdengar, beberapa murid terlihat menunjuk-nunjuk ke daftar yang terpampang di sana. Kazuto berdiri sedikit menjauh, memandang kerumunan itu dengan tatapan penasaran.

 

Beberapa wajah familiar terlihat di kerumunan, semuanya penuh semangat, menanti hasil pengumuman tersebut. Kazuto merasakan jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya.

 

 

 

 

Meskipun dia sudah menjalani banyak latihan keras, masih ada sedikit rasa gugup yang muncul di dalam dirinya. Hari ini adalah hari yang penting baginya dan teman-temannya. Hari pertama mereka sebagai penyihir Ryoku.

 

"Kazuto!" Sebuah suara ceria memanggil. Hisana muncul dari arah aula dengan senyum lebar. Gadis itu melambaikan tangan, rambut kecokelatannya terayun mengikuti langkahnya. "Ayo lihat! Papan pengumumannya sudah dipasang!"

 

Kazuto tersenyum tipis melihat ke arah Hisana, yang sudah berada di depannya. Gadis itu selalu penuh energi, seolah tidak ada yang bisa membuatnya patah semangat. Kazuto mengangguk kecil, lalu melangkah mendekat bersama Hisana. Mereka melewati kerumunan murid yang sebagian besar tampaknya lebih fokus pada pengumuman dibandingkan dengan kehadiran mereka.

 

"Bergabunglah dengan kami, Shinji!" Hisana memanggil temannya yang berdiri lebih jauh. Shinji, yang biasa dengan ekspresi wajah datar, hanya mengangguk dan mengikuti mereka tanpa banyak bicara.

 

Di depan papan pengumuman, Shinji sudah berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke saku, wajahnya tetap datar seperti biasa.

 

Kazuto dan Hisana berdiri di sampingnya, menatap papan yang terbuat dari kayu gelap itu. Daftar di sana berisi nama-nama siswa baru dan peringkat mereka berdasarkan kemampuan yang telah mereka tunjukkan selama pelatihan.

 

Di sebelah kanan daftar, terdapat kolom yang menunjukkan peringkat masing-masing siswa, yang disusun rapi dalam urutan dari yang terendah hingga tertinggi: C5 hingga C1, kemudian B4 hingga B1.

 

 Semakin kecil angkanya, semakin tinggi kemampuannya. Di atasnya, ada tingkatan A dan yang tertinggi, S. Peringkat S diisi oleh beberapa penyihir senior yang namanya telah dikenal luas oleh seluruh dunia Ryoku.

 

Kazuto menatap daftar itu lebih saksama. Meskipun dia sudah tahu bahwa dia tidak akan mendapatkan peringkat tertinggi, ia merasa sedikit gugup. Beberapa nama penyihir senior yang menduduki grade tinggi membuatnya merasa kagum sekaligus cemas.

"Jadi, kau sudah melihat?" tanya Kazuto sambil melirik Shinji.

Shinji hanya mengangguk singkat, lalu berkata,

"Namamu ada di atas sana. B-4."

Kazuto mengerutkan kening. "B-4? Itu... artinya aku cukup tinggi, kan?"

Hisana tersenyum lebar. "Tentu saja! Aku hanya dapat C-1. Tapi hei, itu sudah cukup bagus untuk permulaan!"

 

Kazuto memperhatikan papan itu lebih saksama. Daftar itu disusun rapi berdasarkan tingkatan, dan semakin ia melihatnya, semakin ia merasa terkesan dengan teman-temannya.

 

Nama-nama yang sudah dikenal luas di dunia penyihir tertera di tingkatan tertinggi. Menjadi penyihir Ryoku bukanlah sesuatu yang mudah, dan ia tahu perjalanan panjang menantinya.

 

"Shinji B-1?" Kazuto membaca dengan lantang nama temannya yang berada di urutan teratas dari kelompok mereka. Ia melirik Shinji dengan sedikit cemburu bercampur hormat. "Kau benar-benar hebat."

"Itu hanyalah angka," sahut Shinji dingin. Namun ada sedikit kebanggaan yang terpancar dari sorot matanya yang tajam.

 

Hisana melipat tangannya di dada, memandang papan pengumuman itu. "Bagaimanapun, kita semua resmi jadi penyihir pemula sekarang! Jadi, apa langkah selanjutnya? Kazuto, Shinji, aku rasa kita perlu mendiskusikan rencana tim."

 

Kazuto mengangguk, menatap mereka berdua dengan senyum kecil. "Baiklah. Kita cari tempat untuk bicara."

 

Mereka bertiga menuju taman sekolah, yang terletak tak jauh dari bangunan utama. Taman itu sejuk, dengan pohon-pohon tinggi yang memberikan naungan dan bunga-bunga warna-warni yang tumbuh subur.

 

Angin pagi yang sejuk meniup lembut, membawa aroma segar dari bunga-bunga yang tumbuh di sekeliling. Suasana tenang dan damai, namun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan.

 

 

Mereka duduk di salah satu bangku taman yang menghadap ke lapangan sekolah. Hisana terlihat sedikit lebih ceria daripada biasanya, meski masih tampak sedikit khawatir.

 

Kazuto merasakan tanggung jawab yang besar. Tim mereka baru saja terbentuk, dan ini adalah kesempatan pertama mereka untuk bekerja bersama.

 

"Jadi," Hisana memulai, "kita ini tim yang baru saja terbentuk. Tapi untuk bisa naik grade, kita perlu menjalankan misi, kan? Aku ingin tahu apa rencana kalian."

 

Shinji bersandar di bangku, menatap langit yang cerah. Matanya yang tajam memandangi awan-awan yang bergerak pelan di langit biru. "Ikuti saja arus. Kita selesaikan apa pun tugas yang diberikan."

 

"Oh, ayolah, Shinji," Hisana mengeluh sambil memutar matanya. "Kita butuh strategi. Kita tidak bisa hanya berharap segala sesuatunya berjalan lancar begitu saja. Lagipula, kita kan baru memulai, jadi perlu ada rencana jangka panjang, bukan?"

Kazuto tersenyum, merasakan kehangatan dalam sikap Hisana yang penuh semangat. "Aku setuju dengan Hisana. Kita harus memiliki tujuan yang lebih jelas. Tujuan untuk naik grade, tentu saja, tapi kita juga harus bekerja sama dengan baik. Kalau kita saling mendukung, kita bisa melewati apa saja."

 

Hisana tersenyum lebar. "Nah, itu semangat yang kuinginkan! Aku suka cara berpikirmu, Kazuto."

 

Shinji melirik mereka, masih dengan ekspresi datar yang tak pernah berubah. "Terserah kalian. Yang penting tugas selesai dengan baik."

 

Kazuto tertawa kecil, merasa lebih santai setelah pembicaraan itu. "Benar juga, Shinji. Tapi jangan salah, kita semua di sini untuk berkembang. Kita harus saling mendukung."

 

Setelah beberapa menit berbincang tentang strategi dan rencana mereka, akhirnya mereka dipanggil oleh Toshiro-sensei. Byakuen Toshiro, yang dikenal sebagai salah satu penyihir paling berwibawa di Ryoku, duduk dengan santai di kursi besar di ruangannya, tetapi auranya tetap memancarkan kewibawaan yang tak terbantahkan.

Ia memandangi ketiga muridnya dengan mata birunya yang tajam, yang selalu mampu membaca situasi dengan sangat baik.

 

"Selamat, kalian resmi menjadi penyihir Ryoku pemula," kata Toshiro dengan suara yang hangat namun tetap tegas. Meskipun kata-katanya lembut, ada kehadiran yang kuat di balik suaranya, seolah mengingatkan mereka bahwa ini adalah awal dari perjalanan yang penuh tantangan.

 

Toshiro duduk tegak di belakang mejanya yang besar, dengan aura kepemimpinan yang tak terbantahkan. Ruangan itu tenang, hanya terdengar suara dentingan jam dinding yang berdetak pelan, seolah mengiringi kata-kata yang keluar dari mulutnya.

 

 "Namun, perjalanan kalian baru dimulai. Kalian akan dihadapkan dengan ujian yang tak mudah. Untuk naik grade, kalian harus membuktikan kemampuan kalian melalui misi atau tugas khusus. Jangan pernah meremehkan setiap tugas yang datang."

 

Kazuto merasakan beban tanggung jawab yang berat di pundaknya, namun di sisi lain, ada juga api semangat yang menyala di dalam dirinya.

 Ia maju sedikit, menatap Toshiro dengan penuh harap, seolah mencari tanda atau petunjuk yang bisa membimbing langkah mereka berikutnya.

 

"Sensei, apakah ada misi yang bisa kami ambil sekarang?" tanya Kazuto dengan suara yang sedikit bergetar, meskipun ia berusaha terdengar tenang.

 

Toshiro tersenyum kecil, senyum yang lebih mirip sebuah prediksi yang telah ia siapkan sejak awal. Seolah-olah ia tahu betul apa yang akan ditanyakan oleh para muridnya.

 

"Kebetulan, ya. Aku punya misi pertama untuk kalian." jawabnya, sambil melirik ke arah tiga siswa yang kini duduk di depannya.

 

Matanya yang tajam dan penuh perhitungan itu menilai mereka sejenak, sebelum ia melanjutkan.

"Ada laporan tentang roh Serei di daerah Kanagawa. Ini bukan tugas yang terlalu sulit, tetapi cukup untuk menguji kemampuan tim kalian. Aku ingin melihat bagaimana kalian bekerja bersama."

 

 

Hisana, yang sejak tadi sudah tampak tidak sabar, kini memancarkan semangat yang tak terbendung. Senyum lebar menghiasi wajahnya.

 

"Kami siap, Sensei!" ucapnya, suaranya penuh antusiasme. Keinginan untuk membuktikan diri begitu jelas dalam dirinya, seolah misi ini adalah kesempatan emas yang sudah lama ia tunggu. Rambut cokelatnya yang tergerai rapi tampak sedikit bergoyang saat ia mengangguk dengan semangat.

 

Shinji, yang selama ini lebih cenderung pendiam, hanya mengangguk sekali. Tidak ada ekspresi berlebihan yang tergambar di wajahnya, namun bagi Kazuto, itu sudah cukup. Shinji adalah tipe yang lebih suka berbicara melalui aksi daripada kata-kata.

 

Kazuto tahu bahwa rekan satu timnya itu memiliki ketenangan yang kadang justru membuatnya lebih tangguh saat menghadapi tantangan.

 

Toshiro berdiri dari kursinya dengan gerakan yang penuh wibawa. Langkahnya berat dan pasti, seolah setiap gerakan yang dia buat dipenuhi dengan makna. Ia berjalan menuju meja kayu besar yang dipenuhi tumpukan dokumen, lalu mengambil sebuah berkas tebal yang tampaknya baru saja dia ambil dari dalam laci. Ia membalik dokumen itu, membacanya sejenak, lalu memandang mereka lagi.

 

"Aku akan mengawasi kalian dalam misi ini," lanjutnya, suara Toshiro kini lebih serius, menekankan betapa pentingnya tugas ini.

 

"Anggap saja ini sebagai latihan lapangan pertama. Kalian punya waktu hingga sore untuk mempersiapkan diri. Besok pagi kita akan berangkat, jangan lupa membawa perlengkapan yang diperlukan. Ini bukan hanya soal kekuatan, tapi juga kerjasama kalian."

Kazuto, Hisana, dan Shinji mengangguk secara bersamaan, masing-masing dengan cara mereka sendiri. Kazuto merasa campuran antara kecemasan dan semangat.

 

Meskipun ia merasa siap, ada sesuatu yang lebih besar yang terus menggelayuti pikirannya. Ia tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan yang penuh dengan bahaya, dan tantangan ini hanyalah langkah pertama menuju hal-hal yang jauh lebih besar.

 

Begitu mereka keluar dari ruang Toshiro, atmosfer di luar terasa berbeda. Hari yang cerah di luar jendela kini seolah semakin hangat, sinar matahari menyinari seluruh sekolah dengan lembut.

 

Meskipun begitu, ada ketegangan di ruangan itu. Mereka semua tahu bahwa meskipun tugas pertama ini terdengar sederhana, setiap misi memiliki resiko tersendiri. Tidak ada yang bisa memastikan apa yang akan mereka hadapi di lapangan.

 

"Jadi, kita berangkat ke Kanagawa?" Hisana bertanya sambil berjalan di samping Kazuto, wajahnya penuh semangat. "Aku sudah siap sejak pagi untuk ini!"

 

Kazuto memandangnya dengan senyum kecil.

"Kita harus mempersiapkan diri dengan baik. Meskipun ini roh Serei tingkat menengah, kita tetap harus berhati-hati. Terkadang, yang tampak mudah justru bisa menjadi sangat berbahaya."

 

Shinji yang berjalan di belakang mereka, tetap tenang seperti biasa. "Terlalu banyak bicara. Lebih baik kita fokus pada persiapan," katanya, suaranya rendah namun penuh makna.

 

Kazuto tidak bisa tidak setuju. Mereka butuh persiapan matang. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka hadapi di Kanagawa.

 

Misi ini mungkin terlihat sederhana, tetapi dalam dunia Ryoku, bahaya selalu mengintai di setiap sudut. Mereka harus siap, baik fisik maupun mental.

 

Dengan langkah cepat, mereka menuju ruang persiapan, tempat mereka akan mengambil perlengkapan untuk misi yang telah menanti.

 

Begitu memasuki ruang persiapan, suasana yang tadinya tenang kini terasa lebih penuh energi. Di sekeliling mereka, murid-murid lain tengah mempersiapkan diri dengan beragam ekspresi, beberapa tampak percaya diri, sementara yang lain tampak cemas, seperti mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk ujian besar.

 

 

 

 

Kazuto melangkah menuju rak senjata yang terletak di salah satu sisi ruangan. Namun, kini dia tidak perlu memilih senjata lagi. Daiki, pedang hitamnya yang khas, sudah terpasang dengan sempurna di punggungnya. Pedang itu, yang telah dia taklukkan sebelumnya, kini menjadi bagian dari dirinya.

 

Dengan permukaan hitam mengkilap yang menyerap cahaya di sekelilingnya, Daiki menjadi simbol dari perjalanan baru yang akan dimulai.

 

Daiki bukan hanya senjata dia adalah kekuatan yang mengalir bersama Kazuto, menyatu dengan energi roh yang dimilikinya. Dengan mengayunkan pedang itu, Kazuto bisa merasakan peningkatan kekuatan yang luar biasa, membawa kepercayaan diri yang sebelumnya tidak ia miliki. Kini, dia tidak bertarung dengan tangan kosong. Setiap gerakan, setiap serangan, disertai dengan kekuatan luar biasa dari Daiki.

 

Sementara itu, Hisana memilih katana ramping khas milik keluarga Shinomiya. Senjata itu sempurna dengan kemampuan es yang dimilikinya. Hisana selalu mengutamakan kecepatan, dan katana ramping ini memberinya fleksibilitas yang dia butuhkan dalam pertempuran. Pedangnya sangat ringan, memungkinkan serangan cepat dan presisi tinggi yang memanfaatkan keahlian es miliknya. Pantas saja katana itu menjadi senjata favoritnya yaitu sebuah perpaduan sempurna antara keanggunan dan kekuatan yang dahsyat.

 

Shinji berdiri di dekat rak senjata, matanya tertuju pada pilihan pedang baru.

Sejak misi terakhir di Kari-Kari, kedua pedangnya rusak dan tumpul, tidak mampu lagi memberikan performa yang dia inginkan. Setelah memeriksa beberapa senjata, akhirnya dia memilih sepasang pedang kembar yang baru. Pedang-pedang itu lebih pendek dari yang biasa digunakan, tetapi lebih tajam dan seimbang, memberikan Shinji kebebasan dalam gerakan dual sword yang sangat dia kuasai.

Kini, dengan dua pedang baru di kedua tangan, Shinji siap bertarung dengan penuh semangat, meskipun tidak banyak kata yang keluar dari mulutnya.

Setelah memastikan semua perlengkapan siap dan membahas strategi dasar, mereka memutuskan untuk mengakhiri hari ini dengan istirahat yang cukup. Hingga pada malam hari ini, ketenangan menyelimuti SMK Jujutsu Ryoku, hanya diselingi oleh suara angin lembut yang menerpa dedaunan.

Informasi telah terungkap:

"Kanagawa adalah daerah di selatan Kota Hirakawa yang sering dilaporkan sebagai tempat hilangnya banyak orang tanpa sebab yang jelas."