Hujan semakin deras, memukul tanah dan membasahi dedaunan yang bergoyang di tengah kebun bambu. Sosok wanita hujan berdiri di depan Kazuto, Shinji, dan Hisana, dengan tubuhnya yang pucat dan mata hitam pekat yang memancarkan aura dingin menusuk tulang.
Rambut panjangnya melayang pelan, seolah mengikuti irama angin. Dia menatap mereka dengan senyuman samar yang mengerikan.
Kazuto mencabut pedang Daiki miliknya, bilah hitam pekat yang berkilauan seperti obsidian di bawah rintik hujan. "Jangan lengah! Dia bukan roh biasa."
Shinji menarik napas panjang, kedua pedang pendeknya terhunus di kedua tangannya. Bayangannya tampak bergerak tak wajar di tanah, meski tidak ada cahaya yang seharusnya menciptakan itu. "Wanita ini tidak hanya memberi peringatan. Dia di sini untuk membunuh."
Hisana, yang berdiri di sisi mereka, mengeluarkan katana rampingnya. Udara di sekelilingnya mulai membeku, rintik hujan di sekitarnya berubah menjadi butiran es kecil. "Aku siap. Jangan beri dia kesempatan menyerang lebih dulu."
Tanpa aba-aba, wanita hujan mengangkat tangannya, dan aliran air dari hujan tiba-tiba terkumpul di udara, membentuk tombak panjang yang mengarah ke arah mereka. Dalam sekejap, tombak itu melesat dengan kecepatan luar biasa.
"Menepi!" teriak Kazuto, melompat ke samping dan mengayunkan pedangnya. Pedang Daiki memancarkan aura hitam yang berkilauan, memotong tombak air itu hingga terbelah dua. Namun, serpihan air itu berubah menjadi pisau-pisau kecil yang melesat ke arah mereka.
Shinji menginjak tanah, bayangannya merayap cepat dan menciptakan dinding hitam pekat yang menahan pisau-pisau itu. "Dia memanfaatkan hujan untuk menyerang dari segala arah. Jangan beri dia waktu mengumpulkan lebih banyak air!"
Hisana maju dengan gerakan gesit, bilah katananya bersinar biru terang. Dia mengayunkannya ke arah wanita hujan, dan seketika, es yang tajam meluncur seperti duri-duri, mengarah ke tubuh wanita itu. Namun, wanita hujan bergerak dengan kelincahan yang tak wajar, tubuhnya seperti kabut yang memisahkan diri dari serangan es tersebut.
Kazuto memanfaatkan celah itu untuk menyerang dari samping. Dia mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh, memanggil tekniknya. "Kurosei: Metsu no Rensa!"
Aura hitam dari pedangnya meledak ke segala arah, menciptakan gelombang energi yang menghantam wanita hujan. Wanita itu terhuyung, tapi hanya sesaat. Tubuhnya mulai menyerap air dari hujan di sekelilingnya, menyembuhkan luka yang disebabkan serangan Kazuto.
"Tidak mungkin..." gumam Kazuto, matanya menyipit.
"Dia tidak bisa dikalahkan hanya dengan menyerang langsung," kata Shinji, melompat ke sisi Kazuto. "Kita harus menyerang sumber kekuatannya. Ryokunya terhubung dengan hujan ini."
Wanita itu tiba-tiba tertawa kecil, suaranya melengking di tengah hujan. "Kalian tidak akan bisa melawanku di tempat ini. Aku adalah hujan itu sendiri."
Dia mengangkat kedua tangannya, dan hujan berubah menjadi pusaran air yang berputar di sekitar mereka, mendorong mereka ke belakang. Shinji menancapkan pedangnya ke tanah, menciptakan bayangan gelap yang menyelimuti tubuhnya. Dia melompat ke arah wanita itu dengan gerakan cepat, kedua pedangnya melesat seperti kilat.
"Bayangan Kembar: Kage Rasen!" teriaknya. Dua bayangan pedang muncul dari kedua tangannya, menyerang wanita hujan dari segala arah. Namun, wanita itu hanya mengangkat tangannya, menciptakan perisai air yang menahan setiap serangan Shinji.
Wanita hujan berdiri dengan anggun di tengah pusaran air, senyumnya semakin tajam. "Kenangan kalian adalah jalan menuju kehancuran," katanya, suaranya seperti bisikan lembut yang beresonansi dalam kepala mereka.
Kazuto menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayangan ayahnya. "Aku tidak akan terjebak dalam ilusi ini!" Dia menggenggam pedang Daiki lebih erat, aura hitam dari Kurosei mulai merayap dari bilahnya, berputar-putar seperti kabut pekat.
Dengan satu gerakan, dia maju ke depan, menghantam udara dengan pedangnya. "Kurosei—Metsu no Rensa!" teriaknya.
Gelombang Ryoku hitam pekat meluncur ke arah wanita itu, membentuk rantai energi yang membelit tubuhnya. Rantai tersebut meledak dengan kekuatan dahsyat saat menyentuh wanita hujan, membuat pusaran air di sekeliling mereka terpecah. Ledakan itu mengguncang tanah, menciptakan kawah kecil di tempat wanita itu berdiri.
Namun, dari balik asap dan ledakan, tubuh wanita hujan muncul kembali, sebagian terbuat dari air, dengan senyuman lebar yang mengerikan. "Kalian masih belum mengerti? Aku adalah hujan. Aku tidak bisa dihancurkan."
Shinji melompat ke depan, kedua pedangnya menciptakan bayangan yang semakin gelap di bawahnya. "Kalau begitu, kita akan memutus sumber kekuatanmu!" Dia mengayunkan kedua pedangnya secara bersamaan. "Dual Sword Technique—Kage Tsubame!"
Bayangan pedangnya membentuk kawanan burung layang-layang gelap yang melesat ke arah wanita hujan. Serangan itu menyerangnya dari berbagai sudut, membuat tubuhnya berlubang-lubang, airnya menyembur keluar seperti hujan deras.
Namun, sekali lagi, wanita itu menyerap air di sekitarnya dan tubuhnya kembali utuh. "Serangan kalian hanya memperlambatku."
Hisana maju dengan cepat, tubuhnya dikelilingi aura dingin. Dia mengayunkan katananya ke tanah. "Yuki no Arashi!"
Butiran salju dan es membentuk badai tajam yang melingkupi wanita hujan, membekukan pusaran air di sekelilingnya. Hujan di area itu mulai melambat, rintiknya berubah menjadi serpihan es.
"Kazuto! Serang dia sekarang!" teriak Hisana.
Kazuto tidak membuang waktu. Dia menggenggam pedang Daiki dengan kedua tangannya, memusatkan seluruh energinya ke dalam bilah itu. "Kurosei—Kurozai Ryu!"
Aura hitam memancar dari pedang Daiki, membentuk seekor naga yang meliuk-liuk di udara. Naga itu melesat menuju wanita hujan dengan kecepatan luar biasa, membelah es dan udara dalam lintasannya.
Wanita hujan mencoba menghindar, tetapi naga hitam itu terlalu cepat. Naga tersebut menghantam tubuhnya dengan kekuatan luar biasa, memotongnya menjadi dua dan membuat air di sekitarnya menguap. Ledakan energi dari teknik itu membuat tanah di bawah mereka retak, dan hujan berhenti untuk sesaat.
Kazuto terhuyung ke belakang, tubuhnya gemetar karena teknik itu menguras staminanya. "Apakah... kita berhasil?"
Namun, sebelum mereka bisa merayakan, kabut tebal mulai memenuhi area tersebut. Dari dalam kabut, wanita hujan muncul kembali, tubuhnya kini lebih transparan, tetapi matanya semakin gelap dan aura di sekitarnya semakin menyeramkan.
"Kalian cukup kuat," katanya dengan suara yang lebih dalam. "Tapi kalian belum melihat yang sesungguhnya."
Pertarungan melawan wanita hujan mendadak terhenti, seperti dunia di sekitar mereka menjadi bisu.
Dalam sekejap, Kazuto, Shinji, dan Hisana terseret ke dalam bayangan masa lalu mereka masing-masing, terperangkap oleh ingatan yang mendalam dan mengguncang jiwa.
Informasi telah terungkap:
"Kekuatan Wanita Hujan adalah mengendalikan Hujan dan ilusi, serta energi Ryoku miliknya adalah air."