Chereads / Senki: Chronicles of the Ryoku Sorcerers / Chapter 13 - Mencari Petunjuk

Chapter 13 - Mencari Petunjuk

Hujan pagi itu sedikit mereda, berubah menjadi gerimis halus yang masih menyelimuti desa Kanagawa. Kabut tipis menggantung di udara, memberi nuansa suram pada desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan.

Aroma tanah basah bercampur dengan wangi kayu bakar yang berasal dari dapur rumah-rumah penduduk, menciptakan suasana yang hangat. Meskipun cuaca kurang bersahabat, penduduk setempat menjalankan aktivitas seperti biasa. Mereka tampak terbiasa menghadapi hujan yang seolah tak pernah benar-benar berhenti.

Di rumah kepala desa, Toshiro berdiri di ambang pintu sambil memandang murid-muridnya yang bersiap untuk berangkat.

Kazuto, Hisana, dan Shinji berdiri di depannya, mengenakan mantel hujan tebal dan membawa payung dengan desain sederhana, menunjukkan fungsi di atas gaya.

"Sensei, kenapa Anda tidak ikut bersama kami?" tanya Hisana sambil mengibaskan rambut panjangnya yang sedikit basah. Nada suaranya setengah bercanda, tetapi ada keingintahuan yang tulus di matanya. Ia melirik ke arah Toshiro dengan senyum tipis, menunggu jawaban.

Toshiro menghela napas panjang sambil menyilangkan tangan di dada.

"Tugasku hanya mengawasi dan melatih kalian. Lagi pula, ini tugas sederhana. Masa kalian butuh pemandu wisata pribadi?" jawabnya dengan nada datar. Namun, ada sudut kecil di bibirnya yang terangkat, seolah menyembunyikan senyuman.

Shinji tertawa kecil, berusaha menahan geli.

"Pemandu wisata, katanya. Tapi kalau kita kesasar, jangan salahkan kami ya, Sensei." Ia melirik Kazuto, yang hanya mengangkat bahu sambil terkekeh pelan.

 

Kazuto akhirnya berkata, "Lagi pula, ini desa asing. Siapa tahu ada roh serei berkeliaran. Kalau begitu, siapa yang kita panggil untuk bertanggung jawab?"

 

Hisana memutar matanya sambil tersenyum. "Baiklah, kalau kita tersesat, kita tahu siapa yang harus disalahkan," katanya, menambahkan nada menggoda pada kalimatnya. Ia mengedipkan mata ke arah Toshiro sebelum kembali merapikan mantel hujannya.

 

Toshiro hanya menggelengkan kepala dengan ekspresi sabar. "Sudahlah, cepat pergi sebelum hujan ini berubah jadi badai," katanya tegas, meski suaranya tetap lembut.

 

Dengan canda ringan yang mulai mencairkan suasana pagi yang dingin, mereka bertiga melangkah keluar. Gerimis masih turun lembut, menciptakan irama tenang saat payung mereka terbuka bersamaan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah, menyambut mereka yang bersiap melanjutkan tugas di desa yang penuh misteri itu."

 

"Sederhana katanya," gumam Kazuto, meski akhirnya tersenyum kecil. Setelah guyonan singkat itu, mereka berangkat menuju pusat desa untuk memulai pencarian petunjuk.

 

Kazuto mempercepat langkahnya, merasakan ketegangan yang semakin mencekam. Udara yang semakin dingin membuat napas mereka keluar dalam uap putih, menambah suasana suram di sekitar mereka. Setiap suara yang mereka buat terdengar seperti gemuruh di dalam kabut yang tebal, dan di antara suara langkah kaki mereka, ada sesuatu yang terasa salah, sesuatu yang mengintai.

 

"Shinji, Hisana... hati-hati," kata Kazuto, suaranya rendah dan penuh kewaspadaan. "Kabut ini aneh. Rasanya kayak ada yang ngeliatin kita."

 

Hisana mengangguk pelan, matanya terus memindai sekeliling dengan cermat. "Aku juga ngerasa itu, Kazuto. Ini bukan cuaca biasa, deh. Bikin ngeri, gitu."

 

Shinji, meskipun cemas, tetap menjaga ketenangannya. "Jangan panik, guys. Fokus aja. Kita harus tetap rapat. Kalau ada apa-apa, kita selesaikan bareng-bareng."

 

Kazuto menatap kabut yang semakin tebal di depan mereka. "Tapi serius, ini bukan seperti kabut biasa. Rasanya ada yang ngikutin kita."

 

"Udah deh, jangan bikin suasana makin serem," Hisana berusaha tertawa kecil, meski suaranya terdengar sedikit cemas. "Tapi, bener juga. Kita harus hati-hati."

 

Shinji mengangguk pelan, matanya masih terus memindai jalanan di sekitar mereka.

"Oke, kita harus keluar dari kabut ini, terus lapor ke kepala desa. Jangan sampai terpisah."

 

Kazuto mengangguk, matanya tak lepas dari kabut yang membungkus mereka. "Iya, ayo. Tapi kita tetap waspada. Rasanya ini lebih dari sekadar cuaca."

 

Mereka melanjutkan perjalanan, langkah mereka makin terasa berat dengan kabut yang semakin tebal. Suasana semakin sunyi, hanya suara langkah kaki mereka yang bergema pelan, seolah kabut itu menelan semuanya.

 

Setiap sudut jalan yang mereka lewati terasa semakin gelap, seakan ada sesuatu yang menunggu di ujung sana.

 

Kazuto dan teman-temannya melanjutkan perjalanan di jalan yang semakin sepi. Kabut tebal menyelimuti desa, membuat setiap langkah mereka terasa lebih berat, seolah jalanan itu sendiri menahan mereka untuk tidak maju. Namun mereka tetap melangkah, berharap bisa menemukan petunjuk lebih lanjut mengenai kejadian aneh yang mereka dengar dari penduduk desa.

 

Tiba-tiba, mereka melihat seorang wanita paruh baya sedang berjalan dengan ember berisi air di tangan, berjalan cepat menuju rumah di ujung jalan.

 

Wajahnya tampak lelah dan cemas, seolah terburu-buru. Hisana melangkah mendekat, memberi sedikit ruang agar wanita itu bisa melihat mereka.

 

"Permisi, Bu," sapanya dengan lembut, meskipun suaranya agak teredam oleh kabut yang tebal. "Kami sedang mencari informasi tentang kejadian-kejadian aneh yang mungkin terjadi belakangan ini. Apakah Anda tahu sesuatu yang... tidak biasa?"

 

Wanita itu berhenti, matanya yang biasa tampak ramah kini dipenuhi keraguan. Ia melihat ke kanan dan kiri, memastikan tak ada orang lain yang mendekat. "Aneh?" jawabnya perlahan, sambil menundukkan pandangannya ke ember air yang ia bawa. "Banyak yang bilang begini... ada suara tawa anak-anak di tengah hujan."

 

Hisana mengerutkan kening. "Suara tawa anak-anak?" tanyanya pelan, memastikan apa yang baru saja ia dengar.

 

Wanita itu mengangguk pelan, matanya tetap terfokus pada tanah. "Iya. Suaranya kadang muncul, tapi cuma sebentar. Kemudian tiba-tiba hilang. Tidak ada yang tahu dari mana asalnya. Kami semua… takut bicara terlalu keras tentang itu,"

 

ujarnya sambil melirik ke arah hutan yang gelap di kejauhan. Kabut yang tebal membuat hutan itu tampak lebih misterius, seolah-olah menelan cahaya matahari yang mulai redup. Hisana menatap Kazuto dan Shinji, yang juga terlihat cemas.

 

"Terima kasih, Bu." kata Hisana sambil tersenyum tipis, mencoba menenangkan wanita itu meskipun dirinya sendiri merasa tidak nyaman. "Kami akan berhati-hati. Semoga Anda baik-baik saja."

 

Wanita itu hanya mengangguk cepat dan melanjutkan langkahnya, tampak semakin terburu-buru. Kazuto, yang merasa ada sesuatu yang tertinggal, menatap ke arah hutan itu. Hutan yang terdengar semakin misterius setelah mendengar cerita itu.

 

Shinji mengangkat bahunya. "Ada yang aneh dengan semua ini," katanya, suaranya terdengar lebih tenang, meskipun jelas ada kekhawatiran di balik kata-katanya. "Suara anak-anak di tengah hujan? Mungkin itu bagian dari sesuatu yang lebih besar."

 

Kazuto mengangguk. "Ayo lanjut. Kita cari orang lain yang bisa memberi informasi lebih."

 

Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri jalanan yang semakin sepi, dengan kabut yang terus menyelimuti sekitar mereka.

 

 Tidak lama kemudian, mereka melihat seorang pria tua yang tampak sedang membersihkan halaman rumahnya, menyapu daun-daun yang berserakan di tanah. Suaranya menggema samar di tengah keheningan, dan setiap gerakan pria itu terlihat pelan dan penuh hati-hati.

 

Kazuto mendekat, menatap pria itu dengan lembut. "Permisi, Pak. Kami sedang mencari tahu tentang kejadian-kejadian aneh di desa ini. Mungkin Anda bisa membantu kami?"

 

Pria itu berhenti menyapu dan menatap mereka dengan mata yang agak sayu, seolah sedang menimbang-nimbang apakah akan berbicara atau tidak. "Aneh?" katanya, matanya menyipit. "Ah, kalian masih muda-muda. Kalau mau tahu soal yang aneh, dengarlah baik-baik. Ada yang bilang, di hutan sana... ada yang menghilang tanpa jejak. Anak-anak, orang tua, siapa saja. Mereka pergi, dan tidak ada yang bisa menemukan mereka lagi."

 

Shinji mengernyitkan dahi. "Menghilang? Tanpa jejak? Itu terjadi baru-baru ini?"

 

Pria itu mengangguk, wajahnya serius. "Iya. Beberapa orang menghilang dalam beberapa bulan terakhir. Kadang malam, kadang siang. Tak ada yang tahu ke mana mereka pergi. Beberapa orang bilang itu ulah serei, tapi siapa yang tahu..." Dia menghentikan kalimatnya dan menatap mereka sejenak, seolah berpikir lebih lanjut. "Kalian... lebih baik hati-hati. Jangan sampai terseret ke dalam masalah itu."

 

Kazuto merasa ada yang ganjil dalam kata-kata pria tua itu, namun ia mengangguk. "Terima kasih atas informasinya, Pak. Kami akan berhati-hati."

 

Pria itu hanya mengangguk pelan, kemudian kembali menyapu daun-daun yang tak ada habisnya. Kazuto menatap Shinji dan Hisana, yang tampaknya juga merasa semakin waspada.

 

"Menghilang tanpa jejak?" Hisana bergumam, ekspresinya serius. "Ada yang nggak beres di sini."

 

Kazuto menatap ke arah hutan yang terlihat semakin gelap di balik kabut. "Tentu saja. Ini bukan kebetulan. Kita harus menggali lebih dalam."

 

Mereka melanjutkan perjalanan, semakin terikat oleh ketegangan yang menyelimuti desa itu, dengan kabut yang seolah menutupi lebih dari sekadar jalanan.

 

Kabut yang kian menebal menyelimuti jalanan desa, membuat suasana sore yang seharusnya hangat berubah mencekam. Langit mendung menggantung berat, mempercepat datangnya kegelapan. Hujan yang tadinya rintik-rintik kini mulai turun deras, menambah dinginnya udara. Rintik air yang menghantam dedaunan dan tanah bercampur dengan suara langkah kaki mereka, menciptakan irama yang monoton namun mengganggu.

 

Kazuto berhenti sejenak, mencoba mengamati sekeliling. "Rasanya kita sudah lewat jalan ini tadi," gumamnya sambil memandangi rumah-rumah tua yang tampak serupa. Dinding kayu yang lapuk dan jendela yang tertutup rapat memberi kesan desa ini sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya.

 

Shinji menghela napas, matanya menatap jalanan yang penuh genangan air. "Kabut ini benar-benar nggak normal. Kita kayak jalan muter-muter."

 

Hisana menarik mantel hujannya lebih erat, melindungi dirinya dari hujan yang semakin deras. "Aku nggak suka ini. Rasanya seperti ada yang memperhatikan kita dari jauh," bisiknya sambil melirik ke arah pohon-pohon tinggi yang melambai perlahan diterpa angin.

 

Tiba-tiba, dari balik kabut tebal di depan mereka, terdengar suara langkah berat yang mendekat. Suara itu semakin jelas, beriringan dengan gemeretak ranting yang terinjak. Mereka saling menatap, waspada. Dari bayang-bayang kabut, sosok seorang kakek tua muncul, membawa keranjang kayu besar di punggungnya. Pakaiannya yang sederhana terlihat basah kuyup, tapi ia tampak tidak terpengaruh oleh hujan yang deras.

 

Kakek itu berhenti sejenak, menatap mereka dengan mata tajam namun tidak mengancam. "Kalian sepertinya tersesat," katanya dengan suara parau namun tenang. Ia menunjuk ke arah jalan sempit di depan mereka. "Dengan kabut setebal ini, kalian nggak akan bisa kembali ke rumah kepala desa malam ini."

Informasi telah terungkap

"Banyak misteri yang belum terungkap dari balik hujan deras itu. Kazuto dan teman-teman hingga kini masih mencari informasi."