Kazuto berdiri dengan sisa tenaga yang dia miliki. Tubuhnya dipenuhi luka dan memar, darah menetes dari pelipisnya, sementara napasnya terasa seperti menyedot kaca tajam. Namun, di matanya, tekad membara seperti api yang tak bisa dipadamkan.
Kurogane, berdiri tegap dengan aura gelap yang mencekam di sekelilingnya, memandang Kazuto dengan senyum dingin. "Lihatlah dirimu," ejeknya, mengangkat pedang hitamnya yang kini diselimuti api keunguan. "Tubuhmu sudah hancur, namun kau masih berpikir bisa mengalahkanku? Kau naif."
Kazuto tidak menjawab. Ia menggenggam pedangnya lebih erat, dan dalam diam, ia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredam gemuruh emosinya.
Tanpa peringatan, Kurogane melesat maju, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan yang cukup untuk membelah tanah di bawahnya. Kazuto mengangkat pedangnya untuk menangkis, dan kedua bilah itu bertemu dengan suara dentingan yang memekakkan telinga. Getaran dari benturan itu menjalar ke seluruh tubuh Kazuto, membuatnya hampir kehilangan keseimbangan. Namun, ia bertahan.
Serangan demi serangan Kurogane datang bertubi-tubi. Ayunan pedangnya cepat, liar, namun tetap penuh perhitungan. Kazuto berusaha mengimbangi, tetapi setiap tebasan yang ia tangkis membuat tangannya semakin mati rasa. Kurogane tidak memberinya waktu untuk berpikir atau bernapas.
"Kau hanya bertahan. Di mana semangatmu?" teriak Kurogane sambil melancarkan serangan memutar yang hampir mengenai kepala Kazuto. Kazuto berguling ke samping, menghindar dengan susah payah.
Kazuto terbatuk, darah keluar dari mulutnya. Meski begitu, ia tidak mundur. Ia mulai mengamati gerakan Kurogane, mencari celah.
"Jika aku mundur sekarang, semuanya sia-sia," gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Kurogane menyeringai. "Kau akhirnya memahami," katanya sambil melangkah maju dengan sikap percaya diri. "Namun, memahami saja tidak cukup."
Sementara itu di dunia nyata
Toshiro tiba-tiba merasakan getaran besar dari dalam Alam Penjara. Cahaya terang mulai memancar dari kubah pelindungnya, retakan kecil muncul di permukaannya. "Kazuto…" gumamnya, matanya melebar. Tapi di balik itu semua, ia merasakan kehadiran lain yang mengintai. Hawa dingin yang ia rasakan sebelumnya kini semakin dekat, semakin nyata.
"Siapapun kau… aku tidak akan membiarkanmu mendekat," desisnya.
Kembali ke pertarungan antara Kazuto dan Kurogane
Kurogane melompat tinggi ke udara, pedangnya bersinar gelap, mengumpulkan energi Ryoku Kurosei yang menggetarkan tanah di bawah mereka. "Hancurlah bersama harapanmu!" teriaknya sambil menghantamkan pedangnya ke arah Kazuto.
Kazuto hanya memiliki sepersekian detik untuk bereaksi. Ia melompat ke samping, tetapi ledakan energi dari serangan itu melemparkannya jauh ke belakang. Tubuhnya terhempas keras ke tanah, menciptakan jejak panjang di permukaan kasar. Debu dan pecahan batu beterbangan di udara.
Kazuto berdiri perlahan, tubuhnya bergetar. Ia menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan. Suara Daiki tiba-tiba bergema di dalam pikirannya, penuh dengan ketegasan.
"Jangan berhenti sekarang, Kazuto. Jika kau menyerah, semuanya berakhir."
Kazuto memejamkan mata sejenak, mengatur napas. Saat ia membukanya kembali, tatapannya berubah. Ada ketenangan yang aneh di tengah penderitaannya. Ia menyesuaikan genggaman pada pedangnya, lalu melangkah maju dengan mantap.
"Apa ini?" Kurogane menyipitkan mata, mencoba membaca perubahan Kazuto. "Kau masih ingin mencoba? Baiklah, tunjukkan padaku apa yang kau miliki."
Kazuto tidak menunggu. Ia melesat ke depan dengan kecepatan yang bahkan mengejutkan Kurogane. Pedangnya berkilau dengan energi biru muda yang memancar terang, mengiris udara dengan nyaring. Kurogane menangkis serangan itu, tetapi kali ini ia terdorong mundur.
"Menarik," gumam Kurogane, senyumnya kembali muncul. Ia menyerang balik, dan untuk pertama kalinya, Kazuto tidak hanya bertahan, tetapi melawan dengan serangan yang sama ganasnya. Pedang mereka bertabrakan berulang kali, menciptakan percikan api yang menyala di udara.
Kazuto mulai membaca pola serangan Kurogane dengan lebih baik. Ia memperhatikan gerakan kecil yang menunjukkan arah serangan berikutnya. Setiap langkahnya semakin tepat, dan setiap tebasannya semakin mendekati sasaran.
"Kau mulai memahami," Kurogane berkata, suaranya bercampur antara keseriusan dan kekaguman. "Namun, itu belum cukup untuk menang melawan aku."
Kurogane melompat mundur, mengangkat tangan kirinya. Sebuah bola besar energi gelap mulai terbentuk di telapak tangannya, berdenyut seperti jantung hidup. "Ryoku Kurosei ini akan menghabisimu. Bersiaplah mati, Kazuto."
Kazuto tidak mundur. Ia menggenggam pedangnya dengan kedua tangan, memusatkan semua energi yang tersisa ke dalam bilah itu. Cahaya biru di pedangnya semakin terang, hampir menyilaukan.
"Aku tidak akan kalah lagi," kata Kazuto, suaranya penuh keyakinan.
Kurogane meluncurkan Ryoku Kurosei dengan kekuatan penuh, dan Kazuto menyerang dengan tebasan tunggal yang mengiris udara. Kedua kekuatan itu bertemu di tengah, menciptakan ledakan besar yang mengguncang seluruh Alam Penjara. Tanah bergetar, langit merah mulai retak, dan debu tebal menutupi pandangan.
Kazuto terguling di tanah, tubuhnya hampir tidak mampu bergerak. Namun, ia memaksakan diri untuk berdiri. Kurogane juga bangkit, meski kali ini tubuhnya terlihat lebih lemah. Darah mengalir dari luka di sisi tubuhnya.
"Luar biasa," kata Kurogane, senyumnya melebar. "Kau benar-benar telah berubah, Kazuto. Tapi, apakah itu cukup?"
Kurogane menyerang lagi, namun Kazuto kini lebih siap. Ia menghindar dengan gerakan yang lebih cepat, memanfaatkan setiap celah yang ia temukan. Dengan satu serangan balik yang mematikan, Kazuto menusukkan pedangnya ke dada Kurogane.
Kurogane terdiam. Matanya membelalak sesaat sebelum senyumnya kembali muncul, kali ini lebih lembut. "Kau… akhirnya memahami kekuatanmu," katanya sambil terbatuk, darah mengalir dari sudut bibirnya. "Kau layak… Kazuto."
Dengan napas terakhirnya, Kurogane memuji Kazuto sebelum tubuhnya perlahan larut menjadi partikel cahaya. Alam Penjara mulai runtuh, cahaya terang menyelimuti semuanya.
Kazuto menarik pedangnya dengan sisa tenaga yang hampir habis. Tubuhnya bergetar, lututnya hampir menyerah, tapi ia memaksakan dirinya untuk tetap berdiri. Darah menetes dari luka di tubuhnya, sementara napasnya terdengar berat. Di depannya, Kurogane perlahan jatuh berlutut, tangan memegang luka di dadanya. Meski kesakitan, wajah Kurogane menampilkan senyuman tipis yang penuh arti.
"Hebat, Kazuto…" suaranya terdengar lirih, nyaris seperti bisikan yang tertahan. "Kau telah melampaui dirimu sendiri. Gunakan kekuatan ini… dengan sebaik-baiknya."
Matanya menutup perlahan, dan tubuhnya mulai berubah menjadi partikel-partikel cahaya yang berpendar lembut. Partikel itu naik ke udara, menyatu dengan langit Alam Penjara yang mulai retak. Seiring dengan itu, seluruh dimensi runtuh, berubah menjadi serpihan-serpihan kecil yang disapu oleh cahaya terang.
Kazuto berdiri terdiam, matanya terpaku pada sisa-sisa cahaya Kurogane yang menghilang. Hembusan angin terakhir dari dimensi itu menyapu wajahnya, membawa rasa damai yang aneh meskipun tubuhnya terasa lelah dan penuh luka.
Dalam sekejap, dunia berubah. Cahaya terang menyelimuti Kazuto, menenggelamkannya dalam sensasi hangat yang tidak dapat dia jelaskan. Ketika ia membuka matanya lagi, ia sudah kembali ke dunia nyata. Tanah di bawahnya adalah tanah hutan yang dingin, dan udara malam menusuk kulitnya. Napasnya masih tersengal, tetapi tubuhnya terasa lebih ringan, seperti beban besar telah diangkat darinya.
"Kazuto!" Suara familiar memanggilnya. Toshiro berlari ke arahnya, matanya dipenuhi kekhawatiran yang nyata. Pedangnya masih tergenggam erat, siap menghadapi ancaman apa pun. "Apa yang terjadi? Kau berhasil?"
Kazuto mengangguk perlahan, menunduk menatap pedangnya yang kini bersinar redup dengan corak yang berbeda dari sebelumnya. Energi yang mengalir darinya terasa hangat, hampir seperti sentuhan seseorang yang menenangkannya.
"Aku mengerti sekarang," katanya pelan, suaranya serak tapi penuh keyakinan. "Kekuatan ini… bukan hanya milikku. Ini adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Tapi aku bersumpah, aku akan menggunakannya untuk melindungi semua orang, apapun yang terjadi."
Toshiro menatapnya dengan serius, tetapi sebelum ia sempat menjawab, ia merasakan sesuatu. Di belakang mereka, jauh di dalam kabut yang menyelimuti hutan, sebuah bayangan samar tampak menghilang dengan cepat. Aura yang ditinggalkan membuat udara di sekitarnya terasa berat, membawa perasaan tidak nyaman yang sulit dijelaskan.
"Tidak," gumam Toshiro, tangannya menggenggam erat. Matanya menyipit, menatap tajam ke arah kabut yang perlahan menelan jejak bayangan itu. "Ini belum selesai… ini baru permulaan."
Kazuto, yang mulai menyadari sesuatu yang ganjil, memandang ke arah yang sama. Meski tubuhnya lelah, matanya tetap bersinar dengan tekad baru. "Siapapun mereka… aku akan siap," katanya pelan, tetapi dalam hatinya ia tahu ancaman yang lebih besar sedang mendekat.
Malam itu terasa lebih dingin dari sebelumnya. Sementara Toshiro tetap berjaga-jaga, Kazuto menutup matanya sejenak, mendengar bisikan halus yang datang dari pedangnya. Sebuah pesan dari Kurogane, yang kini berada di dalam dirinya, hendak memberinya bimbingan menuju langkah yang lebih jauh.
Informasi telah terungkap:
"Saat ini Kurogane telah menjadi bagian dari Kazuto dan dirinya telah menerima Kazuto sebagai tuan barunya. Mulai sekarang, dia akan melayani nya dalam setiap pertempuran yang akan datang."