Chereads / Streamer Secret / Chapter 23 - Bab 23

Chapter 23 - Bab 23

Keesokan harinya, desa menjadi lebih ramai dari biasanya. Penduduk berkumpul untuk menyaksikan upacara penyerahan yang menjadi tradisi di desa tersebut. Nina dan Aira, mengenakan pakaian tradisional yang sederhana namun terlihat anggun, berdiri di sisi Andi dengan wajah yang mencerminkan campuran rasa gugup dan pasrah.

Kepala desa memimpin upacara dengan suara lantang, menjelaskan kepada penduduk bahwa Andi telah memberikan kontribusi besar bagi desa. "Hari ini, sebagai tanda penghormatan dan kepercayaan kami, aku menyerahkan anakku Nina dan istriku Aira kepada Andi. Aku yakin dia akan menjaga mereka dengan baik."

Andi mengangguk hormat, tetapi matanya sempat melirik ke arah Dian, Laksmi, dan Rena yang berdiri di barisan belakang. Wajah mereka memperlihatkan ekspresi cemburu yang tidak bisa disembunyikan. Dian bahkan menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan rasa kesalnya, sementara Laksmi hanya melipat tangan di dada dengan tatapan sinis.

Setelah upacara selesai, Andi membawa Nina dan Aira ke rumahnya. Di sepanjang perjalanan, Nina tampak lebih pendiam, sesekali melirik Andi dengan rasa malu, sedangkan Aira tampak lebih santai, bahkan mulai bertanya beberapa hal tentang rumah baru mereka.

Sesampainya di rumah, Andi mengajak mereka masuk dan memperlihatkan ruangan yang sudah dia siapkan. "Mulai sekarang, ini rumah kalian juga," ucap Andi sambil tersenyum.

Ketika sampai di rumah, Andi menunjukkan kamar yang akan digunakan oleh Nina dan Aira. Sementara Andi pergi ke dapur untuk mengambil air, Aira mulai membantu Nina melepaskan pakaian tradisionalnya yang cukup berat.

"Nina, kamu harus lebih tenang," ucap Aira sambil tersenyum lembut. "Aku tahu ini hal baru buatmu, tapi semuanya akan baik-baik saja."

Nina hanya mengangguk pelan, wajahnya sedikit memerah. Saat itu, Aira menambahkan, "Kamu tahu, Andi adalah pria yang spesial. Kepala desa tidak sembarangan memilihnya untuk kita. Dan satu hal yang harus kamu tahu..."

"Apa itu, Kak Aira?" tanya Nina dengan suara pelan.

"Kamu masih muda, cantik, dan... perawan. Itu adalah hal yang sangat berharga di desa ini. Tapi jangan khawatir, Andi akan menjagamu." Aira berbicara dengan nada tenang, namun ada sedikit kilatan penasaran di matanya.

Andi kembali ke kamar dengan membawa segelas air. "Kalian sudah nyaman di sini?" tanyanya, menatap keduanya dengan senyum ramah.

Aira mengangguk, tapi Nina hanya menunduk, tidak berani menatap langsung ke mata Andi. "Dia masih malu," ucap Aira sambil terkekeh. "Tapi aku yakin, dia akan terbiasa dengan cepat."

Andi memperhatikan keduanya sejenak. "Kalau begitu, istirahatlah dulu. Aku akan menyiapkan makanan untuk kita."

Namun, di dalam hatinya, Andi tidak bisa mengabaikan apa yang baru saja dia dengar. Masih perawan? pikirnya. Bibirnya membentuk senyum kecil saat kembali ke dapur, membayangkan apa yang akan terjadi di hari-hari mendatang.

Andi mendekati Nina dengan perlahan, tatapannya lembut namun penuh arti. Nina, yang sejak tadi masih menunduk, terkejut ketika Andi memegang dagunya, mengangkat wajahnya agar mata mereka saling bertemu.

"Aku tidak akan memperlakukan kalian seperti pria-pria di desa ini," ucap Andi dengan suara tenang, namun tegas.

Sebelum Nina sempat merespons, Andi mendekatkan wajahnya dan dengan lembut mencium bibirnya. Nina terdiam, tubuhnya kaku, namun perlahan dia mulai melembut. Ada kehangatan dalam ciuman itu, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Aira, yang masih berada di ruangan yang sama, memperhatikan tanpa berkata apa-apa. Senyum kecil menghiasi wajahnya, seolah-olah dia telah menduga hal ini akan terjadi.

Ketika Andi melepaskan ciumannya, Nina hanya bisa memandanginya dengan mata yang berkilau, pipinya memerah. "A... aku tidak tahu harus berkata apa..." bisiknya.

"Kamu tidak perlu berkata apa-apa," ucap Andi sambil mengusap pipinya. "Aku hanya ingin kamu tahu bahwa kamu istimewa. Kamu tidak akan pernah diperlakukan seperti properti di sini. Kamu adalah milikku, tapi dengan cara yang berbeda."

Aira mendekat, meletakkan tangannya di bahu Nina. "Kamu beruntung, Nina," ucapnya lembut. "Andi berbeda dari pria lain di desa ini. Dia akan menjagamu."

Nina hanya mengangguk, matanya masih terpaku pada Andi, mencoba mencerna perasaan yang baru saja muncul dalam hatinya.

Aira menundukkan wajahnya, tampak malu sekaligus bingung. "Iya, awalnya sakit sekali, tapi aku tidak punya pilihan," jawabnya pelan, suaranya hampir tak terdengar.

Andi menghela napas panjang. Dalam hatinya, dia merasa kasihan pada wanita muda ini. "Kamu tidak perlu merasa takut atau terpaksa lagi, Aira," katanya sambil mengelus lembut rambutnya. "Aku akan mengajarkanmu pelan-pelan, dan aku ingin kamu menikmatinya."

Dia memegang dagu Aira, membuat wanita itu mendongak. "Percayalah padaku," ucap Andi sambil tersenyum menenangkan.

Aira mengangguk ragu, tapi dia mulai mencoba. Dengan perlahan, dia menyentuh Rudal Andi dengan tangannya, merasa kagum sekaligus heran dengan ukurannya. "Ini jauh lebih besar dari milik kepala desa," gumamnya tanpa sadar.

Andi hanya tertawa kecil. "Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu."

Sementara itu, Nina, yang sejak tadi diam di sudut ruangan, memperhatikan dengan wajah memerah. Dia merasa gugup dan tidak tahu harus berbuat apa, tapi dalam hati kecilnya, ada rasa penasaran yang terus tumbuh.

Andi melirik ke arah Nina dan tersenyum. "Nina, kamu juga boleh mendekat. Aku ingin kita belajar bersama."

Nina tampak terkejut, tapi perlahan-lahan dia berjalan mendekat, meski tubuhnya gemetar. "Aku... aku tidak tahu apa yang harus kulakukan," bisiknya.

"Aku akan membimbing kalian berdua," jawab Andi dengan suara lembut namun penuh keyakinan. Dia tahu, malam ini akan menjadi awal dari hubungan yang lebih mendalam dengan kedua wanita itu.

Kedua wanita itu menuruti arahan Andi dengan hati-hati, mencoba melakukan yang terbaik meskipun pengalaman mereka masih sangat minim. Aira tampak mulai memahami ritmenya, sementara Nina, meski malu-malu, terus mencoba mengikuti arahan Andi.

Andi tersenyum puas melihat keduanya begitu berusaha untuk menyenangkan dirinya. Dia meraih wajah Nina, mencium bibirnya lembut untuk menenangkan gadis itu. "Pelan saja, Nina. Kamu tidak perlu buru-buru," bisiknya.

Aira tampak semakin percaya diri. Dia kini mencoba gerakan lebih berani, membuat Andi mengerang kecil. "Bagus, Aira... kamu belajar dengan cepat," puji Andi sambil mengelus rambutnya.

Nina, yang melihat pujian itu, merasa tertantang untuk lebih baik. Dia menggenggam bagian bawah Rudal Andi dengan tangannya, mulai mengikuti gerakan Aira. "Seperti ini, Mas?" tanyanya polos.

Andi menahan napas sesaat, lalu mengangguk. "Iya, Nina. Kamu melakukannya dengan baik."

Nina tampak gugup, wajahnya memerah saat Aira membantu menahan kakinya agar tetap terbuka. Andi menatap Nina dengan penuh perhatian, mencoba membuat gadis muda itu merasa tenang. "Tenang saja, Nina. Aku akan melakukannya perlahan," ucap Andi sambil membelai wajahnya dengan lembut.

Aira tersenyum kecil melihat reaksi Nina yang malu-malu. "Nina, kamu harus belajar menjadi wanita dewasa. Mas Andi akan menjagamu," ucapnya, mencoba memberikan semangat.

Andi perlahan mendekatkan dirinya, menyentuh Nina dengan hati-hati. "Kalau sakit, bilang, ya. Aku tidak akan memaksakan apa pun," katanya sambil memastikan dia merasa nyaman.

Nina menggigit bibirnya, matanya berkaca-kaca, tapi dia mengangguk kecil. "Aku percaya sama Mas," bisiknya pelan.

Andi mulai dengan perlahan, memberikan waktu bagi Nina untuk menyesuaikan diri. Sementara itu, Aira terus memegangi tangan Nina, memberikan dukungan agar dia tidak terlalu tegang. "Kamu hebat, Nina. Tidak semua orang seberani kamu," ucap Aira dengan suara lembut.

Seiring waktu, Nina mulai terlihat lebih rileks, meski sesekali wajahnya menunjukkan sedikit ketidaknyamanan. Andi terus memastikan bahwa dia tidak terburu-buru, memberikan perhatian penuh pada perasaan gadis itu.

"Aku baik-baik saja, Mas," kata Nina setelah beberapa saat, sambil tersenyum kecil meskipun wajahnya masih memerah. Andi mengangguk, merasa lega. "Kamu luar biasa, Nina," balasnya sambil mengusap rambutnya dengan lembut.